"Langkah kecil bisa membawa perubahan. Jika aku tak mulai menulis di Kompasiana, mungkin aku tak bisa menjadi Puspa yang sekarang."
"Pus... ada apa kok senyum-senyum sendiri?" tanya salah satu kawanku. Seingatku aku tak menjawab pertanyaannya. Malah mengajaknya dan kawan-kawan lainnya untuk makan siang di kantin fakultas kedokteran, yang tak jauh dari gedung fakultasku di Salemba.
Hari itu aku banyak tersenyum karena mendapatkan banyak komentar atas tulisan pertamaku di Kompasiana. Rata-rata mengucapkan selamat datang dan selamat atas tulisan pertamaku. Sayangnya komentar tersebut banyak yang hilang ketika Kompasiana melakukan upgrade sistem tahun 2015, tapi tak apa-apa masih ada yang tersimpan.
Jika pada Maret 2013 itu aku tak memberanikan diri menulis di Kompasiana, kira-kira apa yang terjadi denganku pada masa sekarang? Entahlah. Jika direnungi lagi hal ini jadi menarik karena entah dorongan dari mana aku kemudian mulai ketak-ketik di Kompasiana setelah tiga tahun sebelumnya aku hanya jadi silent reader. Dari April 2010 hingga Maret 2013 aku hanya menjadi penonton keriuhan Kompasiana.
Kata orang bijak, langkah kecil bisa membawa perubahan. Dan memang benar, ketika aku mulai menulis di Kompasiana, hal-hal yang dulunya hanya ada di angan-angan kemudian satu-persatu terlaksana.
Ketika Mulai Menulis Ulasan Film
Awal-awal aku bergabung di Kompasiana, aku menulis apa saja. Kebanyakan sih tentang wisata dan makanan. Walaupun ada kalanya aku juga menulis hal-hal yang serius tentang alam, hutan, dan juga bidangku di teknik informatika.
Aku sengaja tak banyak menulis tentang bidangku karena sehari-hari sudah banyak berkutat dengan urusan analisis dan perancangan. Ya, di Kompasiana aku ingin rileks, jadinya aku lebih suka menulis hal-hal yang ringan.
Setahun kemudian aku mulai mencoba menulis tentang musik dan film, dua hal yang menjadi minatku. Selanjutnya aku mulai makin sering menulis tentang film, tak hanya tentang ulasan film melainkan juga pernak-pernik seputar film.
Lalu gayung pun bersambut. Aku diajak bergabung menjadi kontributor majalah daring. Dari situ aku makin banyak belajar tentang film dan menimba ilmu menulis tentang film.
Saat itu aku dipercaya sebagai kontributor film Indonesia. Jika dulunya aku hanya menonton film Indonesia apabila benar-benar ingin, maka kemudian aku 'dipaksa' menyaksikan film Indonesia tiap minggu. Dari situ rasa cinta dan peduliku tumbuh terhadap film Indonesia.
Meski aku menjadi kontributor di majalah film daring, tapi aku tetap menulis di Kompasiana. Ulasan film manca tetap banyak kutulis di Kompasiana.
Aku juga belajar menulis film dari sudut pandang lain. Tak hanya melulu ulasan, bisa juga dari pemerannya, makna tersembunyi, dan bagaimana respon penonton.
Tak Hanya Menulis Ulasan Film, Namun Juga Suka Nangkring
Jika bosan menulis film, aku juga menulis topik lainnya. Aku juga aktif mengikuti kegiatan nangkring dan acara komunitas, terutama KOMiK dan Kapeka. Komunitas Click dulu juga masih sering adakan acara.
Gara-gara suka datang di acara nangkring dan acara komunitas, aku jadi kenal banyak Kompasianer. Para Kompasianer yang kukenal pertama adalah mbak Muthiah Alhasany, Khairunisa Maslichul, dan Okti.
Hingga saat ini hubunganku dengan mereka tetap terjalin akrab. Bahkan Nisa dan mbak Muthiah sudah seperti sepupu bagiku.
Berikutnya makin banyak yang kukenal sehingga seringkali jika datang di acara nangkring atau acara komunitas, bukan acaranya yang utama melainkan pertemuan dengan kompasianernya. Kami suka ngobrol apa saja dan bercanda.
Aku paling suka bercanda dengan bang Rahab, mbak Yayat, mbak Muthiah, Bule, Andri, dan Reno karena tak baperan. Ada kalanya kami ngerumpi tentang Kompasiana, tapi lebih seringnya menertawakan diri sendiri. Meski kami mengeluh ini itu ke Kompasiana, ujung-ujungnya juga tetap menulis di Kompasiana.
Ada banyak momen menarik ketika berkumpul bersama Kompasianer. Salah satunya ketika kami melakukan perjalanan ke Yogya beramai-ramai dengan sewa bus demi acara Indonesia Community Day. Perjalanannya itu yang seru dan berkesan. Apalagi kami juga menginap beramai-ramai.
Jika kuceritakan satu demi satu momen bersama Kompasianer, maka cerita manis ini akan bakalan sangat panjang. Jika tak ikut acara Click mungkin aku tak bisa menjelajah kapal Pelni hinga ke ruang nahkoda. Jika tak ikut acara Dishub bersama Kompasiana, maka aku tak bisa melihat simulasi pesawat ketika landing dan lain-lainnya.
Mewujudkan Mimpi Bersama KOMiK
Ketika Pak Agung Handoyo mengajakku bergabung menjadi admin KOMiK, aku tak menyangka jika kemudian hari bisa bertemu dan mengobrol dengan tokoh penting di dunia perfilman, mencobai fasilitas berbagai jenis studio bioskop, hingga mengelola komunitas dan ikut menentukan 'masa depannya'. Ketika Pak Agung sudah mulai mengurangi kegiatannya di KOMik sejak tahun 2018, aku tahu sudah tiba waktuku untuk mulai banyak berkontribusi.
Andaikata aku tak bertemu dan berkenalan dengan Kompasianer seperti Babeh Helmi, Pak Thamrin Dahlan, Pak Thamrin Sonata, Pak Ang Tek Khun, Linda Erlin, Noval Kurniadi, Achmad Humaidy, dan lain-lainnya, maka mungkin aku akan kesulitan mewujudkan visiku bersama KOMiK. Aku tahu komunitas film KOMiK punya ruh yang berbeda dengan komunitas film lainnya yang kuikuti. KOMiK lahir dari Kompasianer yang hobi nulis, maka kekuatan para Komiker ya dari segi tulisan.
Oleh karena itu aku bermimpi melahirkan banyak buku tentang perfilman, khususnya film Indonesia. Masih sedikit buku tentang film, sehingga KOMiK bisa mengisi ceruk tersebut.
Mimpiku terwujud berkat Pak Thamrin Dahlan yang terus mendorongku untuk rajin menulis dan menyusun buku. Pak Khun dan Pak Sutiono membantuku memeriksa naskah. Tim admin Kompasiana membantuku membuat cover. Seiring dengan waktu KOMiK juga menggandeng Ladiesiana dan mencoba penerbit yang punya akses untuk menjual buku di marketplace.
Satu mimpi, membuat satu, dua, tiga, hingga empat buku telah terlaksana. Empat buku dan puluhan edisi majalah daring adalah dokumentasi dan bagian manajemen pengetahuan tentang perfilman, khususnya film nasional.
Mimpi lainnya adalah menjalin kolaborasi dengan berbagai komunitas dan institusi. Berkat bantuan teman-teman admin KOMiK dan Komiker, akhirnya KOMiK  menjadi media partner dan community partner sejumlah acara. KOMiK juga berkenalan dengan Museum Penerangan, LSF, Usmar Ismail Society, Ibu Ibukota, dan masih banyak lagi. Ini menyenangkan.
Mimpi berikutnya yang juga jadi kenyataan adalah membuat film dan mendapat apresiasi. Film perdana KOMiK berupa film pendek berjudul Jagaditta telah selesai diproduksi. Ini adalah proyek eksperimen dengan bujet terbatas. Kami sangat senang ketika membaca kabar Jagaditta menjadi salah satu official selection Bogor Independent Film Festival 2022 dan meraih nominasi aktor terbaik untuk Uwan Urwan. Adanya kabar ini melecut kami untuk memperbaiki diri, siapa tahu tahun depan KOMiK bisa kembali memproduksi film pendek yang jauh lebih baik.
Selama 12 tahun bergabung bersama Kompasiana dan sembilan tahun menulis di Kompasiana ada banyak momen manis kucicipi. Satu demi satu mimpi terealisasi. Aku harus terus bermimpi agar makin banyak kontribusi yang bisa membuat diriku dan Kompasianer merasa bangga menjadi bagian Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H