Indonesia punya banyak kisah sejarah yang menarik untuk dipentaskan. Ceritanya tak kalah epik dengan Mahabarata, Ramayana, ataupun serial Game of Thrones. Apalagi diangkat dari kisah nyata. Ya, salah satunya adalah kisah awal mula Majapahit.Â
Menariknya, sudut pandang dari pementasan ini adalah dari sosok putri Singosari, Gayatri. Kisah Gayatri ini dipentaskan dalam Opera Majapahit Gayatri Sang Sri Rajapatni di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Sabtu (8/10).
Sejak menyaksikan poster dan narasinya aku langsung tertarik. Pada hari itu juga aku langsung memesan tiketnya. Jarang-jarang pementasan dengan latar sejarah. Apalagi sudut pandangnya unik dan juga disampaikan dengan cara yang menarik.
Dan, selama dua jam aku seolah-olah diajak menyaksikan Jawa Timur pada masa lalu. Tepatnya pada tahun 1293 Masehi.
Sekitar pukul 14.15 pentas dimulai. Dua narator, Ra dan Sa masuk ke dalam panggung. Ra yang menggunakan kostum putih, berasal dari bhumi.
Ia memiliki cermin yang merupakan jembatan dan juga reflektor dari sosok Ra yang tinggal menetap di nara. Ra menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan kisah Gayatri ke penonton.
Sedangkan Ra merupakan pemegang kunci dan pemilik gulungan sejarah bagi para manusia. Ia menuturkan kisah dalam bahasa Jawa kuno.
Siapakah Gayatri? Dalam pementasan ini ia diperkenalkan dalam sebuah acara besar yang melibatkan Raja Kertanegara. Saat terjadi huru hara, penyerangan terhadap raja oleh pasukan Mongolia dan Kediri, ia menjadi tawanan Kediri.
Ia dengan sabar menunggu pembebasan dirinya. Ia menunggu Raden Wijaya yang bersama Arya Wiraraja sedang menyusun strategi. Sebagai pecinta kisah cinta Galuh Candra Kirana dan Raden Panji, ia dengan sabar menunggu suaminya menjemputnya.
Cerita selanjutnya teman-teman mungkin telah banyak mengetahuinya. Hanya di sini dikisahkan dari sosok Gayatri, bagaimana ia memilih menjadi biksuni daripada menjadi penguasa nomor satu di wilayah Majapahit. Ialah ibu dari Tribhuwana Wijayatunggadewi dan nenek dari Hayam Wuruk.
Pementasan yang Menarik
Sebuah pementasan yang epik, terdiri dari beberapa babak. Opera ini memiliki sudut pandang yang menarik tentang sejarah Singosari dan Majapahit dari sosok Gayatri. Rupanya ia sosok di balik kejayaan Majapahit. Ini pertunjukan yang epik.
Musiknya sungguh menawan  dari berbagai instrumen musik tradisional yang mewah dan selaras. Ada tifa, kecapi, perangkat gamelan, dan lainnya. Tiupan tifa ini menciptakan efek musik yang unik. Terkesan modern, juga memberikan bingkai nuansa imajinatif.
Musik yang indah ini juga didukung oleh dua pesinden pria dan wanita yang merdu. Juga ada penyanyi opera yang mulus membawakan lagu-lagu indah.
Duh aku merasa tertegun dan kemudian memberikan applaus meriah untuk tim musiknya. Mereka adalah Indonesian National Orchestra dipimpin Franki Raden.
Koreografi dan kostumnya juga menarik dan detail, seperti nonton wayang wong hanya lakonnya cerita sejarah dalam negeri. Gerakan pelakonnya luwes, tangkas, dan di beberapa adegan juga tegas.
Tidak ada dialog di sini sehingga penonton menikmati cerita dari ekspresi dan gerakan pelakonnya, juga narasi yang disampaikan banyak dalam bahasa Jawa kuno.
Gara-gara narasi Jawa Kuno inilah delama dua jam aku seolah-olah tersihir ke masa lalu ketika menyaksikannya. Aku mencoba memahaminya ternyata sebagian besar tidak paham karena bukan bahasa Jawa sehari-hari. Untunglah ada terjemahan di kanan kiri panggung.
Dari segi pencahayaan, interior, dan setting panggung juga kuberikan dua jempol. Sedikit minusnya, yakni jadwal yang agak molor dan soal blocking panggung di mana ada beberapa pemain yang tempat berdirinya atau gerakannya menutupi pelakon utama.
Oh iya pementasan ini merupakan adaptasi dari Kakawin Negarakertagama. Penulis naskah dan sutradaranya adalah Mhyajo yang ketika menulis melakukan riset di Trowulan, Candi Gayatri, dan tempat lainnya untuk membantunya memahami Kakawin tersebut dan mengenal lebih dalam sosok Gayatri.
Para pemeran dalam opera ini ada Rendra Bagus Pamungkas, Afrilia Mustika, Satya Cipta, dan Christine Tambunan.
Pentas ini diadakan dua sesi. Sesi pertama pukul 14.00 dan sesi kedua pukul 20.00 WIB. Aku beruntung dapat upgrade tiket dari lantai tiga jadi dua terdepan di lantai satu. Senangnya.
Omong-omong aku baru tahu ada Candi Gayatri di daerah Tulungagung. Aku belum pernah ke candi tersebut. Wah setelah nonton, jadi penasaran detail siapa sosok Gayatri sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H