Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Mencari Toilet dan Mengobrol bersama Anak-Anak Ratenggaro

27 Agustus 2022   23:43 Diperbarui: 27 Agustus 2022   23:56 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahan-bahan untuk menginang (dokpri) 

Belum jam 12 siang, namun panas matahari terasa begitu menyengat. Agar tak dehidrasi aku pun rajin minum air, hingga aku pun merasakan panggilan alam. Wah aku harus bergegas.

Aku ingat melihat toilet ketika aku tadi berjalan ke pantai ini. Aku tinggal kembali menyusuri jalan yang tadi.

Kulihat anak-anak kecil menghampiriku. Aku tersenyum melihat mereka. Membiarkan mereka berjalan  bersamaku. Aku mengutarakan tujuanku ke mereka, hendak ke toilet

Mereka tak sama dengan anak-anak yang kujumpai sebelumnya di desa wisata atau di pantai. Mereka tak menawarkan barang atau meminta sesuatu. Mereka hanya suka bertanya, khas anak-anak pada umumnya.

"Kakak namanya siapa?"
"Kakak dari mana?"

Kutatap mata mereka, mereka nampaknya tulus bertanya. Kusebut namaku dan aku pun balik bertanya. "Kalau namamu siapa dan adik-adik ini siapa saja?"

Mereka tertawa cekikikan lalu menyebut namanya satu-persatu. Rupanya yang bertanya padaku adalah kakak tertua. Lainnya adalah adik-adiknya. Ada juga teman  sepermainan.

Mereka terus menemaniku. Bertanya ini itu. Lalu kulihat mereka tak mengenakan alas  kaki. Dalam hati aku merasa kasihan, apa nggak panas ya.

Temanku mengingatkan agar tak membagi uang ke mereka. Namun aku merasa menyesal tak membawa jajan untuk mereka. Mereka pasti suka.

Namun aku membawakan sesuatu yang istimewa buat mereka. Sengaja aku membawanya ketika membaca di sebuah artikel Ada banyak anak di Ratenggaro.

Kantung kecil itu berisi pernak-pernik. Ada pensil lucu, gantungan kunci, mainan, masker, dan masih banyak lagi. Pernak-pernik yang biasa disuka anak-anak.

Aku meminta mereka membaginya. Mereka nampak gembira.

Tapi kok jalan kami tak mengarah ke toilet ya. Aku hendak dibawa ke mana?

Seorang gadis remaja memanggilku. Ia nampak penasaran dengan benda yang dibawa anak-anak. Rupanya ia punya adik yang juga penasaran.

Lalu ia nampaknya tahu aku sedang mencari toilet. Ia pun memperbolehkanku menggunakan toiletnya.

"Di sini saja kak, ke toilet kami." Aku dengan senang hati menerima tawarannya.

Toiletnya berada di luar rumah, terpisah dari bangunan rumah. Toilet itu tak beratap, namun bersih.

Toilet sederhana namun bersih (dokpri) 
Toilet sederhana namun bersih (dokpri) 


Ia menyediakan sabun untuk kugunakan usai buang air kecil. Aku sangat berterima kasih.

Aku tahu daerah ini kesulitan air tawar bersih. Oleh karenanya aku paham orang-orang di sini pasti tak mudah mendapatkan air.

Kami kemudian mengobrol. Kristin, namanya. Ia telah lulus SMA dan kini menjaga warung dan adik-adiknya.

Aku kemudian berbelanja di warungnya. Warung itu menjual kebutuhan sehari-hari seperti alat mandi, shampo, dan lainnya. Juga ada singkong kukus, jajanan anak-anak, dan bahan-bahan untuk menginang.

Bahan-bahan untuk menginang (dokpri) 
Bahan-bahan untuk menginang (dokpri) 


Aku membeli jajanan. Lalu mengobrol soal menginang. Rupanya masyarakat setempat punya kebiasaan menginang. Jika bibir dan giginya kemerahan, pasti mereka habis menginang.

Kristin kemudian bercerita rumahnya pernah menerima tamu mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Ia kemudian bercerita apa saja. Ia juga memperbolehkanku melihat isi rumahnya.

Ia mengajariku beberapa kosakata setempat, yang susah payah kuucap dan kuingat.

Rumah Kristin merupakan rumah tradisional. Bahannya adalah kayu dan bambu. Di bagian bawah untuk ternak, di rumah panggung ada beberapa kamar yang ditutupi kelambu dan juga dapur. Di bawah atap, di langit-langit ada bagian untuk menaruh hasil panen.

Rumah tradisional masyarakat Ratenggaro (dokpri) 
Rumah tradisional masyarakat Ratenggaro (dokpri) 


Kami asyik bercerita dari sekolah, pencaharian warga setempat, puskesmas, dan lainnya hingga aku baru sadar jika aku sudah kelamaan di warung. Kulihat mobil kami tak ada di parkiran. Kata tetangga Kristin, mereka menghampiri teman-temanku di pantai.

Waduh aku ketinggalan rombongan. Aku pun jalan sambil berlari kembali menuju pantai pada cuaca yang panas. Anak-anak dan Kristin melambaikan tangan, bersorak dan menyemangati. Duh aku masih ingin mengobrol bersama mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun