Aku kemudian berbelanja di warungnya. Warung itu menjual kebutuhan sehari-hari seperti alat mandi, shampo, dan lainnya. Juga ada singkong kukus, jajanan anak-anak, dan bahan-bahan untuk menginang.
Aku membeli jajanan. Lalu mengobrol soal menginang. Rupanya masyarakat setempat punya kebiasaan menginang. Jika bibir dan giginya kemerahan, pasti mereka habis menginang.
Kristin kemudian bercerita rumahnya pernah menerima tamu mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Ia kemudian bercerita apa saja. Ia juga memperbolehkanku melihat isi rumahnya.
Ia mengajariku beberapa kosakata setempat, yang susah payah kuucap dan kuingat.
Rumah Kristin merupakan rumah tradisional. Bahannya adalah kayu dan bambu. Di bagian bawah untuk ternak, di rumah panggung ada beberapa kamar yang ditutupi kelambu dan juga dapur. Di bawah atap, di langit-langit ada bagian untuk menaruh hasil panen.
Kami asyik bercerita dari sekolah, pencaharian warga setempat, puskesmas, dan lainnya hingga aku baru sadar jika aku sudah kelamaan di warung. Kulihat mobil kami tak ada di parkiran. Kata tetangga Kristin, mereka menghampiri teman-temanku di pantai.
Waduh aku ketinggalan rombongan. Aku pun jalan sambil berlari kembali menuju pantai pada cuaca yang panas. Anak-anak dan Kristin melambaikan tangan, bersorak dan menyemangati. Duh aku masih ingin mengobrol bersama mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H