Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Cerita Superhero Makin Kompleks, Jadi Kangen Kesederhanaannya

22 Juli 2022   08:43 Diperbarui: 22 Juli 2022   08:47 1987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku suka kisah Dragon Balls ketika Trunks ikut bergabung (sumber gambar: Universal Dragon Ball Wiki) 


Gara-gara ada obral buku, koleksi buku-buku DC Comics dan Marvelku jadi bertambah. Dulunya selain suka nonton film layar lebarnya, aku juga suka menyaksikan film kartun dan beberapa serial superheronya. Namun semakin ke sini cerita superhero jadi makin kompleks. Entah kenapa aku jadi kangen dengan masa-masa ketika cerita superhero masih sederhana.

Ada begitu banyak film superhero. Namun hanya ada beberapa filmnya yang suka kutonton ulang. Film-film tersebut rata-rata film-film superhero solo seperti Batman era Michael Keaton dan Christian Bale, terutama ketika lawan Penguin dan Joker. Lalu film Spider-Man era Tobey Maguire, terutama ketika Spidey melawan Dr. Octopus.

Untuk yang keroyokan, aku paling suka Trilogi X-Men yang hadir pada awal 2000-an, cerita "Dragon Balls" hingga lawan Cell, Avengers ketika muncul perdana dan Justice League versi Zack Snyder. Ditonton ulang pun film-film tersebut masih menyenangkan dan kesan usai menontonnya, tetap sama. Perasaan yang kompleks. Ada rasa terharu dan senang.
Jika kuperhatikan jumlah film superhero baik yang tayang di bioskop dan platform OTT dalam bentuk serial itu begitu banyak. Seabrek-abrek.

Aku suka kisah Dragon Balls ketika Trunks ikut bergabung (sumber gambar: Universal Dragon Ball Wiki) 
Aku suka kisah Dragon Balls ketika Trunks ikut bergabung (sumber gambar: Universal Dragon Ball Wiki) 

Dulu-dulu sebelum era 2000-an, jumlah film superhero saban tahunnya bisa dihitung dengan jari. Bahkan mungkin tidak setiap tahun ada film superhero.

Para superhero yang dikenal pada masa-masa tersebut juga tidak sebanyak era sekarang. Paling banyak superhero dari DC Comics, seperti Batman, Superman,  Wonder Woman, dan The Flash. Sedangkan untuk superhero Marvel, dulu yang beken Spider-Man, The Punisher, dan Hulk.

Tapi sekarang dunia hiburan mulai dikuasai oleh genre superhero. Genre yang mudah mendatangkan duit. Genre ini juga berhasil menjadi salah satu ikon pop culture.

Belakangan ini bahkan jumlah film superhero terasa masifnya, baik yang tayang di layar lebar, maupun di platform OTT. Para jagoan bukan hanya dari kubu DC dan Marvel. Ada juga kisah superhero lainnya seperti "The Boys", "Heroes", " The Guardians", "The Incredibles", " Super Crooks", "Hellboy", " The Crow", "Tiged & Bunny", dan berbagai serial lainnya yang juga mengusung superhero.

Dulu aku begitu antusias menontonnya. Kulahap serial "Heroes" dengan antusias. Ada penasaran dan antusias tinggi mengikuti serial "Constantine", "Smallville", "Agent of S.H.I.E.L.D", "Arrow", "Gotham", dan  "The Flash". Hingga suatu ketika aku merasa cukup. Jenuh. Ceritanya juga terasa makin ruwet dan kompleks. Aku jadi  tak menikmati lagi. Otakku malah lelah.

Mungkin kejenuhanku bermula dari "The Flash" musim kedua. Saat itu aku merasa betapa mudahnya seseorang menjadi superhero. Sebagian tokoh di cerita kemudian menjadi superhero. Sosok superhero jadi terasa tak istimewa.

Padahal waktu aku masih kecil, bagiku sosok superhero itu adalah manusia pilihan. Mereka orang yang istimewa. Mungkin hanya ada satu atau  beberapa orang yang memiliki kemampuan spesial tersebut karena tugas menjadi superhero juga tak main-main.

Ketika jumlah superhero masih terbatas, rasanya lebih menyenangkan (dokpri) 
Ketika jumlah superhero masih terbatas, rasanya lebih menyenangkan (dokpri) 


Tetap Ikuti Film Layar Lebar Superhero
Meski aku mulai merasa jenuh dengan film superhero, aku tetap mencoba mengikuti film-filmnya, terutama yang tayang di layar lebar. Untuk serialnya aku berhenti total, kecuali ketika kemudian MCU merilis serialnya di Disney Plus.

Mungkin aku memang penasaran atau juga tak ingin ketinggalan info sehingga aku tetap mengikuti satu demi satu film superhero. Atau mungkin karena aku juga masih menyukai kisah superhero, namun berharap jalan ceritanya yang benar-benar bagus dan fresh.
Film- film blockbuster seperti "Avengers 2", franchise Thor, franchise Iron Man,  franchise Guardians of Galaxy, "Green Lantern", "Shazam!", "Eternals", "Morbius", dan masih banyak lainnya terasa tipikal. Tak asyik di tonton kedua kalinya. Bagiku hanya film yang ditonton karena rasa penasaran dan agar bisa mengikuti jalan cerita ke depannya.

Sebenarnya kisah Green Lantern dalam komik dan kemunculannga di animasi jauh lebih baik (dokpri) 
Sebenarnya kisah Green Lantern dalam komik dan kemunculannga di animasi jauh lebih baik (dokpri) 

Namun film seperti "Deadpool 2", " Spider-Man: Into The Spider-verse", dan "The Suicide Squad" (2021) itu fresh. Jalan ceritanya terasa segar. Porsi jenaka dan muatan pesan yang ingin disampaikan itu pas. Film "Avengers: Endgame" juga masuk sebagai tontonan yang memberikan nuansa kompleks. Ia memberikan kejutan dan perasaan haru biru ketika menyaksikannya.

Untuk serialnya, menurutku film seperti "WandaVision", "Moon Knight, dan "What If" itu patut diapresiasi. Ceritanya menarik dan dieksekusi dengan baik. Ketika menyaksikan animasi "What If", aku merasakan kesan kagum dan tertegun, juga terharu seperti ketika menyaksikan film-film animasi superhero DC Comics.

Cerita Superhero Kompleks vs Sederhana
Mulai fase keempat, cerita superhero Marvel terasa makin kompleks. Mungkin sejak " Guardians of Galaxy" dan "Captain Marvel" tingkat kompleksnya mulai terasa dengan begitu banyaknya galaksi. Bumi mungkin ibarat partikel kecil di semesta.

Cerita superhero Marvel makin kompleks dengan konsep time travel, multiverse, dewa-dewa, dan makhluk lain seperti Eternals, Inhuman, Jin, dan lainnya. Juga isu LGBT yang makin kental. Entah kenapa aku merasa dengan kemunculan berbagai entitas, makin menciptakan lubang-lubang cerita. Atau mungkin sengaja lubang itu dibuat. Misalnya mengapa dewa-dewa tidak terlibat saat Thanos menginvansi bumi, apakah dewa-dewa itu mencakup semesta atau hanya dewa di bumi saja, dan lainnya.

Jika baca buku ini cerita MCU bakal makin kompleks. Ada dunia monster kegelapan seperti Dracula (dokpri) 
Jika baca buku ini cerita MCU bakal makin kompleks. Ada dunia monster kegelapan seperti Dracula (dokpri) 

Jika kubuka halaman buku-buku Marvel yang kupunya, ke depan bisa jadi ceritanya makin melebar. Ada underworld dengan makhluknya seperti Dracula, Frankenstein, dan monster lainnya. Adanya konsep multiverse juga membuat cerita bisa dikemas beragam. Dalam komik, Black Widow digambarkan punya hubungan spesial dengan Hawkeye, di cerita lain dengan Winter Soldier, dan lainnya. Demikian juga dengan Cyclops yang menikah dengan Jean Grey dan kemudian dikisahkan juga menikah dengan Madelyne Pryor, kloningan Jean.

Rumit. Oleh karenanya memang benar film superhero bukan film anak-anak karena jalan ceritanya kompleks.

Demikian juga dengan kisah superhero dalam DC Comics.  Ada cerita di mana tokoh superhero bisa dibangkitkan. Waktu bisa direset. Juga ada konsep dunia paralel ketika kemudian Superman menjadi diktator setelah Lois meninggal. Kemudian juga ada kisah Green Lantern mengamuk membabi buta karena kerasukan. Juga ada beragam cerita lainnya yang membuatku puyeng, meski ya aku masih membaca dan menontonnya.

Meski cerita multiverse dan lainnya itu membuat penasaran, aku sebenarnya kangen dengan cerita superhero yang sederhana. Kisah Spider-Man yang seorang mahasiswa biasa era Tobey itu malah menurutku terbaik, meski tidak mirip dengan kisah dalam komiknya. Spider-Man nya terasa manusiawi dan membumi.

Aku suka Batman era Michael Keaton, aneh dan misterius (sumber gambar: Kincir.com) 
Aku suka Batman era Michael Keaton, aneh dan misterius (sumber gambar: Kincir.com) 

Demikian juga dengan kisah-kisah Batman era Michael Keaton yang kental dengan nuansa Gotham yang aneh, suram, dan misterius. Penggambaran suasana Gotham itu menarik seperti dunia sirkus yang menampilkan sosok-sosok eksotis. Terkesan misterius.

Batman era Christian Bale juga seru ditonton sekian kali. Gambaran Gotham yang bobrok di mana membuat sejumlah pihak merasa putus ada juga terlihat.

Sebenarnya Batman era Ben Affleck tak buruk. Gambaran fisiknya mirip di komik, demikian juga dengan tingkat kebrutalannya. Hanya ceritanya yang kurang apik. Aku juga masih antusias dengan Batman versi Robert Pattinson yang nampak tertekan.

Menurutku kisah Batman ini masih potensial ke depannya. Ceritanya yang hanya fokus di dunia Gotham menurutku malah menarik karena pondasi dunia Gotham yang kelam itu tersusun dengan apik.

Untuk film superhero keroyokan, aku masih memfavoritkan trilogi X-Men era 2000-an. Jajaran pemerannya brilian, jalan ceritanya menarik. Hanya kurang konsistensi dan kesinambungan cerita antara film pertama dan berikutnya.

Aku sebenarnya mulai kembali jenuh dengan film superhero. Namun ya sepertinya aku akan mengikutinya, meski mungkin bakal lebih selektif untuk nonton di bioskop. Mending sebagian kutunggu di platform OTT saja, daripada kecewa. Paling yang antusias ingin kutonton adalah "Sri Asih".

Yang paling ingin kutonton ke depan adalah
Yang paling ingin kutonton ke depan adalah "Sri Asih" (Sumber gambar: suara.com) 

Ke depan akan hadir "She-Hulk", "The Marvels", "Black Panther 2", 'Black Adam", dan lainnya. Sepertinya MCU akan lebih banyak menghadirkan superhero perempuan ke depannya, meski ya jadi terasa generik karena seperti tiap superhero seperti 'harus' ada versi perempuannya. Isu gender swap dan keberagaman menurutku juga mulai keblinger di film-film superhero.

Ini adalah cerita ngalor-ngidul tentang film superhero. Mungkin aku perlu detoks film superhero dan kembali berkubang di film-film animasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun