Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Apakah Disney Berubah Image dan Target Penonton?

6 Juli 2022   23:07 Diperbarui: 6 Juli 2022   23:22 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dulu apabila ayah menyewa kaset video Betamax, kami begitu gembira. Apalagi jika di dalam tumpukan kaset itu ada banyak film animasi Disney. Sejak dulu terpatri di benak, Disney adalah produsen film anak-anak yang lucu dan juga kisah dongeng yang menakjubkan. Namun belakangan sepertinya target penonton Disney mulai berubah. Apakah Disney mengubah citra dan target penonton mereka?

Siapa yang tak kenal dengan putri-putri Disney seperti Putri Aurora, Ariel Little Mermaid, Putri Anna dan Ratu Elsa, Moana, Mulan, Pocahontas, Raya, Snow White, Belle, dan masih banyak lagi? Sebagian di antara mereka memiliki perjalanan hidup yang mengesankan dan kemudian hidup berbahagia bersama pangeran yang tampan.

Namun bagaimana bila suatu ketika Disney menghadirkan karakter puteri yang tak menyukai pangeran tampan, melainkan puteri yang juga menarik? Ehm apakah imaji kita selama ini tentang puteri dan pangeran hidup berbahagia selamanya perlu dikoreksi?

Dunia telah berubah. Dengan kemudahan penyebaran informasi dewasa ini komunitas LGBTQ+ ingin diakui. Mereka menginginkan  ada representasi mereka di film-film, termasuk film Disney.

Disney sendiri menunjukkan dukungan terhadap keragaman ras, gender, dan komunitas LGBTQ+. Jika dulunya mereka masih ragu-ragu untuk menunjukkan dukungan terhadap komunitas pelangi tersebut lewat film-filmnya, maka belakangan ini mereka makin berani menyisipkan nya di film-film animasi dan juga film superhero yang diproduksi Disney dan anak perusahaannya.

Hal ini tentunya menimbulkan pro dan kontra. Di negara yang liberal mungkin hal tersebut nampak biasa, meski jika kita rajin membaca opini di forum-forum mancanegara sebagian mulai eneq jika pesan LGBTQ+ tersebut terlalu dipaksakan masuk di dalam cerita dan bukan sesuatu yang signifikan di film tersebut. 

Kalian tentu masih ingat dengan film serial "Cowboy Bebop" yang dipetisi oleh para fans karena tokoh utama perempuan dari yang awalnya di cerita original adalah sosok hetero digambarkan menyukai sesama jenis. Memang bukan film Disney, tapi ini contoh di mana sisipan pesan tersebut dipaksakan.

Namun sebenarnya dukungan Disney terhadap komunitas pelangi bukan hanya belakangan ini, meski sekarang makin besar. Dulu mereka masih menyamarkan nya dan tidak mencolok, sehingga publik pun jarang menyadarinya. Ini bisa diamati di film live action "Beauty and The Beast" (2017) di mana digambarkan menyukai sosok Gaston dan juga ada adegan menari sesama pria.

Adegan LGBTQ+ di film
Adegan LGBTQ+ di film "Beauty and The Beast" yang sempat undang kontroversi (sumber gambar: Insider) 


Namun yang memang mencolok perhatian adalah di film "Eternals" karena ada adegan eksplisit hubungan romantis antara sesama pria. Lalu ada adegan implisit di "Doctor Strange 2" dengan orang tua dari America Chaves yang dua-duanya perempuan. Disusul kemudian dengan adegan romantis sesama di film "Lightyear" dan kini juga ditemui simbol-simbol LGBTQ+ di film "Thor: Love and Thunder". Jangan lupa ada adegan ciuman sesama jenis di film serial "Only Murders in the Building".

Di beberapa negara yang ketat, film-film yang mengandung konten LGBTQ+ tersebut dilarang tayang. Di Rusia, film "Eternals" mendapat rating usia 18+. Mirip dengan di Singapura, film tersebut mendapat rating M18+ karena selain ada konten LGBTQ+ juga ada adegan panas.

Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Ketika kami di bawah naungan komunitas KOMIK melakukan kunjungan dengan LSF, kami juga membahas hal tersebut.

Posisi Indonesia adalah di tengah-tengah. Ia tidak liberal juga bukan negara yang begitu konservatif. Apalagi sebenarnya komunitas LGBTQ+ ada di sekitar kita, termasuk di Indonesia.

Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto mengingatkan Komiker akan adanya lima gender di Sulawesi Selatan yang sudah ada sejak lampau. Aku jadi ingat materi yang kubaca di pameran di Fisip UI bertahun-tahun silam. Ada orawane (pria), makkunrai (perempuan), calabai (laki-laki tapi berperilaku seperti perempuan), calalai (tomboi), dan bissu (perpaduan semua gender).

Oleh karena komunitas LGBTQ+ ada di sekitar kita maka sebenarnya tidak apa-apa jika masyarakat diajak mengenal mereka, namun tentunya ada remnya.  Direm oleh rating usia dan sensor adegan. Oleh karenanya penonton harus bijak dalam menonton bersama anak. Mereka harus tahu rating usia film yang akan ditonton bersama.

Film-film anak Disney rata-rata segala umur. Namun berbeda halnya dengan film  superhero. Film superhero Disney rata-rata memiliki rating PG-13+ karena ada adegan kekerasan dan konflik yang agak rumit. Perlu ada pendampingan orang dewasa di sini.

Film "Doctor Strange 2" meski ada pesan LGBTQ+ namun hanya mendapat rating usia PG13+ karena adegannya implisit. Remaja 13 tahun dan mungkin sebagian penonton tidak menyadarinya. Adegan panas dan adegan romantis sesama jenis di "Eternals" dibabat habis di Indonesia sehingga bisa ditonton usia 13 tahun ke atas.

Sebenarnya sejak
Sebenarnya sejak "Thor 3" sosok Valkyrie adalah representasi LGBT (sumber gambar: Detikhot) 

Namun yang mengejutkanku adalah film "Thor 4" karena selain ada adegan Thor yang tak mengenakan pakaian juga bertebaran pesan LGBTQ+. Film ini rupanya hanya mendapat rating PG13+. Apa karena filmnya lebih ke komedi sehingga lebih 'aman'?

Dari sini aku melihat ke depan mungkin akan semakin banyak konten LGBTQ+ di film-film Disney. Siapa tahu ke depan juga Disney akan meningkatkan adegan kekerasan di film. Sehingga, Disney sepertinya bukan lagi akan kita kenal sebagai produsen film keluarga.

Film-film Disney tak bisa lagi disebut sebagai film segala umur. Perlu dicek isi dan rating usianya. Branding Disney dan target usia penonton Disney telah berubah. Mungkin akan lebih pas Disney mem-branding dirinya sebagai kanal hiburan yang merepresentasikan semua kalangan, gender, ras, dan LGBTQ+.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun