Beberapa hari lalu aku membaca artikel Dayvia Apriliya, mahasiswa komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang bercerita tentang pengalamannya membuat film dokumenter berjudul "Ngrenehan: Antara Laut dan Kehidupan". Film yang berhasil masuk sebagai juara favorit kategori mahasiswa di lomba film dokumenter yang diadakan oleh Erlangga ini membuatku penasaran. Seusai menyaksikannya, aku memberikan dua jempol atas kerja keras Dayvia dan teman-temannya.Â
Pantai dan laut adalah sumber mata pencaharian bagi warga di sekelilingnya. Pantai yang bersih dan indah bisa menjadi obyek wisata. Sedangkan hasil dari lautan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan lauk-pauk dan menjadi mata pencaharian.Â
Pantai Ngrenehan, adalah salah satu pantai di wilayah Gunung Kidul Yogyakarta. Dibandingkan Pantai Kukup dan Baron, mungkin namanya relatif kurang populer bagi wisatawan dari luar Yogyakarta. Lokasinya juga cukup jauh dibandingkan  pantai-pantai tersebut. Lokasinya di Desa Kanigoro,  30 kilometer dari Wonosati.Â
Ngrenehan, menurut cerita Supardi, sejarawan, yang didapat dari cerita turun-temurun orang tuanya adalah pantai yang menjadi lokasi beristirahat Prabu Brawijaya. Awalnya namanya Ngrenohan. Lokasinya dekat dengan Pantai Ngobaran yang menjadi lokasi pertapaan dan petilasan jaman Brawijaya.Â
Warga sekitar umumnya memanfaatkan tanah sekitar yang subur di Ngrenehan untuk bertanam. Tak sedikit juga warga yang mengeksplorasi hasil laut sebagai tulang punggung.Â
Sudah lebih dari satu dekade di daerah ini ada tempat pelelangan ikan (TPI). Adanya TPI ini sangat membantu para nelayan dalam menjual hasil tangkapannya. Mereka tak harus pergi jauh lagi untuk mendapatkan uang dari hasil melaut.Â
Para nelayan di Ngrenehan telah mendapatkan edukasi tentang pelestarian biota laut. Mereka, Â jelas nelayan bernama Langkir,.diberikan informasi ada berbagai biota laut yang dilarang ditangkap dan dijual seperti lumba-lumba, penyu, dan lainnya. Mereka mematuhinya agar laut di daerah mereka tetap lestari dan keindahan serta isinya dapat dinikmati oleh anak cucu mereka.Â
Agar hasil laut tersebut dapat optimal, ibu-ibu Ngrenehan mengolah ikan dan hasil laut menjadi krispi ikan dan abon ikan. Juga ada banyak tempat makan di sekitaran pantai.Â
Pardilah, salah satu pengusaha makanan. Hasil ikan dapat diolah menjadi camilan dan buah tangan wisatawan. Ia juga sedang belajar mengolah sesuatu yang dulunya dianggap 'sampah' Â menjadi santapan yang lezat. Krispi kulit ikan dan krispi kepala udang, misalnya.Â
Hasil berjualan makanan dan oleh-oleh ini dapat digunakan untuk menambah penghasilan mereka. Para ibu pedagang makanan juga kerap menularkan keahlian mereka ke warga lainnya. Mereka juga beberapa kali diundang pemerintah daerah setempat untuk pameran atau berbagi pengalaman mereka.Â
Sebagai penutup dalam film dokumenter berdurasi sekitar 16 menitan ini disampaikan edukasi pentingnya menjaga kebersihan pantai oleh para wisatawan. Sehingga Ngrenehan bukan hanya bawah lautnya yang menghasilkan, permukaannya berupa pantai juga menjadi daya tarik wisatawan asal tetap terjaga keindahan dan kebersihannya.Â
Menurutku film dokumenter ini secara visual indah dan informatif. Tiga narasumber yang dihadirkan cukup representatif. Editingnya juga cukup rapi. Narasinya juga suaranya jelas dan nyaman didengar.Â
Kalian bisa menyaksikan film dokumenter ini cuma-cuma di Youtube di bawah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H