Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Peringatan Hari Film Nasional KOMiK Berkolaborasi dengan Museum Penerangan

27 Maret 2022   15:38 Diperbarui: 27 Maret 2022   16:01 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak dan cucu Pak Usmar Ismail (dokpri) 

Pagi pukul delapan lewat kami sudah memasuki pintu tiga TMII. Setelah melakukan scanning aplikasi Peduli Lindungi, kami pun menuju Museum Penerangan. Jarak dari pintu masuk ke lokasi acara sekitar 1 kiloan meter. Aku terkejut melihat TMII yang banyak berubah.

Terakhir ke TMII saat Asian Games 2018, menyaksikan pertandingan kabaddi,  karena penasaran seperti apa wujud olah raganya. Ternyata seperti permainan gobak sodor. Waktu itu pulangnya nyasar, dan muncul di dekat Museum Penerangan, tapi waktu itu tak jadi mampir karena sudah janji mau ke Galeri Nasional.

Akhirnya baru kali pertama ini ke Museum Penerangan. Sepanjang jalan aku terkejut melihat revitalisasi besar-besaran TMII. Hanya sebagian anjungan, museum, Keong Mas, dan Taman Burung yang masih dibuka, lainnya tutup dan direnovasi. Alhasil TMII jadi sepi dan seperti kompleks mati.

Museumnya cukup megah dan terawat (dokpri) 
Museumnya cukup megah dan terawat (dokpri) 


Oleh karenanya ketika mba Francisca dari Museum Penerangan menghubungiku, reaksi pertamaku, eh memang museumnya buka? Kupikir selama pandemi dan saat revitalisasi, semuanya tutup. Ternyata Museum Penerangan buka setiap hari dari pukul 09.00-15.00 WIB.

Ini semua karena buku "Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema" yang dirilis KOMiK November 2021. Rupanya mba Francisca adalah kawan mba Denik, Komiker salah satu penulis di buku ini. Ia membeli buku ini lewat mba Denik. Ia mengaku menyukai isinya dan mengundang KOMik untuk mengadakan acara di Museum Penerangan (Muspen).

Waktu itu aku mengusulkan acara peringatan Hari Film Nasional, tapi belum tahu detailnya. Tiba-tiba tanggal 17 Maret, aku diperkenalkan oleh ketua panitia acara peringatan Hari Film Nasional, mba Dwi Nurhidayah. Singkat kata jadilah acaranya. Tanggal 19 Maret kami pun meluncurkan pengumuman acara dengan target peserta maksimal 15 peserta.

Kendaraan operasional RRI jaman dulu (dokpri) 
Kendaraan operasional RRI jaman dulu (dokpri) 
Tapi rupanya animo peserta cukup tinggi. Ada 27 peserta terdaftar. Pihak Muspen pun menyetujui. Jadi kami membatalkan hybrid dan semuanya offline.


Ini menyenangkan. Dalam waktu kurang dari dua minggu, acara berjalan baik dan lancar. Bahkan kemudian pihak Muspen memberitahukan kabar gembira, pihak keluarga Usmar Ismail bisa hadir.

Kembali ke acara, pukul 08.30 WIB, sudah ada beberapa peserta yang datang. Kami berfoto di depan Museum, memotret bus TVRI dan RRI jaman dulu yang dipajang di halaman, serta melongok koleksinya sebelum acara resmi dibuka.

Koleksinya berkisar tentang informasi, dari media cetak, radio, televisi, film, hingga saluran informasi digital (dokpri) 
Koleksinya berkisar tentang informasi, dari media cetak, radio, televisi, film, hingga saluran informasi digital (dokpri) 


Sekitar pukul 09.30 WIB, baru acara dibuka secara resmi, diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan sambutan dari Kapokja Layanan Pengunjung dan Program Publik Vetri Ridha Bhineka.

Kami kemudian diajak tur museum oleh pemandu bernama Deyan M. Aji. Mas Deyan menjelaskan koleksi museum yang begitu banyak, dari kontribusi informasi dalam rangka membantu perjuangan, peralatan jaman dulu untuk menyampaikan informasi, sejarah pers, TVRI, RRI, hingga sejarah perfilman.

Kami mendapat asupan sejarah informasi dari sejak dahulu kala (dokpri) 
Kami mendapat asupan sejarah informasi dari sejak dahulu kala (dokpri) 


Tentang koleksi Museum Penerangan secara lengkap akan kuceritakan suatu kali. Yang ikonik adalah koleksi boneka si Unyil, kemudian ada mesin cetak yang sangat berat dan besar, juga sudut yang khusus membahas bapak perfilman nasional yakni Usmar Ismail.

Kemudian usai berkeliling kami pun nobar film Indonesia pertama berjudul "Darah dan Doa". Film ini salah satu di antara tiga film karya Usmar Ismail yang sudah direstorasi.

Ceritanya mengisahkan long march Siliwangi setelah peristiwa PKI Madiun,  perjanjian Renville, dan disusul dengan Agresi Militer Belanda II. Long march berbulan-bulan ini melelahkan. Tak sedikit prajurit yang membawa keluarganya, melalui hutan, sungai, dan ada kalanya berpapasan dengan pihak NICA.

Yang membuat nelangsa di film ini dikisahkan pertempuran melawan bangsa sendiri, pemberontakan PKI dan DI/TII. Para prajurit di sini nampak 'kurang tega' melawan pemberontak yang masih satu bangsa.

Cerita filmnya mungkin kupaparkan sendiri nanti. Filmnya mungkin tak seheroik film perjuangan pada umumnya. Tokoh utamanya juga digambarkan abu-abu.

Humaidy bahas tentang isi buku film buatan KOMiK (dokpri) 
Humaidy bahas tentang isi buku film buatan KOMiK (dokpri) 


Selesai nobar dan makan siang, kami memulai sesi diskusi. Sesi pertama adalah paparan dari salah satu admin KOMiK yakni Achmad Humaidy. Ia menyampaikan isi dari buku yang dirilis KOMiK dengan dimoderatori Wildan dari Muspen.

Selanjutnya adalah ngobrol dan diskusi dengan anak dan cucu dari pahlawan nasional Usmar Ismail. Ada Pak Nureddin Ismail, Pak Badai Saelan, dan Dinka.

Ketiganya begitu rendah hati dan antusias menjawab pertanyaan kami. Pak Nureddin bercerita ia kehilangan ayahnya ketika baru berusia 20 tahunan. Ia sosok ayah yang dekat dengan keluarganya. Ia suka mengajak anak-anaknya ke lokasi syuting, ke Banyuwangi dan ke lainnya.

Anak dan cucu Pak Usmar Ismail (dokpri) 
Anak dan cucu Pak Usmar Ismail (dokpri) 

Ayahnya ini, cerita Pak Nureddin, sangat gemar nonton film sejak kecil. Setiap sore hari di Sumatera Barat, ia nonton film apa saja.  

Saat ini baru ada tiga film yang direstorasi. Ada "Tiga Dara", "Darah dan Doa", dan "Lewat Jam Malam". Biaya restorasi begitu besar, sehingga belum semua film karya Usmar Ismail yang sudah direstorasi.

Memang selama hidupnya, karya Usmar bukan hanya film perjuangan, ada film musikal juga film drama komedi. Namun menurut Pak Badai, kakeknya paling suka membuat film perjuangan karena sesuai dengan idealismenya.

Oh iya pada tanggal 29 ada pameran tentang Usmar Ismail di Dialogue Kemang. Juga akan ada pemutaran film Usmar dalam rangka memperingati Hari Film Nasional.

Tentang sejarah film nasional (dokpri) 
Tentang sejarah film nasional (dokpri) 


Waktu pun menunjukkan pukul 15.00 WIB. Acara pun berakhir. Terima kasih Museum Penerangan, Usmar Ismail Cinema Society, dan juga teman-teman Komiker atas keseruan acaranya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun