Selanjutnya adalah ngobrol dan diskusi dengan anak dan cucu dari pahlawan nasional Usmar Ismail. Ada Pak Nureddin Ismail, Pak Badai Saelan, dan Dinka.
Ketiganya begitu rendah hati dan antusias menjawab pertanyaan kami. Pak Nureddin bercerita ia kehilangan ayahnya ketika baru berusia 20 tahunan. Ia sosok ayah yang dekat dengan keluarganya. Ia suka mengajak anak-anaknya ke lokasi syuting, ke Banyuwangi dan ke lainnya.
Ayahnya ini, cerita Pak Nureddin, sangat gemar nonton film sejak kecil. Setiap sore hari di Sumatera Barat, ia nonton film apa saja. Â
Saat ini baru ada tiga film yang direstorasi. Ada "Tiga Dara", "Darah dan Doa", dan "Lewat Jam Malam". Biaya restorasi begitu besar, sehingga belum semua film karya Usmar Ismail yang sudah direstorasi.
Memang selama hidupnya, karya Usmar bukan hanya film perjuangan, ada film musikal juga film drama komedi. Namun menurut Pak Badai, kakeknya paling suka membuat film perjuangan karena sesuai dengan idealismenya.
Oh iya pada tanggal 29 ada pameran tentang Usmar Ismail di Dialogue Kemang. Juga akan ada pemutaran film Usmar dalam rangka memperingati Hari Film Nasional.
Waktu pun menunjukkan pukul 15.00 WIB. Acara pun berakhir. Terima kasih Museum Penerangan, Usmar Ismail Cinema Society, dan juga teman-teman Komiker atas keseruan acaranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H