Shaista Khan baru saja menikah. Ia tinggal bersama istrinya, Benazir, di rumah yang kurang layak. Sejak mengungsi bersama sukunya sekian tahun silam, mereka  tinggal di kawasan pengungsian di Kabul yang sebenarnya kurang layak. Mereka selalu was-was jika suatu saat pemukiman mereka menjadi sasaran bom atau adu tembak antara tentara Afghanistan, Taliban, dan pasukan Amerika. Cerita sedih ini dikisahkan dalam film dokumenter berjudul "Three Songs for Benazir".
Suatu ketika Shaista ingin mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Pendidikan Shaista sendiri terbatas. Namun ia ingin sekali mendapatkan pekerjaan yang cukup layak.
Selama ini ia  bekerja membuat batu bata. Kadang-kadang ia diajak memanen opium. Namun sebenarnya ia ingin sekali bergabung menjadi tentara nasional Afghanistan. Ketika ia menyampaikan rencananya ke ayahnya, ayahnya memintanya untuk melupakan dan membujuknya pergi memanen opium.
Namun Shaista tidak putus asa. Ia datang untuk melamar sebagai tentara. Ia diterima, asal ia mengisi dan mengembalikan formulir. Sesepuh di kampungnya tak ada yang setuju dengan rencananya. Mereka tak ingin bertanggung atau menanggung Benazir yang sedang hamil.
Shaista pun menjadi dilema.
Film dokumenter pendek ini berhasil lolos masuk nominasi Oscar 2022 kategori film dokumenter pendek. Ia bersaing dengan empat film lainnya, "Audible", "The Queen of Basketball", "Lead Me Home", dan "When We Were Bullies".
Dengan durasi yang kurang dari 30 menit, Elizabeth Mirzaei dan Gulistan Mirzaei memberikan gambaran kepada penonton kehidupan sehari-hari Shaista bersama istrinya yang serba kekurangan, juga selintas kehidupan suku mereka.
Tak banyak hiburan dan fasilitas di sekeliling mereka. Semuanya serba terbatas. Tak ada sekolah di tempat mereka. Bangunan pemukiman pun ala kadarnya.
Terlihat seorang perempuan menggunakan radio untuk dapat mendengarkan lagu-lagu. Ia nampak gembira mendengarkan lagu-lagu tersebut.