Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The House", Omnibus Animasi yang Suram dan Seram

9 Maret 2022   16:54 Diperbarui: 12 Maret 2022   15:05 1749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanya ada dua penyewa yang selama setahun ini tak membayar (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)

Apabila kalian mengira film "The House" ini adalah sebuah animasi segala umur yang memiliki nuansa manis dan hangat, maka kalian salah terka. Film animasi "The House" merupakan jenis omnibus, ada tiga animasi pendek dengan genre horor. Ketiga animasi pendek ini memiliki benang merah berkaitan dengan rumah.

Dalam film omnibus berdurasi 97 menit ini cerita pertama berjudul "And Heard Within, A Lie is Spun". Ceritanya tentang keluarga miskin yang terdiri dari pasangan suami istri dan dua anak kecil.

Keluarga ini suatu kali kedatangan tamu dari sanak saudara pihak suami yang kaya raya. Setelah mereka pulang, si ayah nampak terhina dan kesal dengan kata-kata saudaranya.

Si ayah kemudian malam-malam mencari angin dan bertemu seseorang yang misterius. Ia menjanjikan rumah besar untuk mereka. Gratis. Hanya sebagai gantinya rumah lama mereka akan menjadi miliknya.

Kedua anak kebingungan melihat kondisi rumah mereka yang terus berubah (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)
Kedua anak kebingungan melihat kondisi rumah mereka yang terus berubah (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)

Namun tak ada makan siang gratis. Ada sesuatu mengerikan akan menghampiri keluarga tersebut.

Dalam cerita kedua, "The Lost is Truth, That Can't be Won", ada seorang tikus yang bisa berbicara dan berkelakuan seperti manusia. Ia seorang developer yang karena krisis keuangan akhirnya harus menangani rumah itu sendiri tanpa bantuan anak buahnya.

Ada banyak larva dan serangga menjijikkan yang muncul dari dinding dan lemari. Ia ketakutan dan merasa jijik.

Sementara tagihan bank terus datang, sehingga mau tak mau ia harus menemukan pembeli. Hingga suatu ketika rumah cukup rapi dan ia melakukan open house. Kemudian ia mendapati ada calon pembeli misterius.

Cerita ketiga berjudul "Listen Again dan Seek the Sun". Rosa, si kucing yang bisa berbicara, adalah pemilik rumah sewa yang ingin merenovasi rumahnya.

Hanya ada dua penyewa yang selama setahun ini tak membayar (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)
Hanya ada dua penyewa yang selama setahun ini tak membayar (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)
Hanya ada dua penyewa di rumahnya yang hanya membayar dengan makan siang dan ikan. Ia merasa frustasi dan ingin mengusir mereka. Hingga datang seorang tamu yang mengajaknya pergi. Rosa enggan. Ia lupa bila rumahnya selama ini telah dikelilingi air banjir dan air itu bisa masuk ke dalam rumahnya sewaktu-waktu.

Sebuah Cerita Horor ala Stop Motion

Ketiga cerita yang ditulis oleh Enda Walsh ini memiliki genre horor dengan rasa yang berbeda. Film ini dibesut keroyokan oleh Emma de Swaef, Marc James Roels, Niki Lindroth von Bahr, dan Paloma Baeza.

Cerita pertama mengingatkanku pada beberapa film yang setiap saat rumahnya harus direnovasi, misalnya "The Winchester". Kalau di dunia mistis Jawa ada yang namanya pesugihan kandang bubrah, di mana pemiliknya setiap tahun melakukan renovasi rumah.

Atmosfer dalam film pertama ini sejak awal sudah gelap dan seram. Kedua orangtua kayaknya terhipnotis oleh kekayaan mendadak, sehingga tak sadar dengan keadaan sekelilingnya. Sedangkan kedua anak yang polos tak bisa berbuat banyak untuk menyadarkan kedua orangtua mereka.

Menurutku ini cerita yang paling bagus dibandingkan kedua film berikutnya. Horor klasik yang mencekam.

Ada sesuatu mengerikan di balik rumah gratis tersebut (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)
Ada sesuatu mengerikan di balik rumah gratis tersebut (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)

Film kedua itu horornya jenis teror psikologi dari larva dan serangga yang menjijikkan. Secara umum tonenya itu menyedihkan dan membuat frustasi.

Seharusnya si developer bisa mencegah sesuatu yang buruk makin memburuk. Tapi ia memang sudah nampak lelah secara fisik dan psikologi sehingga tak sadar 'winter is coming'.

Sementara film ketiga ini memiliki nuansa distopia. Sebuah cerita yang menurutku memiliki unsur depresif. Si kucing tak sadar akan lingkungan sekelilingnya, hanya tinggal rumahnya sendirian di tengah-tengah banjir yang sudah seperti lautan.

Ia hanya ingin harapan sederhananya terwujud, merenovasi rumahnya. Ia menunggu hingga seseorang dan sesuatu mengetuknya, menyadarkannya.

Sebuah omnibus animasi yang menarik. Jenis animasi ini sendiri adalah stop motion yang punya tingkat kesulitan tersendiri.

Animasi stop motion sendiri merupakan jenis animasi yang memanipulasi pergerakan benda mati sehingga nampak bergerak. Biasanya benda mati ini berupa foto, boneka, dan lainnya. Bonekanya sendiri bisa dibuat dari plastisin, kain flanel, dan lainnya.

Kesulitan animasi stop motion selain menciptakan banyak frame agar pergerakan semakin halus, adalah membuat desain setnya. Ini mirip seperti membuat rumah boneka. Semakin detail maka akan semakin sulit dan semakin mengeluarkan biaya.

Oleh karenanya menggunakan rumah yang sama dalam ketiga cerita ini adalah langkah yang cerdik. Selain juga memberi bingkai fantasi dalam omnibus, rumah tersebut memiliki sesuatu.

Si developer mendapatkan tamu misterius (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)
Si developer mendapatkan tamu misterius (Sumber gambar: Netflix dalam IMDb)

Film animasi "The House" adalah animasi dewasa yang memiliki nuansa suram dan seram. Cerita horornya agak nanggung, dan kualitas stop motion-nya kurang wah. Film ini tayang di Netflix dan skor: 7.5/10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun