Hati-hati melihat mata kucing atau anjing. Kalian bisa tersentuh, terhipnotis, dan kemudian malah berakhir memeliharanya.
Nama Kembangmanggis yang merupakan nama samaran dari Baby Ahnan, tak asing bagiku. Aku mengoleksi buku sketsanya, buku yang memiliki ilustrasi cantik buatannya.
Namun buku yang hendak kubahas ini bukan buku sketsa, melainkan novel dengan judul "Warisan", tentang sifat si cucu yang rupanya tak beda jauh dari si nenek. Keduanya rupanya sama perangainya, meski si cucu awalnya menolak mengakuinya.
Ia adalah Indi. Mahasiswi ini punya nenek usia 80 tahunan yang hidup seorang diri di rumahnya yang lumayan besar. Sebenarnya kata seorang diri tak tepat. Rumahnya begitu ramai. Ada 17 anjing bersamanya. Anjing-anjing ini adalah anjing telantar yang diasuhnya seperti cucunya. Bahkan ia nampaknya lebih perhatian kepada para anjingnya, daripada kepada para cucunya.
Masalah pertama berkaitan dengan Indi ketika eyangnya menyuratinya. Ia meminta tolong kepada Indi agar membantunya pindahan. Ya, pindahan rumah sebenarnya sih bukan suatu hal yang sulit. Yang rumit adalah memindahkan anjing-anjing tersebut. Memasukkan anjing ke kandang-kandang dan memindahkannya sungguh merepotkan.
Peristiwa kedua yang membuat Indi benci setengah mati ke anjing ketika ia menjaga neneknya yang tengah sakit selama sebulan. Lagi-lagi seperti sebelumnya, tak ada anak atau cucu lainnya bersedia membantunya menjaga si nenek dan mengurus anjing-anjingnya.
Namun urusan si anjing ternyata lebih pelik. Indi dan si nenek berulang kali bertengkar, tentang masalah makanan kesukaan anjing yang berbeda-beda, wadah makanan anjing yang tidak disetujui neneknya, hingga masalah kutu anjing. Indi merasa kesal, lagi-lagi si nenek hanya peduli ke urusan anjing-anjingnya. Sejak itu Indi benci sekali mendengar kata anjing.
Sebuah Cerita Hangat tentang Hubungan Cucu dan Si Nenek
Membaca cerita novel setebal 270 halaman ini membuatku tertawa geli, juga teringat pada sosok almarhum nenek. Sepertinya hubunganku dengan nenek mirip dengan yang dialami Indi dan neneknya. Kami sama-sama dekat dan terhubung oleh nenek karena hewan peliharaan.
Jika Indi dan neneknya sibuk mengurus anjing, nenekku dulu rumahnya penuh kucing. Rumah nenekku ada di sebelah rumahku dan terhubung oleh pintu belakang.
Jika pintu belakang kubuka, maka aku akan disambut belasan kucing. Dulu kucing nenek pernah sampai berjumlah 13 ekor dan jumlah yang banyak itu sebenarnya merepotkannya. Hanya ia tak tega membuang kucing-kucing, karena kucing-kucing itu hadir sendiri, seperti mengetuk pintunya dan meminta tolong untuk dirawat dan disayanginya.
Ibu, paman, dan bibi kerap meminta tolong padaku untuk membujuk nenek membuang kucing-kucingnya. Mereka merasa keberadaan kucing terlalu banyak sungguh menganggu. Bulu di mana-mana dan bikin aroma rumah tak sedap.
Aku sendiri juga sama seperti sama, kerepotan dengan mereka. Tapi setiap kali aku melihat mata mereka, aku tak tega berbuat jahat dengan membuangnya. Akhirnya aku membantu nenek sebisanya, memberi mereka makan, membersihkan matanya, dan menyayangi mereka.
Hal ini sama dengan yang dialami oleh Indi, tokoh cerita dalam novel ini. Hanya anjing-anjingnya si nenek sulit sekali diatur. Indi beberapa kali hampir digigit oleh mereka. Yang bikin Indi sedih dan kesal, neneknya selalu membela si anjing. Â Anjing-anjing nenek tak percaya ke manusia selain nenek, karena trauma mengalami perlakuan yang tak mengenakkan dari manusia.
Cerita dalam buku ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama tentang hubungan Indi dan si nenek yang bertalian dengan urusan anjing. Bagian kedua ketika Indi sudah bekerja dan ngekos bersama Maya dan Wawa.
Di bagian kedua yang lebih tebal ini Indi dan kedua karibnya menjadi perwakilan sosok perempuan yang mandiri. Prinsip mereka bekerja dan menjadi mandiri itu penting bagi perempuan, bukan hanya demi uang, namun menunjukkan eksistensi dan menyalurkan keahlian.
Dalam buku ini ada banyak bahasa Sunda ala Bogor. Isi surat si nenek sendiri ke Indi masih menggunakan ejaan lama.Â
Ceritanya dekat dengan keseharian perempuan, seperti aku dan kalian. Rupanya ada bagian dari nenek atau keluarga lainnya yang mungkin kita kurang sukai, eh rupanya kemudian kita mendapat warisan sikap tersebut dan menjadi bagian darinya.
Hemmm aku jadi kangen nenek dan kucing-kucing nenek, seperti Imut, Tung-tung, dan Bon-bon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H