Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bromo: Indah Alamnya dan Menarik Kisah Rakyatnya

20 Januari 2022   20:17 Diperbarui: 20 Januari 2022   20:55 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengatur nafasku. Baru separuh tangga yang kudaki. Masih ada puluhan anak tangga lagi. Kandungan oksigen yang menipis dipadu dengan aroma kotoran kuda yang lalu lalang  mengangkut pengunjung, membuatku harus pandai-pandai kapan bernafas dan atau sebaliknya, menutup hidung. Ketika melihat anak kecil nampak lincah menapaki tangga demi tangga, aku jadi tersentak. Ayo bergegas. Puncak Bromo sudah tak jauh lagi.


Ketika mendengar nama Bromo, apa yang terbayang di benakmu? Gunung populer di Jawa Timur selain Kawah Ijen dan Semeru? Ya, kalian benar. Gunung dan tempat yang indah sering digunakan syuting film? Ya itu juga benar. Daerah yang lekat dengan Tengger dan upacara kasodonya? Ini juga tepat.

Ya, ada begitu banyak hal menarik dari Bromo. Lautan pasirnya alias segara wedi yang hadir di "Pasir Berbisik",  bebukitan hijaunya yang lekat disebut dengan Bukit Teletubbies, juga kisah-kisah lainnya yang berkaitan dengannya, misalnya legenda Gunung Batok. Jangan lupa dengan Penanjakan, tempat menyaksikan matahari terbit dengan panorama  tiga gunung yang kerap hadir di kartu pos atau di kalender. Semuanya ada di Bromo.

Sebagai Arema, aku sejak lama ingin sekali ke Bromo. Namun aku baru menginjakkan kaki ke sana pada tahun 2009.

"Lahir dan besar di Malang, tapi belum pernah ke Bromo? Waduh nggak salah tuh?!" Aku menggaruk-garuk kepalaku meski tidak gatal. Kata-katanya benar, aku tak marah. Seharusnya aku mengunjungi gunung ini sejak dulu.

Kata-kata orang yang kutemui dan kukenal di acara kumpul-kumpul backpacker itu memberiku semacam catatan di benakmu. Aku harus ke Bromo, kalau bisa sesegera mungkin. Jangan sampai sudah pernah ke luar negeri, tapi obyek wisata kebanggaan daerah kami malah belum pernah kujelajahi.

Momentum itu hadir. Ada pernikahan teman satu angkatan kami. Aku melontarkan ide ke kawan-kawan kantor, apakah kalian tertarik untuk datang ke acara pernikahan kawan kami -- yang kebetulan juga di Malang -- sekalian berlibur ke Bromo. Wah mendengar kata Bromo, mereka pun langsung tertarik. Ada 20-an kawan yang langsung memastikan ikut serta.

Ini pengalamanku menjadi koordinator acara wisata dengan lebih dari 20 orang, biasanya kurang dari 10. Aku memutar otak dan merencanakan jadwal plus rute dengan seksama. Jangan sampai juga acara inti, acara pernikahan kawan kami malah terlewat.

Gunung Bromo sendiri berketinggian 2.329 meter. Ia bisa dicapai dari jalur Probolinggo atau dari jalur Malang. Aku tentunya memilih nomor dua. Dari Nongkojajar terus menanjak hingga kemudian sampai di spot Penanjakan.

Mereka semua berkumpul di rumahku. Ibu dengan senang hati mengubah rumah menjadi kuat untuk tidur 20 orang lebih. Kami hanya tidur ayam karena pada pukul 00.00 kami akan berangkat. Aku sudah memesan dua mobil, mobil elf salah satunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun