Toko serba ada itu sedang sepi. Aku melongok-longok benda yang kiranya cocok untuk ibu. Dan tentunya harganya juga tak melebihi dengan uang yang kukantongi.
Melihatku yang nampak kebingungan, pemilik toko menghampiriku. Ia menanyakan benda yang ingin kubeli. Aku menunjuk sepatu perempuan yang nampak elegan. Ibu pasti nampak cantik mengenakan sepatu tersebut.
Ia mengambilkan dus sepatu. Aku dengan ragu-ragu menanyakan harganya. Wahhh harganya sangat jauh dari uang yang kubawa. Aku menggelengkan kepala dan berdalih macam-macam.
Aku kemudian menunjuk taplak. Sebuah taplak meja makan yang akan membuat meja makan di rumah akan menjadi semarak. Tapi lagi-lagi angka yang disebutkan si pemilik toko masih tak bersahabat.
Aku menunjuk beberapa barang. Dari agenda tebal, teko, dan benda-benda lainnya. Aku malu dan merasa tak enak kepada si pemilik toko. Ia mungkin merasa dikerjai anak-anak. Tapi karena aku anak salah satu pelanggannya, ia segan memarahiku.
Pandanganku kemudian tertuju ke piring putih ceper dengan bunga. Piring kue yang cantik. Aku berhati-hati menanyakan harganya.
Ketika si pemilik toko yang berkacamata dan berwajah tegas itu menyebutkan harganya, aku merasa lega. Aku mengangguk dan si pemilik toko memasukan piring tersebut ke dalam dus.
Uangku masih cukup untuk membeli kertas kado. Si pemilik toko sepertinya baru paham kalau aku sedang membeli kado. Ia membungkusnya dengan rapi dan cantik. Wah aku senang sekali.
Dengan langkah yang ringan aku berjalan kaki ke rumah. Hanya satu piring kue yang berhasil kubeli dari uang tabunganku.
Sesampai di rumah, ibu nampaknya hendak marah karena aku pulang terlambat. Kusodorkan hadiah buat Ibu dengan penuh semangat. Ibu nampak begitu gembira.
Ia membuka kadonya dengan hati-hati, takut merobek kertas kadonya. Kertas kado itu dilipatnya, baru kemudian membuka kardusnya. Isinya adalah sebuah piring kue.