Dampaknya, artikel politik mengalami karantina karena mungkin tidak ada yang benar-benar menguasai bidang ini. Satu admin bisa jadi harus memoderasi semua artikel dan ini bergantung pengalaman. Ini juga yang membuat komunitas juga kurang bisa bertumbuh, ya adminnya punya banyak pekerjaan, tidak bisa fokus mengurus hanya soal komunitas.
Masalah keterbatasan SDM ini juga penting. Sudah kekurangan SDM mau buat program baru lagi? Yakin?! K-premium saja belum dieksplorasi, hanya sebatas biar tidak kebanjiran iklan.
Apabila Kompasiana ingin all out ya semua lini harus diperhatikan. Lini komunikasi, SDM, dan strategi perlu kembali dievaluasi.
Bagaimana dengan Soal Finansial?
Bagaimana bila masalah finansial ini terus mendera? Bagaimana jika buruk-buruknya manajemen tidak bisa lagi membiayai operasional Kompasiana?
Duh moga-moga jangan. Apabila Kompasiana mengalami kondisi seperti itu apakah Kompasianer bersedia menggalang dana untuk  Kompasiana? Misalnya sukarela menjadi Kompasianer premium demi kelanggengan hidup Kompasiana?
Tentang hal ini ada sesuatu menarik yang penulis jumpai di sebuah media yang baru berkembang. Sebut saja namanya Media X. Media ini memiliki program semacam Sahabat Media X. Untuk menjadi Sahabat Media X maka warganet membayar biaya atau semacam menjadi anggota premium.Â
Apa manfaatnya? Para sahabat akan diajak untuk mengikuti rapat bulanan. Di sana para sahabat bisa ikut urun rembug tentang tema yang akan diinvestigasi.
Jangan salah program ini banyak mendapatkan sambutan. Tak sedikit yang rela mengeluarkan uang untuk mendapat kesempatan mengintip dapur redaksi dan juga diajak urun rembug untuk mengungkap suatu peristiwa. Dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk biaya operasional karena mereka selama ini lebih bersifat independen.
Kasus tersebut bisa menjawab masalah Kompasiana berkaitan dengan dana operasional (apabila diperlukan) dan juga soal komunikasi.