Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apakah Kompasiana Baik-baik Saja? (3)

28 Desember 2021   18:45 Diperbarui: 28 Desember 2021   18:51 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jumlah Pengguna Internet di Indonesia yang dipublikasikan Januari 2021 (sumber gambar Hootsuite.com)

"Your uniqueness" is your greatest strength, not how well you emulate others" - Simon S. Tam

Kompasiana sejak awal lahirnya memiliki keunikan tersendiri seperti yang sudah kujelaskan di bagian pertama tulisan berseri ini (berikut ini). Artikelnya personal dan lugas. Sudut pandangnya tidak mainstream. Kupasannya juga dalam. Artikel-artikelnya dari politik, ekonomi, humaniora, hiburan, dan lainnya tak sedikit yang menjadi rujukan.

Namun sejak tahun 2017 mulai terjadi perubahan di Kompasiana.  Jika dulunya Kompasiana dikenal sebagai media baru yang berwarna, mendalam, dan menyuarakan hal sekeliling, kemudian berubah lebih mellow. Artikel utamanya mulai banyak yang bersifat galau-galau anak muda, cinta-cintaan, dan lainnya. Semakin ke sini porsinya makin banyak yang menempati artikel utama. Artikel ekonomi semakin menurun dan artikel politik seperti dianaktirikan di artikel utama.

Ok sebenarnya tak masalah mengangkat tema-tema anak muda. Bukankah warganet saat ini memang kebanyakan adalah generasi muda?!

Demografi Pengguna Internet di Indonesia

Berdasarkan data Hootsuite "We Are Social" 2021 pengguna internet di Indonesia saat ini berjumlah 202,6 juta dari total 274,9 juta penduduk.  Rata-rata menghabiskan waktu di internet sekarang bertambah, menjadi sekitar 8 jam 52 menit. Dari kisaran waktu tersebut, orang Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sekitar satu jam 38 menit untuk membaca baik media cetak maupun media online.

Jumlah Pengguna Internet di Indonesia yang dipublikasikan Januari 2021 (sumber gambar Hootsuite.com)
Jumlah Pengguna Internet di Indonesia yang dipublikasikan Januari 2021 (sumber gambar Hootsuite.com)

Komposisi pembaca/pengakses berdasarkan usia dan gender (sumber gambar: Hootsuite.com)
Komposisi pembaca/pengakses berdasarkan usia dan gender (sumber gambar: Hootsuite.com)

Dari contoh 10 website pada Januari 2021 berdasarkan data Hootsuite, maka bisa dilihat persentase terbanyak yang mengakses situs berita online seperti Detik, Kompas, dan CNBC Indonesia adalah rentang usia 18-24 tahun dan 25-34 tahun. Ini menandakan ada perubahan tren dari sisi demografi.  Sayangnya di sini tidak ada contoh Kompasiana.

Hal ini diperkuat dengan data sensus penduduk 2020 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik. Pada tahun 2020, kelompok usia produktif, 15 sampai 64 tahun naik menjadi 70,72 persen. Jika lebih didetailkan, persentase terbesar ada di kelompok usia 1997-2012 alias gen Z yang menempati 27,94 persen, disusul dengan generasi Milenial (1981-1996) yakni 25,87 persen.  

Tentang tren demografi warganet yang bergeser ke usia 18-34 tahun sebenarnya bukan sesuatu yang bisa dipungkiri. Kita sendiri terus bertambah tua, kita yang usianya dulu masuk usia muda, kemudian masuk ke kelompok usia yang lebih matang. Demikian pula yang dulunya masuk usia matang telah semakim bergeser ke usia yang lebih tua.

Komposisi penduduk berdasarkan Sensus 2020 (sumber gambar: Badan Pusat Statistik)
Komposisi penduduk berdasarkan Sensus 2020 (sumber gambar: Badan Pusat Statistik)

Lebih detail tentang kelompok usia di Indonesia (sumber gambar: Badan Pusat Statistik)
Lebih detail tentang kelompok usia di Indonesia (sumber gambar: Badan Pusat Statistik)

Selain itu, penetrasi internet di Indonesia semakin baik, terutama di kota-kota besar dan di Jawa Bali. Kecepatan aksesnya juga semakin meningkat.  Gawai berakses internet juga semakin mudah dijumpai dan harganya relatif makin terjangkau. Tak heran jika remaja makin mudah terpapar oleh internet. Bahkan anak-anak bayi dan balita juga sudah mulai diperkenalkan oleh internet oleh orang tua dan sekelilingnya. Itulah generasi alpha (post gen Z), yang kehidupannya semakin terpapar oleh teknologi. Pada tahun 2020 kelompok post gen Z mencapai 10,88%.

Lantas dengan adanya data ini wajar dong bila Kompasiana mulai lebih banyak menyasar generasi muda?

Tunggu dulu, kita cek satu-persatu.

Dengan persentase generasi Z yang makin banyak, maka memang rasanya menggiurkan segmen anak muda. Namun jika angka generasi Z dan post gen Z ditotal maka angkanya baru mencapai 38,82%. Angka gen Milenial, gen X, baby boomer, dan pre-boomer masih jauh lebih banyak yakni 61,18%. Jadinya peluang keterbacaan oleh non gen Z masih lebih banyak saat ini.

Selain itu jika kita melihat 20 top website dari Semrush per Desember 2020, terlihat bahwa sebagian besar website tersebut punya ciri khas dan keunggulan masing-masing. Google dengan predikat mesin pencariannya, YouTube dengan konten videonya yang begitu banyak, Facebook dengan anggota medsosnya yang juga memiliki banyak latar belakang, Wikipedia dengan sumber pengetahuannya, dan Tokopedia atau Shopee sebagai  e-commerce favorit. Ini berarti kita akan sulit mendapatkan kesan dari warganet jika hanya tampil 'biasa-biasa' saja. Perlu ada keunikan dan ciri khas tersendiri.  Apa sih yang kudapat setelah bergabung atau setelah membaca di Kompasiana?

20 website terpopuler per Desember 2020 berdasarkan data Semrush (sumber gambar: Hootsuite.com) 
20 website terpopuler per Desember 2020 berdasarkan data Semrush (sumber gambar: Hootsuite.com) 

Peringkat Kompasiana dibanding Kompetitor

Ehem ini mungkin sesuatu yang pahit, tapi kita perlu sikapi dengan bijak untuk menentukan arah ke depan. Ada dua data yang kukumpulkan. Yang pertama dari Hootsuite Januari 2021  berdasarkan data Semrush per Desember 2020 tentang 20 website terpopuler di Indonesia dan yang kedua dari Alexa yang kuambil baru-baru ini berdasarkan 50 website terpopuler di Indonesia.

Urutan 12 besar di Alexa (sumber gambar: Alexa.com)
Urutan 12 besar di Alexa (sumber gambar: Alexa.com)
Urutan 13-26 besar di Alexa, urutan berikutnya bisa dicek di Alexa (sumber gambar: Alexa.com)
Urutan 13-26 besar di Alexa, urutan berikutnya bisa dicek di Alexa (sumber gambar: Alexa.com)

Aku tidak akan menyebutkan detail siapa-siapa saja kompetitor Kompasiana. Aku yakin teman-teman Kompasianer sudah tahu website mana saja yang dimaksud jika melihat gaya anak muda yang mulai diterapkan di Kompasiana.

Pada tahun 2018, Kompasiana masih masuk 20 besar katagori berita terfavorit, tapi saat ini Kompasiana masuk di urutan ke-63 di Alexa secara umum dan bila dihitung hanya dari kategori media,  sudah keluar dari angka 30 besar.  

Kompasiana menempati urutan 63 berdasarkan Alexa (sumber gambar: Alexa.com)
Kompasiana menempati urutan 63 berdasarkan Alexa (sumber gambar: Alexa.com)

Kompetitor Kompasiana yang masih 50 top situs rata-rata masih berupa media online baru. Ada yang dibentuk baru tahun 2014, ada pula yang baru hadir tahun 2017. Namun mereka fokus di ceruk anak muda. Bahkan ada yang langsung menyebutkan target mereka usia Milenial dan gen Z. Jadinya sejak awal mereka hadir, mereka langsung fokus dengan artikel-artikel yang bergaya anak muda.

Kehadiran mereka langsung menarik minat pembaca kalangan muda. Apalagi ada benefit menarik yang diperoleh bila bergabung dan menulis di sana.

Mereka cerdik dan fokus mengolah pasar mereka. Bahkan ada yang membayar para penulisnya untuk rajin menuliskan konten-konten yang disukai anak muda saat ini, misalnya tentang K-Pop dan horor (jangan salah konten horor banyak yang viral).


Persaingan Berdarah-darah (Red Ocean)

Kini semakin banyak media baru dan media mainstream yang menargetkan anak muda. Sayangnya rumus mereka jika diperhatikan masih mirip-mirip. Gaya-gaya menulisnya tak jauh beda satu sama lain. Alhasil apabila Kompasiana meniru model artikel semacam ini maka selain ketinggalan, juga persaingannya bakal berdarah-darah.

Porsi kuenya untuk gen Z memang lumayan besar. Tapi porsi tersebut diperebutkan oleh begitu banyak media arus utama dan media baru. Ya, persaingan bakal melelahkan dan berdarah-darah alias red ocean ala kalangan ekonomi.

Namun Kompasiana masih bisa mendapatkan ceruk anak muda apabila ia memiliki ciri khas tersendiri. ATM sih bisa, amati, tiru, dan modifikasi dengan cara yang lebih baik dan memiliki keunikan tersendiri.

Jika tidak ada keunikan maka jangan heran jika ada Kompasianer yang berkomentar kok artikel utamanya jadi mirip website A dan B?

 

Mereka yang Eksis dan Makin Diminati Karena Memiliki Keunikan Tersendiri

Jika kuamati ada tiga website/media baru berupa forum dan platform blog keroyokan yang memiliki ciri khas tersendiri dan bertahan. Ketiganya adalah Kaskus, Quora, dan Medium.

Kaskus sempat seolah-olah mati suri, tapi kemudian adanya kampanye-kampanye baru, forum lawas yang berdiri 6 November 1999 ini masih eksis hingga saat ini.

Yang kedua adalah Quora Indonesia. Sebenarnya Quora sudah hadir  untuk umum pada Juni 2010 tapi Quora Indonesia baru muncul pada bulan Mei 2018. Per Maret 2019 jumlah anggotanya mencapai 25 ribu pengguna dan terus meningkat. Dari jawaban pengguna diperkirakan ada 200 ribuan pengguna khusus di topik teknologi. Topik hiburan terutama film tak kalah banyak peminatnya.

Awal-awal ada sistem reward dengan nilai yang lumayan untuk mereka yang memberikan pertanyaan dari info yang kudapatkan dari Pak Taufik Uieks. Unik ya, yang bertanya malah yang dapat. Tapi semakin ke sini reward ini sepertinya dihilangkan. Meski demikian penggunanya tetap bertambah.

Yang bikin Quora Indonesia itu menarik karena ia memadukan antara gaya forum dan gaya ngeblog. Jadi ada tanya jawab, di mana jawaban bisa berupa artikel yang panjang seperti gaya ngeblog.

Quora mulai masuk 20 besar social platform yang digemari secara global (sumber gambar: Hootsuite.com)
Quora mulai masuk 20 besar social platform yang digemari secara global (sumber gambar: Hootsuite.com)

Aku dulu sekitar tahun 2019 hingga awal 2020 aktif di Quora Indonesia. Tapi kemudian pertanyaan yang diajukan semakin banyak dan kewalahan. Akhirnya berhenti dan hanya jadi pembaca.

Yang berikutnya adalah Medium. Ia didirikan oleh Evan Williams Agustus 2012 dan Medium berbahasa Indonesia sepertinya mulai dikenal antara tahun 2018-2019. Platform ini mirip dengan Kompasiana. Gaya bahasanya serius, santai, dan kajiannya mendalam. Oleh karenanya aku berani bilang pesaing Kompasiana dari kualitas konten adalah Medium.

Yang menarik dari Medium, ia tampilannya sederhana. Nyaman untuk membaca di sini. Topik-topik tentang teknologi di sini dikemas enak dibaca dan cukup mendalam. Uniknya, ada beberapa perusahaan yang menjadikan aktivitas menulis di Medium sebagai sarana naik gaji atau naik pangkat. Kalau belum membagikan ilmunya di Medium, maka poin atau syarat untuk naik gaji atau naik pangkatnya belum tercapai. Hehehe itu ide yang menarik.

Oh iya Medium punya keanggotaan premium dengan benefit yang menarik. Jika kubaca (aku belum pernah menulis di sana), penulis yang menjadi anggota premium akan berpotensi mendapatkan pundi-pundi uang dari tulisannya yang terpilih menjadi konten premium. 

Kesimpulannya...

Kompasiana bebas memilih. Apakah mau bertahan dengan gayanya sekarang, membidik pangsa anak muda dengan konten yang begitu-begitu saja, namun konsekuensinya akan bersaing-saing dengan berdarah-darah. Sungguh melelahkan. Atau bisa memilih strategi berupa blue ocean, menciptakan tren tersendiri dengan tetap mempertahankan keunikannya.

Sebentar lagi Pemilu lho, artikel politik pasti banyak dicari. Jangan salah anak muda juga suka artikel ekonomi dan investasi yang mendalam ala Kompasiana. Artikel tentang kehidupan juga tak sedikit dicari.

Mendapatkan informasi masih menjadi tujuan utama berinternet. Jadinya konten Kompasiana masih relevan (sumber gambar: Hootsuite.com)
Mendapatkan informasi masih menjadi tujuan utama berinternet. Jadinya konten Kompasiana masih relevan (sumber gambar: Hootsuite.com)

Apabila ingin menciptakan tren tersendiri, selain ATM maka juga bisa membaca mengamati interaksi anak muda dengan internet. Gaya gen Z dalam mengakses internet berbeda dengan kelompok usia di atasnya. Ia lebih visual seperti kata Bu Dee Daevenaar di kolom komentar di artikel sebelumnya. Itu memang benar. Gaya visual seperti yang sudah diadopsi di akun Instagram Kompasiana itu sudah sesuai dengan minat anak muda, tapi sayangnya komunikasi tim medsos Kompasiana dengan audience masih belum bagus.

Tentang konten dan gaya interaksi anak muda bisa jadi penelitian oleh divisi Riset Kompasiana sehingga ke depan Kompasiana punya gaya sendiri dan syukur-syukur bisa jadi trendsetter. Bagaimana jika ada konten model komik, meme, atau karikatur? Atau konten-konten infografis?

Namun lagi-lagi, keunikan itu tetap penting. Lebih baik tetap pertahankan gaya Kompasiana dengan kolom politik, ekonomi dan lainnya dengan gaya bercerita personal yang bernas -- karena sudah punya segmen tersendiri, sambil mengembangkan segmen anak muda tapi yang lebih punya ciri khas. Jadinya tidak ada Kompasianer yang dianaktirikan, semua tumbuh bersama.

 Sesuatu yang unik akan lebih berkesan (sumber gambar: pixabay.com/Gerd Altmann)
 Sesuatu yang unik akan lebih berkesan (sumber gambar: pixabay.com/Gerd Altmann)

Akan lebih baik jika tiap rubrik Kompasiana punya editor yang paham dan pengalaman dengan bidang tersebut. Misalnya untuk politik ya ada moderator atau editor yang paham soal politik, sehingga artikel tidak kelamaan dikarantina. Demikian pula dengan fiksi dan rubrik lainnya, sebaiknya tiap moderator/editor memiliki pengetahuan di tiap-tiap rubrik tersebut.

Mohon maaf jika artikel ini eksplisit dalam menjelaskan posisi Kompasiana di tengah-tengah kompetitor.

Artikel masih bersambung, mungkin mendatang adalah artikel terakhir, tentang rangkuman dari ketiga artikel berseri ini dan juga usulan langkah-langkah yang bisa diambil Kompasiana mendatang agar tetap eksis dan kembali jadi favorit warganet.

bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun