Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apakah Kompasiana Baik-baik Saja (2)

26 Desember 2021   23:32 Diperbarui: 26 Desember 2021   23:35 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inilah kartu Kompasiana menarik bukan?! (Sumber gambar: Kompas.com) 

"If you ignore little things
they become big problems" - Rohinton Mistry


Seyogyanya manajemen Kompasiana mulai bersikap waspada ketika para Kompasianer mengeluhkan hal yang sama. Tampilan yang tak nyaman, jumlah view yang berkurang, komunitas yang sepertinya dibiarkan berkembang sendirinya dan sebagainya. Namun alih-alih mengajak duduk bersama dan memberikan solusinya, manajemen Kompasiana lebih memilih memoles dirinya dengan angka-angka yang nampak fantastis. Program yang nampak wah pun diluncurkan.

Tapi... winter is coming...

Ada sesuatu di bawah sadar, sebelum ada email dari mas Nurulloh tentang penjelasan hadiah Kompasiana Awards, yang mengisyaratkan sesuatu. Kompasiana sepertinya sedang tidak baik-baik saja.

Hal ini seperti dijelaskan juga dalam artikel bang David, ada semacam kontradiksi. Hadiah Kompasiana Awards terpangkas separuhnya. Lalu ada alasan di baliknya karena Kompasiana mulai mengalami kesulitan finansial. Ini kontradiktif, bukankah view mencapai angka yang luar biasa? Bukankah jumlah anggota baru mencapai 200 persen dan bukankah pembagian K-rewards pernah mencapai Rp7 juta untuk satu orang?!

Bukan, bukan berarti aku menganggap ide program Kompasiana Hub itu buruk. Tidak aku sebenarnya malah menyukainya dan mendukungnya. Malah kenapa tidak dari dulu-dulu? Dengan catatan program content extention ini juga berlaku untuk semua Kompasianer, tanpa membedakan Kompasianer lawas atau baru, Kompasianer tua atau muda.

Untuk yang program talent pool ini juga menarik bagi adik-adik dan anak-anak kita. Aku juga mendukungnya.

Lebih baik mulai mengerjakannya meski terlambat karena kompetitor sudah menginisiasinya. Dan mereka telah menuai manfaatnya.

Sebelum membahas tentang kompetitor (jika artikel ini kepanjangan, maka kajian posisi Kompasiana di tengah-tengah kompetitor akan saya ulas di artikel selanjutnya), maka ijinkan saya untuk membahas tentang program-program Kompasiana yang pernah hadir di tengah kita.

Program Kompasiana Hub itu bagus sekali asal...benar-benar dieksekusi dengan sungguh-sungguh dan bukan sekadar jargon. Kenapa? Karena dari pengalaman yang sudah-sudah, Kompasiana jago dalam meluncurkan program baru, tapi gagal atau setengah hati mengeksekusinya.

Yuk mari kita masuki kapsul waktu menjelajahi Kompasiana dari tahun 2010.

Freez Generasi Awal Kompasiana Hub

Pada tahun 2010 tepatnya 27 Februari 2010 Kompasiana di bawah komando kang Pepih meluncurkan Freez atau free magazine. Ini adalah halaman sisipan yang ditaruh di Kompas Klasika. Seingatku Freez hadir setiap Kamis.

Kehadiran Freez yang memiliki slogan "Esensi bukan Sensasi" adalah terobosan yang menyenangkan. Kompasianer pastinya hepi ketika melihat tulisannya dimuat di Freez dan dibaca banyak kalangan.

Dengan tangan dingin mas Isjet, Freez menjadi sesuatu yang dibanggakan oleh Kompasianer. Ia eksis cukup lama, hingga kemudian berakhir pada bulan Januari 2014.

Freez ini ibarat cikal bakal Kompasiana Hub (sumber gambar: Iskandar Zulkarnain (Isjet)) 
Freez ini ibarat cikal bakal Kompasiana Hub (sumber gambar: Iskandar Zulkarnain (Isjet)) 


Freez ini ibarat cikal bakal Kompasiana Hub content extention.Ia sama-sama memadukan media arus utama -- dalam hal ini Kompas, dengan media baru yaitu Kompasiana. Banyak dari pembaca Kompas yang kemudian tertarik bergabung dengan Kompasiana karena juga ingin tulisan mereka dicetak dan dibaca oleh banyak kalangan.

Ketika tulisan kita terpilih masuk Freez dan kawan atau kerabat memberitahu kita tentang kabar tersebut, oh rasanya sungguh menyenangkan.

Oh iya biasanya dalam Freez ditentukan topik pilihan. Lainnya adalah artikel yang telah dikurasi.

Namun sebenarnya konsep content extension ala Freez ini belum mati. Pada tahun 2015 manajemen Kompasiana juga menawarkan program serupa. Aku lupa namanya. Intinya sama. Tulisan-tulisan Kompasiana yang terpilih maka juga akan ditayangkan di Kompas Group, bisa di Tribunnews dan lainnya. Nama penulis akan tetap dimunculkan. Nah untuk bentuk rewards-nya aku lupa bentuknya, tapi sepertinya tidak ada.

Program ini hanya semusim, tidak jelas mulainya dan juga tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Yang kuingat tulisannya tentang Dawet Hitam Purworejo juga tayang di Tribunnews.

Kompasiana TV Bisa Bikin Nampang di TV

Masih di tahun 2015, muncullah Kompasiana TV. Apa itu?

Ini adalah acara satu jam di Kompas TV yang menampilkan artikel-artikel yang lagi tren di Kompasiana. Seingatku acaranya malam hari. Lalu setiap harinya ada beberapa Kompasianer yang diundang untuk berdiskusi secara daring dengan topik yang ditentukan dipandu oleh Cindy Sistyarani.

Jejaknya bisa disimak di video ini.


Kompasiana TV ini sungguh menarik. Apabila selama ini Kompasianer dianggap hanya unggul cuap-cuap dalam segi tulisan, di sini kita bisa melihat mereka juga jago dalam berargumentasi secara lisan. Setiap Kompasianer bisa diundang atau juga bisa mengajukan diri. 

Honornya lumayan. Kayaknya sekitar Rp150-200 ribu per undangan. Nah tiap Kompasianer bisa lho diundang lebih dari satu kali. Lumayan kan?!

Aku lupa kapan persisnya Kompasiana TV ini berakhir. Kemudian pihak Kompasiana seingatku mulai banyak mengajak Kompasianer membuat konten dalam bentuk video dengan adanya rubrik video.

Tahun 2015 memang banyak inovasi yang diluncurkan oleh Kompasiana. Acara Nangkring dan lomba blog pun semarak. Komunitas pun bersemangat mengadakan acara. Itu tahun-tahun yang menyenangkan.

Si Kriko yang Mulai Terlupakan

Oh iya terlewat pada tahun 2014 ada momen spesial. Kompasiana punya maskot yang bernama Kriko. Nama ini singkatan dari kreatif,  informatif, dan komunikatif. Kriko pernah jalan-jalan di commuter line pada tahun 2015. Ya pada saat itu wajah-wajah Kompasianer bersama Kriko sempat menghiasi commuter line. Itu menarik. Tak sedikit yang jadi penasaran apa sih Kompasiana itu?

Nah pada saat Kompasianival 2014, selain Kriko, kang Pepih juga memperkenalkan Kompasiana Community Card yang berbasis flash. Kartu ini bisa diisi untuk naik kereta dan lainnya, juga bisa dibuat belanja di Gramedia dan Kompas Group.

Inilah kartu Kompasiana menarik bukan?! (Sumber gambar: Kompas.com) 
Inilah kartu Kompasiana menarik bukan?! (Sumber gambar: Kompas.com) 

Tapi sayangnya saat ini tak jelas benefit yang didapatkan dengan menggunakan kartu ini, padahal ini adalah prospek bisnis yang menarik. Semakin banyak bukan pengguna yang menggunakan alat pembayaran elektronik. Aku dulu punya kartunya tapi entah sekarang di mana keberadaannya.

Ada Sistem Poin dan Pangkat Anggota

Pada era kepemimpinan mas Isjet tahun 1017 juga ada terobosan. Ada perubahan logo dan slogan menjadi "Beyond Blogging". Lalu juga ada perubahan level anggota. Yang sebelumnya aku lupa, kemudian berubah menjadi tujuh level, yakni debutan, junior, taruna, penjelajah, fanatik, senior, dan maestro.

Info detailnya bisa dibaca di artikel mas Kevin (berikut ini). 

Selain perubahan level di sini juga diperkenalkan sistem poin. Ketika mendapat nilai dan komentar akan mendapat satu poin. Ketika status verifikasi berubah hijau maka akan dapat 50 poin dan lain-lain. Dulu sistem poin disebut-sebut akan menjadi semacam benefit di Kompasiana. 

Tak sedikit Kompasianer yang mengusulkan ada sistem Penukaran poin jadi hadiah. Misalnya 500 poin bisa ditukar jadi voucher Gramedia 100 ribu kan lumayan. Atau 50 poin bisa ditukar dengan saldo 10ribu Gopay. Tapi ide sistem poin ini menguap dan tak jelas hingga saat ini.

Kamu masuk level mana nih? (Dok. Kompasiana) 
Kamu masuk level mana nih? (Dok. Kompasiana) 

COMMA dan Komunitas

Pada tahun 2018 diluncurkan COMMA, Kompasiana Community Affiliation. Program ini sungguh bagus, mempertemukan komunitas dengan pihak ketiga. Saat itu ada Danamon yang mengajak berbagai komunitas seperti Koteka, KOMiK, KPK, dan Ketapel untuk mengadakan event yang menarik. (Artikel di sini).

Sayangnya lagi-lagi program ini tak berjalan. Padahal program ini sungguh bagus. Alhasil komunitas kemudian berjuang sendiri dalam mengadakan event.

Memang komunitas dapat dana untuk mengadakan kegiatan. Setiap tahun setiap komunitas mengajukan dana. Yang disetujui acaranya akan mendapatkan modal. Tahun ini KOMiK dan komunitas lainnya mendapatkan dana Rp4 juta setahun.

Namun bagi komunitas yang rajin mengadakan kegiatan, nilai Rp4juta itu kecil. Alhasil KOMiK dan lainnya juga berupaya menggandeng sponsor dan menjalin kerja sama dengan pihak ketiga. Nah masalahnya selama ini komunitas dibiarkan sendiri mencari sponsor dan bekerja sama dengan pihak ketiga.

KOMiK sendiri mulai door to door ke pihak ketiga sejak tahun 2017. Kami benar-benar mendatangi Kineforum, Goethe, CGV dan lain-lain untuk menjadi partner kami. KOMiK juga rajin berkirim proposal kerja sama. Cukup sering ditolak. Hal yang sama juga sepertinya dilakukan oleh KJOG, KPK, Click, Ketapels, Koteka dan lainnya. Kompasiana nampaknya kurang memperhatikan komunitas di bawahnya.

Yang membuat kami kecewa saat acara penganugerahan FFI 2021. Ada beberapa blogger  film diundang, tapi KOMiK tidak diundang. Padahal penyelenggaranya Kompas TV. Hiks sedihnya.

Nasib COMMA ini tak jelas. Padahal akan bagus jika dikelola dengan baik.

Oh iya sebelumnya Kompasiana bekerja sama dengan Danone mengadakan Danone Blogger Academy. Mungkin karena namanya blogger ya, tak semua peserta adalah Kompasianer, biasanya 60:40, lebih banyak yang rajin nulis di Kompasiana.

Ini acara yang sangat bagus dan bermanfaat. Tapi sayangnya semakin ke sini jumlah Kompasianer aktif makin sedikit yang dilibatkan, lebih banyak blogger umum. Lho kok gitu?! Jadi dampaknya ke Kompasiana sedikit dong kalau ilmunya banyak dibagikan ke blogger non Kompasianer? Entahlah.

Menurutku sebaiknya komposisinya sama seperti dulu dengan porsi lebih banyak ke Kompasianer yang aktif menulis.

Content Affiliation dan Narativ, Apa Kabar?

Dua program lainnya adalah Content Affiliation dan Narativ. Dua program ini menarik karena bisa jadi sumber pundi-pundi uang. Content Affiliation mirip-mirip dengan topik pilihan. Tapi biasanya lengkap dengan jumlah kata dan waktu penayangan. 

Jumlah rupiah per view-nya juga lumayan. Kompasianer bisa mendapatkan  Rp 100 ribu atau lebih per artikel asal rajin membagikan artikelnya agar tingkat keterbacaan tinggi.


Sedangkan Narativ itu semacam program konten berbayar. Yang lolos akan dihubungi oleh Kompasiana untuk menulis sesuai arahan klien. Besarannya lumayan. Jaman dulu bisa Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per artikel bergantung kliennya. Lumayan banget kan?!

Dua program ini nampak mati suri tapi mudah-mudahan bangkit lagi.

Nah untuk talent pool, sebenarnya DBA itu termasuk. Lalu dulu di Kompasiana juga ada kelas copy writing yang menarik. Di kompetitor talent pool ini disebut program inkubasi content creator dan digital journalism yang tak berbayar.

Ya, aku menyambut baik Kompasiana Hub. Asal dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, tak sekadar diluncurkan lalu menghilang dalam senyap.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun