Padahal pelanggan lama mau membeli dan setia ke perusahaan tersebut meski tanpa iming-iming diskon dan voucher. Tapi karena tak diperhatikan, lama-kelamaan mereka beralih ke tempat yang dirasanya lebih nyaman.
Bagaimana jika angka kompasianer lama yang menghilang itu 20 persen dari angka 800 ribu Kompasianer atau sekitar 160 ribu? Seandainya program benefit dihilangkan bisa jadi Kompasiana bakal kehilangan makin banyak jumlah Kompasianer, Kompasianer yang motivasinya K-reward dan Kompasianer lama yang kecewa.
Ok sebelum beranjak ke bahasan lainnya, aku penasaran dengan aktivitas Kompasianer baru. Kenapa? Karena dari data di kaleidoskop, jumlah artikel 'hanya' 241.916 konten. Â Jadi jika dibandingkan dengan total 2,4 juta Kompasianer maka hanya 10 persen yang menulis tahun 2021, 90 persen lainnya ke mana?
Dari grafik jumlah konten tahun 2020, jumlahnya tak beda jauh dengan tahun 2021. Tahun 2020 jumlah konten sekitar 230 ribu dan tahun ini sekitar 241 ribu. Jadinya penambahan Kompasianer baru rasanya masih kurang signifikan dampaknya.
Tentang Keterbacaan (View) Artikel
Soal view yang begitu besar disebut mencapai 299.030.786 di kaleidoskop benarkah itu angka riil? Atau karena didongkrak oleh tools tertentu yang konon ditengarai digunakan oleh beberapa Kompasianer.
Jika beberapa kompasianer melambungkan view tiap artikelnya ya memang nampak mencolok sih angkanya bisa sampai jutaan. Tapi nyatanya banyak lho artikel Kompasianer yang hanya di bawah 100 atau malah yang baca hanya di kisaran 20-an. Itu pernah dialami penulis.
Ok dari angka 299 juta sekian tersebut, aku coba bagi dengan jumlah artikel yang tayang yaitu 241.916 maka tiap artikel seyogyanya dapat 1.236 tampilan. Tapi sayangnya angka tersebut memiliki kesenjangan yang besar. Ada yang keterbacaannya sampai puluhan ribu, ada yang hanya di bawah 100, seperti rata-rata milik penulis jika tidak jadi artikel utama atau tidak mengikuti tren topik.
Sebenarnya kenapa artikel tersebut sepi pembaca. Apakah karena artikelnya kurang menarik, kurang disebarkan, atau karena ada masalah dengan platform K-nya sendiri?
Aku yakin tulisan Kompasianer rata-rata sudah cukup bagus. Kalau untuk urusan artikel disebarkan bukannya Kompasianer punya Twitter yang juga rajin menyebarkan tautan? Namun sayangnya Twitter Kompasiana itu seperti mesin, kebanyakan hanya menyebarkan tautan (walau tidak semua disebarkan), tapi tidak menjalin interaksi. Padahal menjalin interaksi dengan warganet itu juga penting. Pengelola medsos Instagram sudah patut diapresiasi, grafisnya bagus dan mudah dipahami, tinggal diperbaiki interaksinya.