Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Konflik Dua Generasi dalam "Losmen Bu Broto"

18 Desember 2021   06:23 Diperbarui: 19 Desember 2021   03:24 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbak Pur, Bu Broto, dan Jeng Sri yang punya watak berbeda (sumber gambar: Paragon pictures dalam Tribunnews.com)

Setiap generasi memiliki nilai-nilai idealisme yang diangkat. Generasi X yang lahir di rentang tahun 1965 - 1980, misalnya. Mereka dikenal sebagai pekerja keras, logis, dan mandiri, serta pandai memanfaatkan peluang. Sedangkan generasi Z yang memiliki rentang tahun kelahiran 1996- 2015 dikenal lebih percaya diri, kreatif, dan ambisius. Dalam film "Losmen Bu Broto" yang dirilis sejak 18 November tergambarkan konflik dua generasi tersebut.

Oleh karena filmnya sudah rilis sebulan silam, akan saya coba kupas film ini dari segi alur ceritanya. Apabila teman-teman belum menonton, maka mulai di paragraf berikut sudah ada unsur spoiler-nya.

Film "Losmen Bu Broto" memiliki latar tahun masa kini. Hal ini terlihat dari lazimnya karakter-karakter dalam film tersebut menerima pesanan kamar dan membaca ulasan pelayanan dari website. Ada adegan di mana Bu Broto (Maudy Koesnadi) nampak masygul menerima kritikan dari salah satu tamu yang menyebutkan ada satu staf yang nampak judes.

Bila melihat usia ketiga anaknya, si sulung, mbak Pur (Putri Marino) sepertinya berada di kisaran usia 26-30 tahun. Sedangkan si tengah, jeng Sri (Maudy Ayunda) di kisaran 22-25 tahun. Dan si bungsu, Tarjo (Baskara Mahendra) sekitar 19-21 tahun.

Nah, dalam film yang dibesut oleh Ifa Isfansyah dan Eddie Cahyono ini konflik utamanya adalah pertentangan antara Bu Broto dan putri keduanya, baik dari segi cara pandang melakukan sesuatu maupun pilihan karier. 

Bagi Bu Broto, losmen yang dirintisnya ini akan menjadi penghidupan anak-anaknya kelak. Oleh karenanya ia melibatkan anak-anaknya dalam mengelola losmen.

Bu Broto memiliki kepribadian yang hangat kepada tamunya namun tegas dan keras kepala. Ia lembut kepada anak-anak dan suaminya, namun juga lebih mementingkan pendapatnya didengar daripada mendengarkan mereka.

Bu Broto sosok mriyayi, anggun namun tegas (sumber gambar: tempo.co) 
Bu Broto sosok mriyayi, anggun namun tegas (sumber gambar: tempo.co) 

Ia kesulitan berkomunikasi dengan putri sulungnya sejak Pur kehilangan kekasihnya, Anton. Namun alih-alih untuk terus mendekati Pur, ia kemudian nampaknya memilih membiarkan Pur menyelesaikan sendiri masalahnya. Ia kadang-kadang secara tak sengaja membanding-bandingkan kemampuan Pur dan Sri, membuat Pur nampak sedih dan makin menarik diri.

Bu Broto sendiri sangat percaya akan kemampuan Sri. Ia melihat Sri lebih teliti dan detail dalam bekerja. Sedangkan putri sulungnya, Pur, dipercayakannya ke urusan dapur karena ia sangat pandai memasak. 

Namun sejak Pur jadi murung, ia seolah-olah membiarkan Pur melakukan 'semaunya'. Ia sepertinya berharap Sri nanti yang akan membantunya mengelola manajemen losmen.

Namun sayangnya cita-cita putrinya berbeda. Meskipun Sri selalu manut akan perintah ibunya dan mengerjakan tugasnya dengan sungguh-sungguh, ia memiliki cita-cita yang berbeda. Ia ingin menjadi penyanyi dan berkeliling tur bersama sahabatnya, Kirana (Danilla Riyadi).

Bu Broto nampaknya kecewa dengan pilihan Sri. Ia lebih menganggap aktivitas Sri menyanyi lebih sebagai hobi daripada pilihan karier. Hal ini coba didamaikan oleh Pak Broto (Mathias Muchus).

Sikap pemberontak Sri juga ditunjukkan oleh caranya dalam mengambil putusan. Ketika Jarot (Marthino Lio) mempertanyakan kesediaan kamar di losmen tersebut, Sri meralat kata-kata ibunya dengan menyebutkan masih ada kamar yang membuat ibunya berang. Ibunya terang-terangan kurang menyukai Jarot yang seperti berandalan.

Namun Sri sendiri tidak bijak. Ia kemudian melanggar norma yang sebenarnya sesuatu yang salah bagi tiap generasi. Ia melakukan hubungan terlarang dengan Jarot hingga berbadan dua.

Ketika Sri berkonflik dengan ibunya karena pilihan karier, maka saya sebagai penonton merasa itu konflik yang wajar di dalam sebuah keluarga. Hal yang umum antara orang tua dan anak.

Namun ketika konfliknya sampai ke Sri berbadan dua, entah kenapa kemudian saya ikut merasa kecewa seperti yang dialami Bu Broto.

Bu Broto merintis usaha losmennya dengan perjuangan keras, bahkan ia kesulitan mendapatkan restu melakukan usahanya ini oleh keluarga besarnya.

Adanya skandal yang dilakukan putrinya tentunya akan mencoreng namanya karena ia hidup di kota yang warganya masih guyup dan masih suka bersosialisasi satu sama lain.

Saya tidak tahu apakah konflik yang dialami Sri ini juga ada di versi serialnya dulu yang tayang di TVRI pada tahun 1986-1989. Namun saya merasa konflik ini agak dipaksakan, pemberontakan Sri sudah salah. Sudah bukan pertentangan antargenerasi dan perbedaan cara pandang.

Solusinya juga nampaknya begitu mudah. Memang sih film layar lebar punya batasan durasi. Tapi masalah seperti yang dialami Sri adalah masalah besar, apalagi bagi Bu Broto yang priyayi dan namanya pastinya dikenal oleh tokoh-tokoh di Yogya.

Hingga pertengahan film saya menyukai setiap elemen kisah. Tapi setelah tahu konfliknya berupa skandal besar jadinya malah kurang terkesan. 

Tapi mungkin kalau konfliknya hanya perbedaan pilihan yang karier mungkin dirasa kurang 'nendang', jadi berikan saja konflik yang bersifat tabu. Untuk solusinya, ya pilih saja paket yang biasa ada di film drama Indonesia.

Visual Makanan yang Indah dan Akting Trio Maudy Koesnadi-Putri Marino-Mathias Muchus yang Bernas

Meski saya kurang suka dengan konflik dan solusinya, namun film "Losmen Bu Broto" memiliki berbagai elemen film yang solid. Sejak film dibuka, pengenalan awal tentang losmen dan jajaran kru sudah berhasil memikat penonton. Singkat, padat, juga menggelitik.

Visual dalam film ini adalah yang pertama patut saya puji. Tone warna dan editing filmnya rapi dan nyaman di mata.

Pengambilan gambarnya juga berhasil menyajikan visual yang menarik. Apalagi jika kamera menyorot makanan dan bahan makanan.

Wah nampaknya sajian yang dimasak Pur dan asistennya benar-benar lezat dari kue basah (lemper, sosis Solo, pastel) , gurami goreng saus kecombrang, mangut, soto ayam, selat Solo, bebek bacem, dan masih banyak lagi. 

Saat menonton saya belum makan malam. Alhasil ketika menyaksikan kilasan makanan-makanan ini saya jadi tergugah untuk makan usai menonton.

Ifa Isfansyah sebagai wong Yogya paham tentang seluk-beluk kotanya. Ia menunjukkan sudut-sudut Yogya dari Tugu, pantai, hingga Omah Kalang, situs budaya, yang disulap menjadi losmen.

Mathias Muchus dulu berperan sebagai Tarjo di versi sinetron originalnya (sumber gambar: layar. id) 
Mathias Muchus dulu berperan sebagai Tarjo di versi sinetron originalnya (sumber gambar: layar. id) 

Yang paling memikat di sini adalah performa Mathias Muchus sebagai Pak Broto. Ia juga yang menjadi benang merah antara kisah serial dan film layar lebar. Hal ini disebabkan ia adalah pemeran Tarjo dalam versi serial akhir 80-an.

Mathias Muchus nampak piawai memainkan ukulele dan bernyanyi keroncong, kemampuan yang juga dimiliki Pak Broto dalam versi sinetron. Ia juga seorang detail dalam berakting, mimik dan aktingnya saat ia berlari pagi dan menyapa warga itu terasa natural.

Maudy Koesnadi juga terlihat pas sebagai Bu Broto yang priyayi. Meski ia keturunan Sunda, ia nampak berusaha keras untuk mempelajari logat Jawa.

Hal-hal yang terlihat sederhana, seperti cara menggelung rambut dan pilihan busana Bu Broto yang dikenakan, juga menunjukkan kru film cukup detail dalam urusan busana dan tata rambut. Hal ini penting dalam menunjang karakter Bu Broto yang mriyayi.

Acungan jempol juga buat Putri Marino. Sejak ia debut di "Posesif", sepertinya akting Putri tak pernah mengecewakan. Penampilannya luwes. Saat ia bersedih, penonton jadi ikut tersentuh.

Para pemeran lainnya seperti Marthino Lio, Eric Estrada sebagai Atmo, Baskara Mahendra, dan Maudy Ayunda juga penampilannya enak dinikmati. Ada juga penampilan singkat Darius Sinathrya dan Karina Suwandi sebagai Anton dan Tante Willem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun