Tapi mungkin kalau konfliknya hanya perbedaan pilihan yang karier mungkin dirasa kurang 'nendang', jadi berikan saja konflik yang bersifat tabu. Untuk solusinya, ya pilih saja paket yang biasa ada di film drama Indonesia.
Visual Makanan yang Indah dan Akting Trio Maudy Koesnadi-Putri Marino-Mathias Muchus yang Bernas
Meski saya kurang suka dengan konflik dan solusinya, namun film "Losmen Bu Broto" memiliki berbagai elemen film yang solid. Sejak film dibuka, pengenalan awal tentang losmen dan jajaran kru sudah berhasil memikat penonton. Singkat, padat, juga menggelitik.
Visual dalam film ini adalah yang pertama patut saya puji. Tone warna dan editing filmnya rapi dan nyaman di mata.
Pengambilan gambarnya juga berhasil menyajikan visual yang menarik. Apalagi jika kamera menyorot makanan dan bahan makanan.
Wah nampaknya sajian yang dimasak Pur dan asistennya benar-benar lezat dari kue basah (lemper, sosis Solo, pastel) , gurami goreng saus kecombrang, mangut, soto ayam, selat Solo, bebek bacem, dan masih banyak lagi.Â
Saat menonton saya belum makan malam. Alhasil ketika menyaksikan kilasan makanan-makanan ini saya jadi tergugah untuk makan usai menonton.
Ifa Isfansyah sebagai wong Yogya paham tentang seluk-beluk kotanya. Ia menunjukkan sudut-sudut Yogya dari Tugu, pantai, hingga Omah Kalang, situs budaya, yang disulap menjadi losmen.
Yang paling memikat di sini adalah performa Mathias Muchus sebagai Pak Broto. Ia juga yang menjadi benang merah antara kisah serial dan film layar lebar. Hal ini disebabkan ia adalah pemeran Tarjo dalam versi serial akhir 80-an.
Mathias Muchus nampak piawai memainkan ukulele dan bernyanyi keroncong, kemampuan yang juga dimiliki Pak Broto dalam versi sinetron. Ia juga seorang detail dalam berakting, mimik dan aktingnya saat ia berlari pagi dan menyapa warga itu terasa natural.