Hujan yang begitu deras membuat kami batal untuk trekking ke Senaru. Berbahaya jika berwisata di air terjun saat hujan deras karena debit air yang tinggi. Namun aku memiliki kesempatan di hari berikutnya menyambangi dua air terjun di Lombok.Â
Dua air terjun di satu lokasi, yang juga masih masuk ke kawasan Geopark Rinjani. Keduanya bernama air terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu.
Menuju air terjun dari deretan pantai Mandalika berkisar 1,5 jam. Sepanjang jalan kami disuguhi pemandangan sawah dan tambak. Hijau, membuat mata terasa segar.
Kubuka sedikit kaca jendela sehingga angin semilir dari luar pun masuk. Hawa yang sejuk plus angin membuaiku hingga kemudian terlelap. Bangun-bangun, mobil sudah menanjak dan sudah tak jauh lagi dari air terjun.
Gerimis sempat membuatku ragu-ragu. Tapi kemudian gerimis menyingkir, meski langit masih kelabu. Kami sudah tiba di pintu masuk air terjun. Lokasinya persisnya di Desa Teratak, Batukliang Utara, Lombok Tengah.
Harga tiketnya Rp 10 ribu per orang. Kami ditawari naik ojek Rp 35 ribu/orang pulang pergi. Awalnya aku menawar Rp 25 ribu, karena setahuku di beberapa ulasan yang kubaca tarifnya segitu. Tapi kemudian aku tak lagi bersikukuh menawar, toh pandemi sudah begitu besar dampaknya ke bidang pariwisata. Musim hujan juga membuat wisatawan menurun.
Okelah aku kemudian naik ojek yang menggunakan motor matic. Waduh, aku bertanya-tanya, apa sanggup nih motornya menerjang jalanan becek dan lumayan terjal.
Oleh karena start-nya kurang baik dan beberapa ojek yang sedang turun dari arah sebaliknya, akhirnya motor susah naik.Â
Aku pun turun kembali dan menunggu si bapak (yang sayangnya aku lupa menanyakan namanya) siap untuk melakukan start.
Akhirnya berhasil. Jalanannya memang terjal dan naik turun. Beberapa tempat juga becek. Sehingga bila jalan kaki, trekking dari pintu masuk maka akan lumayan memakan waktu dan menguras energi.Â
Oh iya jangan mengenakan sandal jepit. Karena selain jalanan licin, juga akan berat bila sandal jepit tertahan lumpur dari jalanan yang becek.
Di tengah-tengah perjalanan kulihat kedai yang menjual jajanan dan juga durian. Si bapak menawarkan untuk singgah, tapi aku sedang enggan menyantap durian.
Pintu menuju Air Terjun Benang Kelambu sudah terlihat. Jalannya menurun. Ada tangga-tangga yang lumayan jumlahnya. Beberapa anak tangganya lumayan tinggi dan lebar-lebar.
Oke nampaknya mudah menuju air terjunnya. Dan memang mudah karena setelah anak tangga terakhir, air terjun sudah terlihat.Wah indahnya.Â
Air terjunnya bertingkat-tingkat dan memiliki aliran seperti tirai alias kelambu. Tinggi air terjunnya sekitar 40 meter
Hawa yang sejuk, udara segar, dan panorama menawan. Wah rasanya ingin berlama-lama di sini main air, tapi aku takut hujan. Belum lagi kami masih ingin menuju air terjun satunya.
Di sini wisatawan asyik berfoto-foto, mandi-mandi di kolam yang airnya juga berasal dari air terjun.Â
Kami tak berlama-lama, setelah puas menyaksikan panorama elok air terjun dan mencecapi hawa yang segar,kami berniat menuju air terjun berikutnya.
Ooh, perjalanan menuju air terjunnya mudah. Tapi jalan kembalinya astaga....tinggi nian. Fiuh...fiuh.
Aku beberapa kali berhenti mengambil nafas. Anak tangga begitu banyak, yang membuat ngos-ngosan apabila anak tangganya tinggi atau lumayan lebar.
Tiga kali berhenti, akhirnya sampai juga di anak tangga tertinggi. Di dekat warung, aku pun berhenti untuk minum. Duuuh lumayan banget.Â
Terakhir kali ke air terjun tahun lalu di kawasan Gunung Bunder, tapi rata-rata anak tangganya tak sebanyak ini. Hahaha bener-bener olahraga deh.
Tak apa-apa, sebanding dengan panoramanya yang indah.
Air Terjun Benang Stokel Lebih Landai
Stokel menurut bahasa setempat maknanya seikat benang. Memang sih penampilannya seperti benang seikat, berbeda dengan air terjun Benang Kelambu. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 30 meter.
Dibandingkan air terjun Benang Kelambu, menuju Air Terjun Benang Stokel relatif lebih santai. Jalanannya menurun tapi landai. Anak tangganya juga tak begitu banyak.Â
Sekitar 15 menitan kami sudah sampai di air terjun. Ada banyak vegetasi hijau yang membuat mata terasa segar.
Mas Sapri, yang menemaniku bekerja sebagai pemandu. Ia juga sering memandu wisatawan yang naik ke Rinjani. Alhasil langkahnya ringan dan lincah.
Air terjun tak kalah menawan. Ia memiliki dua air terjun alias air terjun kembar. Di sini sudah disediakan beberapa tempat untuk beristirahat. Hanya toiletnya nampak seram alias nampak tak terawat.
Wah leganya sudah bisa menyesapi dua air terjun.
Mas Sapri kemudian menunjukkan rute kembali. Aku menelan ludah. Kok anak tangganya lumayan ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H