Pukul lima pagi waktu Lombok, langit masih nampak gelap. Cuaca mendung sehingga matahari serasa malu-malu untuk menampakkan dirinya. Aku pun menyesap teh hangat sambil menunggu semburat cahaya. Tiga puluh menit kemudian aku tak sabar dan langsung menuju pantai, menyambut pagi di Kuta.
Hujan sepertinya masih rajin menyapa sehingga langit pun masih mendung. Tak apa-apalah suasana di pantai jadi terasa syahdu.
Angin lembut membelai rambut. Pasir krem kekuningan terasa lembut di kakiku. Ini waktu yang kutunggu. Waktunya lari pagi di pantai, mumpung masih sepi dan cuaca masih mau bersahabat denganku.
Garis pantai yang panjang dan angin sejuk kombinasi yang pas untuk berlari. Aku menikmati momenku berlarian di pantai.
Sepi. Hanya ada suara debur ombak yang ramah, burung pagi, dan salak anjing liar yang jinak. Lalu kulihat aktivitas nelayan di sisi kanan hotel, aku mendekati mereka.
Masih sepi. Tak banyak aktivitas nelayan. Hanya ada beberapa. Lainnya perahu-perahu yang pemiliknya sedang beristirahat. Ada yang sepertinya sedang memeriksa kondisi kapalnya. Ada juga yang bersiap berlayar.
Puas menyaksikan dan memotret aktivitas nelayan, aku berbalik arah. Kembali ke arah pantai di depan Hotel Raja Kuta Mandalika.
Di sini butiran pasir pantainya lebih besar. Memang seperti merica sehingga disebut pasir merica. Jika tersentuh kaki, rasanya menggelitik.
Langit mulai terang. Teman-teman mulai berdatangan dan berfoto di karang yang menjorok. Andri dan mas Yayan asyik berfoto-foto. Mba Muslimah membawa pempek yang rupanya sudah digoreng. Pempek itu dibawa mas Yayan, kiriman dari mba Kartika Eka, punggawa Kompal, komunitas Palembang. Terima kasih mba Kartika.
Kami asyik bergurau dan menikmati pempek. Efa dan Hani juga ikut bergabung.
Kami menuju sebuah bangunan yang lantai bawahnya untuk bilas badan setelah asyik mandi di pantai, untuk melihat panorama teluk Kuta dari atas.
Teluk Kuta memang indah. Garis pantai panjang yang melengkung dengan dihiasi bebukitan hijau. Indah.