Semalam sebaiknya aku tidak bercerita tentang Nero. Oleh karena aku pasti teringat kepadanya dan bersedih. Tapi memang Nero, kucing orenku, itu yang banyak memberikanku inspirasi menulis di Kompasiana. Kisah-kisah tentangnya baik riil atau dalam kisah fiksi banyak bertebaran di Kompasiana.
Mengapa Nero? Mengapa bukan kucing yang lain?
Entahlah. Mungkin karena Nero kurawat sejak bayi ketika dewasa. Kucing-kucing memang juga ada yang kurawat sejak bayi, tapi aku masih kecil kala itu. Alhasil ingatanku masih samar-samar tentang mereka.
Nero lahir November 2014, tujuh tahun lalu. Kehadirannya langsung memberikan warna pada hidupku. Ia nakal, ia lucu, ia suka bermanja juga mengusiliku.
Nero suka melongok bila aku makan mie goreng. Ia juga merajuk meminta keju dan susu. Tapi makanan favoritnya adalah ayam goreng.
Suatu kali ia pernah nakal sekali. Ia pernah mencuri satu ekor utuh ayam kampung yang beberapa jam sebelumnya kurebus.
Saat itu aku sudah siap untuk memasak soto. Sebagian ayam mau kuungkep dan kubuat ayam goreng.
Tutup panci rupanya telah bergeser. Aku pun curiga. Eh di dalam panci, air kaldu tinggal sedikit dan ayamnya sudah lenyap.
Lalu kudengar sesuatu. Bunyi si kucing lagi makan. Lalu si kucing oren itu muncul dengan sisa ayam di mulutnya. Astaga.
Padahal pancinya sudah kututup.
Rupanya ia bisa menggesernya. Aku masih bingung bagaimana caranya ia mengeluarkan ayam.
Ya berkat Nero, kucing-kucing lain pun ikut berpesta ayam hari itu. Sudah tidak bisa dimakan, ya buat mereka saja. Tinggal aku yang bingung masak apa hari itu.