Lagipula menemukan jodoh juga bukan hal yang mudah. Sebagai seorang perempuan yang kariernya sudah mantap, maka tentunya ia juga lebih pilih-pilih calon pasangannya dan juga cara pandangnya.
Adinia Wirasti memang pas memerankan sosok perempuan karier dan perempuan lajang yang tangguh. Ia beberapa kali mendapatkan peran sebagai pegawai kantoran dan ia memerankannya dengan apik.
Sedangkan Reza di sini tampil sebagai aktor eksentrik bernama Satrio. Di awal cerita ia nampak santai dan celetukannya menjengkelkan. Tapi ia pandai berpura-pura.
Oleh karena ia juga tampil sebagai pasangan pura-pura, agak kurang menyakinkan di sini bila ia kemudian benar-benar jatuh cinta dengan Dinda. Demikian juga dengan perasaan Dinda kepada Satrio.Â
Rasanya mereka lebih pas sebagai sahabat daripada pasangan karena unsur yang bisa menyatukan mereka terasa kurang. Satrio nampaknya lebih jatuh cinta ke keluarga Dinda daripada ke Dindanya sendiri.
Dari sisi orang tua, ibu dan ayah Dinda memang berhak untuk mengingatkan putrinya agar tak lupa dengan kodratnya. Orang tua akan terus kepikiran dan terbebani bila anak perempuannya ada yang belum menikah.Â
Mereka akan benar-benar lega dan seperti sudah selesai tugasnya sebagai orang tua setelah semua anaknya menikah.
Interaksi Adinia dan Reza di sini memikat dan menjadi daya tarik cerita tersendiri. Tak heran bila keduanya juga beberapa kali dipertemukan sebagai pasangan, seperti dalam "Jakarta Maghrib" dan "Critical Eleven".
Â
Selain interaksi keduanya, daya tarik dalam film yang dibesut Ody C. Harahap ini adalah sosok ayah yang diperankan Adi Kurdi (almarhum). Menurutku film ini adalah salah satu penampilan Adi Kurdi yang patut diapresiasi.Â
Interaksinya bersama si istri, ke Dinda, dan ke Satrio nampak luwes, seperti sosok ayah yang melindungi keluarganya, namun juga kadang-kadang bawel merepotkan.