Kemarin, Minggu (26/9) saya beruntung masih bisa mencicipi Festival Film Sundance Asia. Kemarin adalah hari terakhir penyelenggaraan festival film bergengsi yang kali pertama diadakan di kawasan Asia, dengan Indonesia sebagai tuan rumahnya. Saya memesan film berjudul "John and The Hole".
Film ini berpusat pada sosok anak bernama John (Charlie Shotwell) yang baru memasuki usia remaja. Ia baru berusia 13 tahun. Entah kenapa ia sangat penasaran dengan aktivitas orang dewasa. Ia bertanya ke ibunya (Jennifer Ehle) yang menanggapi pertanyaannya hanya sambil lalu.
John sangat suka bermain video game. Ia punya teman daring. Ia juga sedang sibuk berlatih tenis agar bisa lolos di sebuah kualifikasi.
Kehidupan John mulai berubah ketika ia bermain drone dan menemukan sebuah bunker di hutan dekat rumahnya. Lalu pikiran gila merasukinya.
Ayah, ibu, dan kakak perempuannya terkejut ketika terbangun mereka berada di sebuah lubang. Mereka berada di sebuah bunker yang dalam. Mereka berteriak-teriak mencari bantuan. Datanglah John dengan wajah datar dan melempar makanan buat mereka.
Pertanyaan Menjadi Dewasa?
Film ini membuat audiens bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang dialami oleh John sehingga ia tega memperlakukan keluarganya seperti itu. Lalu kenapa tanggapan keluarganya juga seperti itu.
Dalam acara ini, sebelum film dimulai, penonton diajak mengenal apa itu Sundance Film Festival dan kenapa tahun ini mereka mulai merilis edisi Asia.Â
Sundance Film Festival sendiri dikenal sebagai festival film manca bergengsi seperti Festival Film Cannes dan Toronto International Film Festival. Adalah sebuah prestasi tersendiri apabila film bisa tayang di festival ini.
Saya bertanya kenapa film ini bisa lolos kurasi festival Sundance Asia. Makna cerita juga masih menjadi tanda tanya, sebenarnya apa yang ingin disampaikan oleh sutradara.Â
Di bagian akhir film hadirlah sutradara, Pascual Sisto, dan para pemain, Charles, Jennifer, Michael C. Hall, dan Taissa Farmiga. Mereka bercerita pengalaman produksi, rasa panik mendadak ketika syuting di bunker, dan juga pesan yang dihadirkan dalam cerita ini.
Inti film ini adalah pertanyaan tentang menjadi dewasa dan bagaimana anggota keluarga menerima anggota keluarga lainnya. Memang bisa jadi banyak penonton yang tidak puas dengan kisah penutupnya, tapi sang sutradara, Pascual Sisto, membebaskannya.
Dalam film ini sinematografi dan cara pengambilan gambar banyak dipuji. Si sutradara bercerita ia memang sengaja mengambil gambar dengan menggunakan rasio gambar tertentu untuk memberikan kesan tertentu.Â
Ia juga sering menggunakan teknik pengambilan gambar dari jauh seperti mengintip lalu mengeksplorasi dengan kesan seperti memata-matai aktivitas John di dalam rumah.
Menurut saya film ini memang memiliki nuansa misterius tersendiri. Film ini membuat tegang dan penasaran karena remaja bernama John itu tak bisa ditebak apa yang sebenarnya dipikirkannya.
Film ini seperti "Home Alone" tapi dalam versi yang 'dark'. Ada lagi di tempat lain seorang anak perempuan mengalami nasib serupa dengan John. Tapi ia ditinggalkan sendiri oleh orang tuanya bukan atas kemauannya. Â Kedua kisah ini hanya memiliki benang merah dengan ibu anak perempuan yang membacakan cerita berjudul "John and The Hole".
Selama menyaksikan film ini, ada satu lagi yang menjadi tanda tanya penonton adalah bagaimana John memasukkan orang tua dan kakaknya ke dalam bungker? Tak mungkin ia langsung melemparnya ke dalam lubang karena risikonya bisa patah tulang hingga tewas seketika. Sementara tubuh John sendiri bukan yang nampak kuat.
Sayangnya pertanyaan itu tak terjawab dan menjadi teka-teki sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H