Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings", Sebaiknya Ditonton atau Dilewatkan?

23 September 2021   13:30 Diperbarui: 23 September 2021   13:36 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Superhero Marvel mewakili Asia tayang di bioskop Indonesia sejak kemarin (sumber: Marvel.com)


Bioskop tanah air sejak kehadiran film "Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings" semakin semarak dengan film superhero. "Black Widow" dan "The Suicide Squad" juga masih tayang. Film tentang superhero Marvel bernama Shang-Chi ini memang sudah lama dinanti-nanti, tapi apakah film ini sebaiknya dilewatkan atau ditonton?

Dibandingkan superhero Marvel lainnya, nama Shang-Chi relatif kurang populer. Namun dengan tingginya animo masyarakat terhadap film superhero dan belum adanya superhero Marvel yang mewakili Asia maka film Shang-Chi sangat berpotensi.

Hampir mirip dengan kisah awal mula Doctor Strange, kisah Shang-Chi diwarnai dengan unsur mistis. Cerita petualangan Shang-Chi diawali dari kilas balik pertemuan ayah dan ibunya.

Ayahnya, Mandarin alias Xu Wenwu (Tony Leung) ternyata mendapatkan anugerah 10 cincin yang memiliki kekuatan super. Ia juga berumur panjang. Usianya telah mencapai satu milenium.

Sayangnya kekuatan itu digunakan untuk kekuasaan. Selama berabad-abad ia dan jaringannya bernama Ten Rings berada di balik peristiwa tragis di berbagai tempat. Ia jugalah yang sebenarnya sosok Mandarin, musuh dalam "Iron Man 3" yang asli.

Hingga suatu ketika ia penasaran dengan desa tersembunyi, Desa Ta Lo, yang menyimpan kekuatan dan tempat hewan mistis. Di sana ia bertemu dengan penjaganya yang cantik, Ying Li (Fala Chen). Ia rupanya kalah dan entah bagaimana keduanya kemudian jatuh cinta dan memiliki dua buah hati.

Kembali ke masa kini, pasca peristiwa blink, Shang-Chi (Simu Liu) alias Shaun bekerja sebagai petugas parkir valet di sebuah hotel. Ia bersahabat dengan Katy (Awkwafina), yang juga dari keluarga Tionghoa namun sudah lama tinggal di Amrik.

Hingga suatu ketika Shang-Chi diserang oleh mereka yang menginginkan batu giok yang ada di kalungnya. Rupanya Shang-Chi jago bela diri. Batu pemberian ibunya berhasil dirampas. Ia kemudian buru-buru ke Macau, karena kuatir dengan nasib adiknya, Xialing (Meng'er Zhang)

Film yang Menyenangkan dengan Unsur Asia
Setelah memberikan kisah superhero dari Afrika yang apik, kini giliran superhero Asia. Nuansa dan kultur Tionghoa di film ini kental, seperti makna nama dan ikatan leluhur, festival tahunan Cheng Beng, hewan-hewan mitos Asia seperti naga dan harimau, juga tentunya bela diri ala Asia.

Inti film ini sebenarnya adalah pencarian jati diri dan tentang keluarga. Shang-Chi sadar ia tak bisa lepas dari masa lalunya. Ia masih punya ikatan dengan ayah dan adiknya. Ia menemukan makna jati diri dan keluarganya itu dengan proses yang tak mudah.

Seperti apa kekuatan Shang-Chi? (Sumber: IMDb)
Seperti apa kekuatan Shang-Chi? (Sumber: IMDb)


Bila dibandingkan dengan film superhero seperti Doctor Strange, film yang dibesut Destin Daniel Cretton ("Short Term 12", "The Glass Castle") ini relatif lebih ringan. Ia juga menghibur. Tak perlu berpikir secara rumit, nikmati saja sajiannya.

Performa Tony Leung yang Ekselen
Sebagai ayah dan sosok villain utama dalam film ini, Tony Leung menunjukkan kualitasnya sebagai bintang Mandarin kawakan. Menurutku bintangnya di sini adalah sosok Tony Leung. Penonton bisa diajak membenci juga bersimpati dengan karakter yang dimainkannya.

Perkembangan sosok Mandarin di sini terlihat dari sosok yang kejam menjadi suami yang penyayang, dan kemudian kembali ke sifat aslinya namun dengan sisi yang berbeda.

Pencuri perhatian kedua adalah Mandarin palsu alias Trevor Slattery yang tetap diperankan oleh Ben Kingsley. Penonton diajak mengenal lebih jauh siapakah ia sebenarnya. Penjelasannya yang lugu dan kelakarnya sukses membuatku tertawa.

Sebagai Shang-Chi, Simu Liu yang lebih banyak berperan di film serial,  juga tidak mengecewakan. Ia bisa menampilkan sosok pemuda yang nampaknya biasa saja, tidak menonjol, namun ternyata memiliki potensi yang luar biasa.

Performa pemeran lainnya yang didominasi aktor aktris Asia juga apik. Juga ada Michelle Yeoh di sini, sayangnya perannya kurang menonjol di sini.

Oh iya ternyata ada kemunculan beberapa karakter Marvel lainnya sebagai penghubung kisah superhero Marvel lainnya. Selain itu ada referensi poster film kungfu lawas dan adu pertarungan seperti dalam "Street Fighter" dan "Mortal Kombat". Oh iya ada jurus ala Kamehame-nya Son-Goku.

Grafis yang Apik, Juga Perpaduan  MonsterVerse dan Aksi laga
Tak bisa dipungkiri adegan laga paling menarik adalah saat pertarungan di dalam bus yang bergerak. Menurutku ini adegan laga di film ini yang epik. Koreografinya patut dipuji. Iringan musik hip hopnya juga pas.

Visual CGI dalam film ini juga rapi dan detail dalam menggambarkan Desa Ta Lo yang dipenuhi hewan-hewan mistis seperti naga dan phoenix. Ada hewan lucu seperti perpaduan anjing dan kalkun bernama Morris.

Kehadiran monster dalam film ini jadi mengingatkan film-film monster verse seperti "Godzilla". Sayangnya sisi pertarungan finalnya agak berantakan

Hiphop dengan Rich Brian dan Niki
Musik hiphop banyak mewarnai adegan dalam film ini, juga menjadi tembang soundtrack film Shang-Chi. Jika diperhatikan nama-nama pengisi soundtrack-nya, ada nama Rich Brian dan Niki alias Nicole Zefanya yang berdarah Indonesia. Kedua penyanyi Indonesia ini memang sudah beberapa tahun ini memiliki karier global di bawah label 88 Rising.

Rich Brian berkolaborasi dengan DJ Snake dan Rick Ross membawakan tembang "Run It". Sedangkan dalam tembang "Lazy Susan" ia berkolaborasi dengan 21 Savage. Sementara Niki membawakan "Every Summer".

Kekurangannya
Sebenarnya jika dikulik ada kekurangan  film ini, terutama dari sisi organisasi Ten Rings dan sosok si ayah, juga kisah di Desa Ta Lo. Ada beberapa hal yang jika dipikir baik-baik terasa janggal. Tapi karena film ini tujuannya untuk menghibur, ya sisi-sisi yang terasa ganjil tersebut bisa diabaikan.

Dari sisi cerita juga sebenarnya biasa saja, tidak sampai yang wah atau bikin terkesan hingga bertahun-tahun kemudian. Jika tanpa adegan laga di bus, performa Tony Leung, dan CGI, aku ragu film ini akan sukses seperti saat ini.

Oh iya film ini di Amrik dan sejumlah negara telah tayang sejak 3 September. Jadi di Indonesia agak telat beberapa minggu. Jangan lupa untuk unduh aplikasi Peduli Lindungi dan scan barcode di luar bioskop sebelum menonton. Kini vaksin satu kali dengan status warna kuning, juga bisa ikut nonton di bioskop.

Jadi dilewatkan atau ditonton bersama keluarga? Sila putuskan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun