"Raising awareness, supporting survivors, saving lives."
Itulah tema bulan kesadaran akan aneurisma otak (brain aneurysm) yang diperingati setiap bulan September. Penyakit ini memang tidak begitu dikenal dan dipajami oleh awam.Â
Aku pun baru tahu akan aneurisma otak ketika ada selebriti yang mengalaminya. Penyakit ini bisa mengganggu fungsi tubuh hingga merengut nyawa penderitanya. Tak kurang ada 500 ribu orang yang meninggal karena aneurisma otak.
Sebenarnya apa sih penyakit aneurisma otak?
Aneurisma otak adalah kondisi tubuh di mana dinding pembuluh darah melebar atau menonjol. Hal ini dikarenakan dinding pembuluh darah tersebut yang lemah.
Apabila dinding pembuluh darah ini pecah maka kondisi ini akan fatal bagi tubuh penderitanya. Ia akan bisa mengalami pendarahan otak dan kerusakan otak. Pecahnya dinding pembuluh darah ini bisa dialami oleh sekitar satu orang setiap 18 menit.
Kisah penderita aneurisma otak ini pernah kudengar dialami oleh Emilia Isobel Euphemia Rose Clarke atau yang beken dengan nama Emilia Clarke. Ia adalah bintang asal Inggris yang terkenal lewat perannya sebagai ibu naga alias Daenerys Targayen di serial "Game of Thrones". Ia kemudian juga membintangi "Me Before You" dan "Last Christmas".
Ia bercerita tak tahu jika ia mengidap aneurisma otak. Tiba-tiba ia merasa sakit parah saat menjalani latihan. Ketika ia menjalani pemeriksaan MRI, ia disebut mengalami perdarahan mendadak di celah antara otak dan membran tengah.
Setelah beroperasi dan beristirahat, ia sempat mengalami afasia, lupa nama dan depresi. Ia mengaku saat bersyukur bisa lolos dari aneurisma sehingga ketika sembuh bisa mengikuti syuting musim kedua "Game of Thrones".
Bintang film lainnya yang pernah mengalami aneurisma otak adalah Sharon Stone. Ia memerlukan waktu dua tahun memulihkan dirinya, belajar berjalan dan berbicara. Masa-masa tersebut kata dia sungguhlah berat. Ia juga merasa Hollywood telah melupakannya.
Di Indonesia, bintang FTV, Dallas Pratama juga pernah mengalami pembuluh darah otaknya pecah. Aneurisma otak ini mengakibatkannya koma.
Ya, seperti Emilia Clarke Sharon Stone, dan Dallas Pratama, aneurisma otak bisa menyerang siapa saja. Umumnya juga tidak bergejala. Oleh karenanya disarankan setiap orang melakukan brain check up secara rutin.
Hal ini dikarenakan seperti yang diceritakan Sharon, Dallas, dan Emilia, meski aneurisma otak tak selalu berujung kepada kematian.
Namun, penderitanya dan keluarganya akan mengalami banyak hal. Ia bisa depresi, fungsi tubuh yang tak berjalan dengan baik sehingga perlu terapi dan perawatan, juga biaya yang sangat besar.
Oleh karena itu menurut dr Abrar Arham Sp.BS, dokter spesialis bedah saraf dan konsultan pembuluh darah di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), masyarakat perlu diberikan informasi tentang aneurisma otak, gejala dininya, edukasi pencegahan, dan penanganan komprehensifnya sebelum aneurisma itu parah dan berujung fatal.
Mereka yang berisiko terhadap aneurisma otak adalah perempuan dengan usia di atas 40 tahun, merokok, hipertensi, dan juga memiliki turunan riwayat aneurisma otak (genetik).
Gejala dini penyakit ini di antaranya nyeri di sekitar mata, pusing dan sakit kepala, pandangan kabur atau melihat dobel, mati rasa di satu sisi wajah, keseimbangan terganggu, kesulitan berbicara, dan sulit berkonsentrasi.
Sedangkan tanda aneurisma otak pecah yaitu penglihatan terganggu, kehilangan kesadaran, mual dan muntah, kejang, sulit berbicara, juga lumpuh atau lemah pada satu sisi tubuh.
Untuk itu disarankan masyarakat, terutama yang berisiko, untuk rutin melakukan brain check up berupa angiografi otak untuk deteksi awal aneurisma. Angiografi otak bisa berupa MRI atau CT scan. MRI untuk mendeteksi ada tidaknya aneurisma otak. Sementara CT scan untuk memastikan ada tidaknya perdarahan akibat pecahnya aneurisma otak.
Kasus aneurisma otak yang ditangani RS PON cukup banyak, yakni 100 kasus tiap tahunnya, termasuk Dallas Pratama juga pernah menjadi pasiennya.Â
Dalam penanganan aneurisma otak ini perlu kolaborasi multidisiplin di antaranya dokter bedah saraf, neurologist, neurointervensionist, dan intensivist. Tak kalah penting adalah peralatan dan fasilitas penunjang berteknologi tinggi. Semuanya ini sudah tersedia di RS PON.
Metode untuk penanganan aneurisma adalah operasi bedah mikro (clipping aneurisma) atau dengan teknik minimal invasif endovaskular (coiling aneurisma).Â
Sedangkan Digital Substraction Angiography (DSA) diperlukan untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak untuk membantu menentukan bentuk terapi yang tepat untuk menangani aneurisma tersebut.
Teknologi ini, lanjut dr Abrar, terus berkembang ke arah lebih baik. Kini ada metode pemasangan Cerebral Flow Diverter (FD) yang angka keberhasilannya mencapai 95 persen. Ini adalah teknologi terkini mengatasi aneurisma tanpa pembedahan., Metode ini selama beberapa tahun terakhir sudah diterapkan RS PON.
Keunggulan metode Cerebral FD ini prosedurnya relatif cepat, tidak ada luka sayatan, pasien lebih nyaman, pasca tindakan tidak perlu perawatan ICU, dan mengurasi durasi rawat inap.
Nah dengan adanya program Aneurysm Awareness ini dr. Abrar berharap masyarakat dapat memahami bahaya dari aneurisma otak sehingga mau melakukan brain check up secara rutin, agar kasus aneurisma otak di Indonesia dapat diatasi sebelum memburuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H