Serial "Monsters At Work" sudah memasuki episode kesembilan pada Rabu silam (25/8). Dibandingkan kedua film layar lebarnya, filn serial ini memiliki nuansa yang suram dan juga aneh mengikuti keseharian Tylor Tuskmon yang masih terus beradaptasi di divisi teknis, MIFT.Â
Sosok dan cerita Tylor Tuskmon ini nampak membumi dan bisa ditemui di sekeliling kita. Ia adalah lulusan terbaik Monsters University. Angan-angannya sudah tinggi. Ia bakal meraih pekerjaan terbaik sesuai dengan yang diimpikannya.
Namun sayangnya kurikulum di kampusnya sudah tak lagi sesuai dengan yang ada di dunia nyata. Mereka terlambat mengubahnya. Tylor memang lulusan terbaik tapi sebagai Scarer. Padahal dunia kerja saat ini tak memerlukanya. Profesi Scarer dianggap sudah mati. Kini yang diperlukan adalah komedian.Â
Tylor lunglai. Ia akhirnya bersedia bekerja di divisi MIFT yang tak pernah diketahuinya. Ia tak punya pengalaman apapun soal mesin dan rekan-rekan kerjanya nampak aneh. Ia seperti teralienisasi meskipun atasannya, Fritz, juga baik. Tapi yang membuatnya rikuh, teman satu kerjanya, Val, adalah teman satu kampusnya yang drop out.
Ah Tylor yang lulusan terbaik nasibnya sama dengan temannya, Val. Ia merasa kecewa.
Tapi menjadi komedian tak mudah. Tylor menyisihkan waktu untuk belajar menjadi komedian di kelas Mike. Namun ia sudah berulang kali mengikuti audisi dan gagal.Â
Entau kenapa cerita serial yang merupakan bagian dari dunia "Monsters, Inc." ini terasa muram dan seperti kehilangan unsur magisnya. Tone-nya makin suram karena fokusnya lebih banyak ke Tylor yang glommy dan rekan-rekan kerjanya yang aneh.Â
Awalnya aku berharap ceritanya bukan hanya tentang MIFT dan hidup Tylor, namun juga cerita tentang divisi Monsters, Inc lainnya dengan warna yang lebih cerah dan ceria. Namun semakin ke sini, ceritanya semakin janggal dan mengikuti rumus tertentu. Tylor yang lagi-lagi membuat kesalahan dalam pekerjaannya dan upayanya membenahi kesalahan tersebut.Â
Mike di sini juga terlihat seenaknya dalam mengelola perusahaan. Sementara rekannya, Sulley, juga nampak tak antusias dalam melakukan apapun.
Entahlah semakin ke sini aku semakin kurang tertarik menyaksikan film serial ini dan hanya ingin tahu apakah Tylor akhirnya dapat menjadi komedian.
Sisi plusnya, serial monster ini seperti dunia nyata di mana kampus kadang-kadang suka terlambat mengetahui kondisi dunia luar, kurikulumnya usang, sehingga ilmu lulusannya jadi kurang relevan dengan yang diperlukan industri kerja masa itu.Â
Poin lainnya menjadi lulusan terbaik kadang-kadang juga bukan berarti nasibnya mujur dan peluang berkariernya luas. Seperti Tylor yang keahliannya tak lagi diperlukan dan akhirnya ia pun terpaksa mau bekerja di divisi manapun.Â
Sepertinya Disney perlu meninjau lagu alur cerita dari "Monsters at Work" jika ingin serial ini tetap banyak peminatnya. Dengan kata lain serialnya mulai membosankan dan kehilangan pesonanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H