Waktu menunjukkan pukul lima. Sudah masuk ke arah petang. Kulihat kucing-kucing di rumah menguap dan mengambil posisi santai. Beberapa sudah terlelap dengan pulasnya, seperti Samsudin dan dua anaknya.
Samsudin induk betina yang dulunya kucing liar. Karena kasihan melihat perutnya yang besar, kami tak tega mengusirnya. Memang kucing kami sudah kebanyakan, tapi kami tetap tak tega mengusir kucing betina, apalagi yang akan beranak.
Ya, akhirnya si Samsudin melahirkan di rumah kami. Rupanya ia cerdik, bersembunyi di antara kardus-kardus di sebuah kamar. Namun ia tak puas. Seperti tradisi kucing, harus berkali-kali bayi kucing dipindahkan.
Si Samsudin juga menerapkan prinsip tersebut. Anaknya dipindahkan ke kolong lemari, lalu ke laci di kamar. Berhubung ketahuan, ia batal menaruhnya ke laci. Tapi kemudian ia tahu spot yang aman buat naruh anaknya. Apalagi ada bantal kucing yang jatuh tak jauh dari spot tersebut.
Akhirnya Samsudin menaruh dua anaknya di bantal kucingku, tak jauh dari meja kerjaku. Nyempil di situ. Karena badannya besar, maka hanya dua anaknya yang muat di bantal kucing itu.
Petang ini Samsudin pun terlelap. Ia kelelahan menyusui anaknya. Ia juga sempat lunglai mendapati satu anaknya meninggal ketika ia pindahkan ke sana dan ke mari.
Tak hanya Samsudin yang lemas, Opal juga matanya sayu. Ia juga kesal dua kali kusuruh pindah dari kamar mandi. Hawa Jakarta yang lembab dan gerah membuatnya nyaman tidur di lantai kamar mandi.
Ah kucing-kucing lainnya juga lemas. Tidurlah yang nyaman sambl menunggu makan malam.
Mulut Samsudin berkedut-kedut. Kayaknya ia mimpi ikan belanak gendut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H