Film ini menandai come back-nya Ladya Cheryl ke perfilman nasional.setelah terakhir kali tampil di film Edwin berjudul "Postcards from The Zoo". Ladya memang kerap berkolaborasi dengan Edwin. Ia juga membintangi film Edwin, "Babi Buta yang Ingin Terbang", "Kara  Anak Sebatang Pohon", "Hulahoop Soundings", dan "Trip to The Wound".
Dalam acara bincang film yang diadakan Palari Films sore tadi (Jumat, 20/8) via Live Tweet, Edwin mengaku bangga bisa meraih penghargaan tertinggi di festival film prestisius yang telah dihelat sejak tahun 1946 ini. Ini menjadi booster dan pendorong semangat bagi industri film tanah air.
Sementara kedua produser film ini, Meiske Taurisia dan Muhammad Zaidy, bercerita film ini telah melalui perjalanan panjang. Agak sulit melakukan produksi pada masa pandemi ini. Dari kemenangan ini  keduanya yakin ide dan artistik film-film Indonesia tak kalah dengan film mancanegara.
Meiske juga mengungkapkan film ini di Locarno diputar lima kali, satu untuk industri, satu kali untuk media, dan tiga kali untuk masyarakat umum. Mereka memberikan apresiasi positif. Selanjutnya film ini masuk dalam seleksi Contemporary Wold Cinema di ajang Toronto International Film Festival.
Penghargaan film Indonesia di ajang Festival Film Locarno memang bukan yang pertama. Garin Nugroho pernah meraih Silver Leopard di ajang ini tahun 2000 untuk filmnya "Puisi Tak Terkuburkan". Namun tahun ini kali pertama Indonesia meraih penghargaan tertinggi di ajang festival ini.
Tentang Edwin dan Film-filmnya yang Unik
Film Edwin yang populer adalah "Posesif" dan "Aruna & Lidahnya". Kedua film sutradara kelahiran Surabaya, 24 April 1978 ini sukses secara komersial dan kualitas. "Posesif" berhasil raih 10 nominasi piala Citra dan memenangkan tiga piala. Salah satunya kategori sutradara terbaik.
Sedangkan "Aruna & Lidahnya" meraih sembilan nominasi FFI. Salah satunya nominasi sutradara terbaik.
Edwin kerap menambahkan simbol-simbol atau metafora dalam adegan-adegan filmnya sehingga filmnya terasa khas. Misalnya dalam "Aruna & Lidahnya, ada banyak simbol dan metafora yang diimbuhkan ke adegan film.Â
Hingga kini Edwin telah merilis belasan film, lima di antaranya film panjang. Film "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" adalah film kelimanya selaku sutradara. Di sini ia juga menjadi penulis skenarionya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H