Kastil makin dekat. Eh muncul raksasa lagi. Nero mengisyaratkan aku untuk melempar pedang ke arahnya Duh pedangnya berat sekali tak seperti bayanganku. Aku memegangnya saja setengah mati. Kulempat ia sekuat tenaga. Aku jadi takut badanku sendiri yang terlempar.
Akhirnya pedang itu terlempar meski aku tak yakin mampu mengenai badan raksasa tersebut.
Kami memasuki kastil. Jembatan ditarik dan kemudian ditutup.
Nero di dalam kastil mengecil seperti ukurannya semula. Kami kembali berpelukan. Ah hangatnya. Selama beberapa saat kami hanya diam dan berpelukan.
Di dalam kastil ada lorong-lorong dan berbagai ruangan yang diterangi obor. Aku tak lagi heran bila tak ada penghuninya.
Nero kembali mengajakku berlari. Ayo. Kami berlari  memasuki ruangan demi ruangan. Ada ballroom, tempat kesatria berkumpul, tempat raja berkumpul bersama para menterinya. Semuanya kosong.
Lalu ada ruang baca dan lemari buku. Nero melompat menujuk ke sebuah buku. Ketika tersentuh, ada pintu terbuka di baliknya. Kami berdua memasukinya. Ada pintu lagi di sana. Kubuka pintu itu perlahan-lahan.
Nero masih memelukku. Ia naik ke pundakku. Lalu kurasakan pelukannya melonggar.
Ketika pintu kubuka, yang terbentang adalah ruang depanku. Kami sudah berada di rumah.
Pintu kastil itu telah lenyap. Di luar adalah halaman rumah yang hanya diterangi lampu teras.
Kucing-kucingku berlarian menyambutku. Ada Kidut, Pang, Pong, dan Opal. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, tak ada Nero. Aku susuri halaman. Tak ada sama sekali sosok Nero.