Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rubah Putih | Bagian Terakhir Berlari Bersama Kucing

16 Agustus 2021   19:15 Diperbarui: 16 Agustus 2021   19:24 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ah seperti dalam kisah "Green Night" saja ada raksasa | Sumber: IMDb/A24

Aku semakin ragu ini mimpi karena begitu lama dan lelah dinginnya terasa nyata. Tapi hutan dan makhluk-makhluk yang kutemui sebagian rasanya tak nyata. Seperti dalam cerita fantasi.

- - -

Aku hampir terlelap sebelum sebuah suara membangunkanku. Seekor macan. Wahhhh aku berteriak.

Teriakanku memecah kesunyian. Bodoh. Aku ketahuan. Apa boleh buat siapa yang tak takut dengan macan?

Eh ia buat macan. Ini Nero. Ini Nero...ooh. Nero badannya membesar. Empat kali lipat dari ukurannya. Ia nampak ganteng dan gagah. Ooh Nero, aku memeluknya. Rasanya begitu hangat. Aku menangis sambil memeluknya erat.

Nero berkata padaku agar aku naik ke punggungnya. Ia menyodorkan semacam jubah ala-ala kesatria abad pertengahan dalam "Johan dan Pirlouit". Ia juga memberiku pedang.

Weiiits pedangnya berat sekali. Sambil menerimanya, aku berpikir kencang bagaimana Nero membawa jubah dan pedang tadi. Apa ia punya kantung ajaib. Kuamati Nero. Ia hanya mengenakan semacam zirah. Nero membentakku. Ayo cepat naik, ada yang akan datang.

Nero memberitahuku lewat telepati. Beberapa bagian hutan yang ganjil adalah ulahku. Ketakutanku bermanifestasi. Hutan ruwet di depan juga ulahku. Pikiranku yang sedang ruwet penyebabnya. "Hei? Aku ruwet salah satunya gara-gara mikir kamu, Nero". Aku menyentil kupingnya.

Aku mendengar sesuatu. Hewan buas. Duh aku telanjur melihatnya. Ada kawanan serigala mengejar. Kami nampaknya tak lolos. Mereka begitu kencang.

Nero memarahiku. Ia memintaku fokus agat bisa ke luar dari hutan. Aku membayangkan kami berdua terbang, menerebos hutan.

Aku membuka mata. Eh kok tetap hutan ruwet. Di belakang, moncong serigala rasanya menyundulku. Wah ini nggak benar. Nero ayo lebih kencang lagi larinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun