Dalam film ini orang tua Saski memiliki profesi unik. Keduanya adalah penulis dan pembaca lontar, profesi yang masih eksis di Bali. Ketika Saski hendak menikah, dilakukan perhitungan kecocokan calon pengantin dan hari baik seperti halnya yang masih dilakukan di sebagian suku Jawa. Di sini juga terlihat pembukaan toko dengan melibatkan adat-istiadat Bali, prosesi lukatan atau ruwatan ala Bali, juga tradisi gulat lumpur atau mepantingan. Sungguh menarik.
Memang alur film ini cenderung klise, konfliknya banyak ditemui di film drama percintaan di Indonesia, tentang cinta segitiga yang terbelenggu oleh rasa tidak enak kepada orang tua, juga rasa hutang budi. Coba sebutkan film Indonesia dengan unsur cerita seperti ini, pasti sangat banyak.
Alur cerita dalam film ini juga seolah-olah dipanjang-panjangkan. Kisahnya juga memiliki penutup yang mudah ditebak, sudah ketahuan sejak awal film. Namun meski demikian film ini tetap asyik ditonton apalagi pada akhir pekan karena ceritanya yang ringan dan kocak. Menghibur. Selain itu film ini terbantu oleh performa pemain yang apik, outfit yang modis, dan sinematografi yang indah, juga nuansanya yang kental akan kultur dan nuansa Bali.
Dalam film ini terlihat panorama indah di antaranya Garuda Wisnu Kencana, Pantai Canggu, Pantai Melasti, Desa Batubulan, Desa Tenganan, persawahan di Ubud, dan Jatiluwih. Jajaran pemainnya memadukan bintang-bintang yang naik daun dan para pemain film kawakan seperti Mathias Muchus, Ayu Laksmi, Christine Hakim, Karina Suwandi, Yayu Unru, Otig Pakis, Dayu Wijanto, dan I Made Sidia.
"Sebuah film drama romantis yang berbalur tradisi dan keindahan alam Bali. Ceritanya ringan namun memikat. Skor: 7.5/10."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H