Film dokumenter dari National Geographic berjudul "Easter Island: Unsolved" banyak memberikan pelajaran tentang pentingnya melestarikan alam. Dokumenter yang dirilis tahun 2018 dan diputar di Disney Plus Hotstar ini membahas tentang tragedi yang terjadi di Pulau Paskah sehingga peradaban tersebut hancur. Kisah tragis berawal dari pembabatan hutan ini bisa terjadi di mana saja, di mana sudah diperingatkan oleh catatan sejarah.
Dalam tayangan sepanjang 45 menit ini penonton diajak menyelami bagaimana kondisi awal Pulau Paskah sebelum dan setelah puncak peradaban. Bagaimana pulau ini sempat dihuni 20 ribu penduduk hingga kemudian hanya tersisa 111 penduduk pada tahun 1877.
Film dokumenter ini memberikan gambaran Pulau Paskah pada masa kini, pada masa dulu dengan rekonstruksi dan fragmen, serta wawancara dengan para ahli. Para pakar di antaranya arkeolog Claudio Cristino dan Terry Hunt serta geologis August Elomore.
Pulau Paskah atau Rapa Nui adalah pulau yang terpencil di Samudera Pasifik sehingga dulu disebut pulau ujung daratan. Pulau terdekat dari Pulau Paskah, yaitu Kepulauan Pitcairn berjarak 1.200 mil. Sedangkan jaraknya dengan garis pantai Amerika Selatan adalah sekitar 2.400 mil. Meski lokasinya jauh dengan Amerika Selatan, Pulau Paskah masuk dalam teritori negara Chili.
Penduduk pulau ini ditengarai adalah ras Polinesia. Dengan kemampuan berlayarnya meski hanya mengandalkan angin, ombak, dan petunjuk langit, mereka berangkat dari Taiwan menuju Filipina dan kemudian tiba di Pulau Paskah. Diperkirakan dari jejak karbon radioaktif, mereka tiba di pulau ini sekitar tahun 500-1000 Masehi.
Pulau Paskah atau Rapa Nui selama ini dikenal sebagai pulau yang memiliki peradaban yang menarik sekaligus misterius. Di pulau seluas 65 mil persegi ini terdapat begitu banyak patung raksasa yang disebut Moai.
Proses pemindahan batu tersebut sendiri ada banyak teori. Salah satunya berkaitan dengan dugaan lenyapnya hutan lebat dimiliki pulau ini.
Pulau Paskah dulu adalah pulau yang subur dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Pulau ini memiliki gunung berapi, dengan air tawar bersih dan pohon-pohon palem yang tinggi. Ada banyak burung laut berdiam di pulau ini. Ikan-ikan di sekitar pulau ini juga mudah dijumpai.
Namun dengan jumlah penduduk yang terus merangkak hingga mencapai 20 ribu penduduk pada masa puncak peradaban, hal ini kemudian memengaruhi kondisi alam. Mereka perlu tempat tinggal, perahu untuk berlayar, dan juga alat untuk memindahkan Moai. Maka mulailah mereka menebang pepohonan.
Batang pohon konon digunakan untuk membantu memindahkan Moai dari bawah ke puncak berdasarkan sebuah teori. Pohon juga menjadi bahan bangunan dan bahan pembuatan kapal. Mereka juga perlu lahan untuk tempat tinggal. Tak lama kemudian pulau yang hijau dan subur itu pun menjadi gersang.