Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pelajaran dari Tragedi Pulau Paskah, Catatan dari "Easter Island: Unsolved"

4 Juli 2021   02:11 Diperbarui: 4 Juli 2021   02:27 1915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film dokumenter dari National Geographic berjudul "Easter Island: Unsolved" banyak memberikan pelajaran tentang pentingnya melestarikan alam. Dokumenter yang dirilis tahun 2018 dan diputar di Disney Plus Hotstar ini membahas tentang tragedi yang terjadi di Pulau Paskah sehingga peradaban tersebut hancur. Kisah tragis berawal dari pembabatan hutan ini bisa terjadi di mana saja, di mana sudah diperingatkan oleh catatan sejarah.

Dalam tayangan sepanjang 45 menit ini penonton diajak menyelami bagaimana kondisi awal Pulau Paskah sebelum dan setelah puncak peradaban. Bagaimana pulau ini sempat dihuni 20 ribu penduduk hingga kemudian hanya tersisa 111 penduduk pada tahun 1877.

Film dokumenter ini memberikan gambaran Pulau Paskah pada masa kini, pada masa dulu dengan rekonstruksi dan fragmen, serta wawancara dengan para ahli. Para pakar di antaranya arkeolog Claudio Cristino dan Terry Hunt serta geologis August Elomore.

Pulau Paskah atau Rapa Nui adalah pulau yang terpencil di Samudera Pasifik sehingga dulu disebut pulau ujung daratan. Pulau terdekat dari Pulau Paskah, yaitu Kepulauan Pitcairn berjarak 1.200 mil. Sedangkan jaraknya dengan garis pantai Amerika Selatan adalah sekitar 2.400 mil. Meski lokasinya jauh dengan Amerika Selatan, Pulau Paskah masuk dalam teritori negara Chili.

Penduduk pulau ini ditengarai adalah ras Polinesia. Dengan kemampuan berlayarnya meski hanya mengandalkan angin, ombak, dan petunjuk langit, mereka berangkat dari Taiwan menuju Filipina dan kemudian tiba di Pulau Paskah. Diperkirakan dari jejak karbon radioaktif, mereka tiba di pulau ini sekitar tahun 500-1000 Masehi.

Pulau Paskah atau Rapa Nui selama ini dikenal sebagai pulau yang memiliki peradaban yang menarik sekaligus misterius. Di pulau seluas 65 mil persegi ini terdapat begitu banyak patung raksasa yang disebut Moai.

Moai tersebar di pulau ini. Jumlahnya mencapai seribu (sumber gambar: Smithsonianmag.com)
Moai tersebar di pulau ini. Jumlahnya mencapai seribu (sumber gambar: Smithsonianmag.com)
Konon patung raksasa setengah badan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap nenek moyang mereka. Mereka dibuat dari batu lunak dari pegunungan dan abu vulkanik padat yang dipahat. Tak semua patung raksasa tersebut diletakkan di bagian puncak pulau, tak sedikit yang tersebar di pulau, ada yang utuh dan banyak yang tak lengkap.

Proses pemindahan batu tersebut sendiri ada banyak teori. Salah satunya berkaitan dengan dugaan lenyapnya hutan lebat dimiliki pulau ini.

Pulau Paskah dulu adalah pulau yang subur dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Pulau ini memiliki gunung berapi, dengan air tawar bersih dan pohon-pohon palem yang tinggi. Ada banyak burung laut berdiam di pulau ini. Ikan-ikan di sekitar pulau ini juga mudah dijumpai.

Namun dengan jumlah penduduk yang terus merangkak hingga mencapai 20 ribu penduduk pada masa puncak peradaban, hal ini kemudian memengaruhi kondisi alam. Mereka perlu tempat tinggal, perahu untuk berlayar, dan juga alat untuk memindahkan Moai. Maka mulailah mereka menebang pepohonan.

Batang pohon konon digunakan untuk membantu memindahkan Moai dari bawah ke puncak berdasarkan sebuah teori. Pohon juga menjadi bahan bangunan dan bahan pembuatan kapal. Mereka juga perlu lahan untuk tempat tinggal. Tak lama kemudian pulau yang hijau dan subur itu pun menjadi gersang.

Hal ini diperparah dengan kehadiran tikus. Mungkin tikus itu terbawa ketika bersembunyi di peti-peti dan karung makanan ketika mereka berlayar ke pulau ini. Tikus itu beranak pinak dan bisa jadi menyantap benih pohon palem sehingga pohon pun tak bisa lagi tumbuh.


Kondisi ini diduga diperparah dengan habisnya burung laut yang diburu penduduk. Kotoran burung laut itu membantu menyuburkan tanah. Ketika burung laut ludes maka tanah pun kehilangan sumber nutrisinya.

Tak ada lagi pepohonan. Hal itu pun menjadi awal tragedi. Tanpa pohon maka ada banyak hal yang bisa terjadi.

Alam rusak dan sumber daya alam pun menipis. Maka yang terjadi terjadi kekacauan. Para warga berebut sumber daya, baik makanan maupun air tawar. Kontak fisik tak bisa lagi dihindari.

Teori-teori berikutnya yang membuat peradaban pulau ini punah makin mengerikan. Teori ini didapat dari hasil investigasi dan eksplorasi di gua labirin dan berbagai temuan di pulau tersebut.

Kalian bisa menyaksikannya sendiri di film dokumenter tersebut. Betapa mengerikannya hal-hal yang mengiringi ketika manusia dengan serakah membabat habis pepohonan untuk memenuhi nafsu. Mereka lupa dengan alam yang memberikan sumber daya dan pengayoman dengan tulus.

Film dokumenter tentang Pulau Paskah ini bisa menjadi sebuah peringatan bahwa manusia sebaiknya hidup berdampingan dengan alam. Jangan serakah menghabiskan sumber daya alam tanpa upaya memperbaruinya. Juga jangan membabat habis pepohonan karena suatu ketika manusialah yang akan menderita akibat perbuatannya yang semena-mena kepada alam.

Beberapa pulau di Indonesia telah mengalami penggundulan hutan besar-besaran. Jangan sampai cerita tragis yang terjadi di Pulau Paskah juga menimpa penduduk pulau negeri tercinta.

Di film dokumenter ini juga dijelaskan alasan kehadiran patung raksasa tersebut (sumber: Apec.org)
Di film dokumenter ini juga dijelaskan alasan kehadiran patung raksasa tersebut (sumber: Apec.org)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun