Sejak kecil aku sudah terpapar musik. Ayah punya banyak sekali koleksi kaset. Â Yang suka disetel ayah kala itu lagu-lagu Deep Purple, Elvis, lagu-lagu klasik instrumentalia, dan cerita Panji Semirang. Â Hingga kemudian aku memilih lagu cadas sebagai favoritku disusul musik klasik dan new age.Â
Ketika SMP dan SMA, kesukaanku akan band cadas menjadi-jadi. Aku membeli majalah-majalah yang mengupas band cadas, mendengarkan program musik khusus lagu-lagu rock dan metal, lalu suka bertukar kaset dengan kawan-kawan.
Saat itu musik rock sedang berjaya. Ada begitu banyak genre musik cadas yang bisa didengar dari hardrock, punk rock, ska rock, grunge, rock alternatif,industrial rock, electronic eock, brit rock, emo, shoegaze, dan masih banyak lagi. Rasanya sungguh menyenangkan.Â
Aku, kakak, dan beberapa kawan terlibat diskusi seru tentang band dan aliran rock masa itu. Kami akan antusias membahas band-band baru atau musik rock dengan unsur yang menarik. Kami membandingkan mana gitaris rock yang paling 'maut' alias paling brilian dan paling cepat.
Gara-gara musik rock ini aku dan teman-teman jadi suka menyaksikan festival musik. Saat itu di Malang cukup sering diadakan festival musik. Biasanya akhir pekan atau hari Minggu kami menyempatkan datang untuk nonton festival musik dan berlagak seperti pengamat, mengomentari ini dan itu.Â
Sejak dulu aku memang suka musik cadas. Tapi sayangnya aku tak berhasil membuat citra penggemar band cadas menempel padaku. Aku gagal melakukan branding bahwa  aku penggemar musik cadas.Â
Hanya sedikit teman-teman SMP hingga perguruan tinggi yang tahu aku penggemar musik metal. Dari kalangan teman yang tahu juga hanya teman-teman dekat dan mereka yang dulu sering kujadikan tempat pinjam kaset dan CD album band metal.
Sebenarnya jawabannya sederhana kenapa aku gagal melakukan branding diri sebagai penggemar musik cadas. Ya, karena penampilanku tak mendukung sama sekali.Â
Hingga SMA aku lebih dikenal sebagai anak yang serius dan nerd, kecuali teman-teman dekatku. Selama kuliah, penampilan kalemku juga lebih mencolok. Biasanya mereka menganggapku bercanda bila aku bilang suka banget dengan musik cadas hahaha. Kalau aku sebut penggemar musik klasik mungkin masih banyak yang percaya.Â
Aku gagal melakukan branding penggemar musik cadas. Dari fisik dan penampilan memang tak menyakinkan. Tak ada sangar-sangarnya hahaha. Tak ada tato, tindik di bibir, atau atribut seperti kalung atau gelang tengkorak. Tapi kakak dan teman-temanku penggemar metal juga sebenarnya tampilannya biasa-biasa saja.Â
 Tapi tak apa-apalah aku rajin-rajin saja nulis tentang musik cadas. Toh tujuanku menulis musik cadas bukan karena apa-apa, tapi ingin punya teman diskusi yang seru untuk bahas musik cadas.Â
Rasanya sungguh menyenangkan, ngobrol band metal ini dan itu, dan berbagi pengalaman ketika menyaksikannya. Itu saja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H