Dulu pada tahun 70 dan awal 80an film Indonesia laris tayang di Singapura, Brunei, dan Malaysia. Namun ketika kemudian ada era video, industri film mulai rapuh. Hal ini diperparah dengan maraknya pembajakan kaset video.
Di kota-kota besar, 6 dari 10 keluarga punya pemutar video. Sehingga mereka pun lebih banyak memilih nonton film video rame-rame daripada ke bioskop.
Adanya pembajakan pun membuat harga kopi film ambruk. Yang dulunya harga film berkisar Rp 77 juta per kopi anjlok hanya jadi Rp 5-6 jutaan.
Kini sosok yang memberikan peluang dan ancaman itu adalah platform streaming. Ia menjadi ancaman bagi industri bioskop karena sebagian penonton sudah mulai merasa nyaman bisa nonton kapan saja dengan harga relatif terjangkau.
Sedangkan bagi produser film platform streaming bisa jadi alternatif. Apalagi pada masa pandemi ini. Nunggu antrian tayang film, panjangnya seperti apa.
Ada juga yang menggunakan langkah tengah, putar di bioskop juga putar di platform streaming seperti Warner Bros dengan HBO Max-nya. Nanti akan saya bahas kapan-kapan strategi dari pembuat dan distributor film dengan adanya platform streaming ini. Jemariku ternyata sudah pegal.
Selamat beristirahat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI