Ketika mendengarkan lagi lagu-lagu yang sering kudengarkan pada masa lalu, kenangan dan emosi pada waktu itu juga menguar meski lagu tersebut selesai diputar.Â
Lagu "Crawling" milik Linkin Park, misalnya. Lagu ini membuka lagi kenangan pada saat remaja. Saat itu ada perasaan luar biasa mendengar lagu ini, musik dan gaya bernyanyi Chester Bennington sesuatu yang baru pada masa itu. Rasa sedih dan juga energi dari vokal Chester ikut terasa.Â
Lagu ini seperti mewakili perasaan masa itu. Aku berupaya menjadi bagian dari kelompok agar tak tersisihkan, mendengarkan komentar-komentar teman tentangku, namun kemudian menyadari upaya itu melelahkan. Lebih baik jadi diri sendiri.Â
Lagu "Crawling" ini juga membuatku melamun, membayangkan situasi pada tahun 2012. Betapa gembiranya aku saat itu berhasil menyaksikan salah satu band favoritku ini di bangku VIP. Seorang kawan tiba-tiba memberiku hadiah ini. Sungguh hadiah yang istimewa.Â
Saat Chester membawakan lagu ini aku seperti terpaku. Dulunya aku sempat bosan dengan lagu ini karena terlalu sering kudengar. Tapi, mendengarkan lagu ini dibawakan langsung oleh salah satu penyanyi favoritku secara langsung, aku terkesima. Seperti mimpi. Salah satu momen terbaik yang kumiliki.Â
Lagu ini juga kemudian memberiku perasaan sedih. Kabar kematian Chester sungguh tak terduga. Baru kemudian para fans membuat analisa bahwa Chester sudah memberikan 'kode' rasa depresinya lewat lagu-lagunya. Kabar ini membuatku berduka, apalagi ketika kemudian ada kabar lagi yang tak kalah menyedihkan dari The Cranberries.
![The Cranberries dan Linkin Park selalu jadi band favoritku (sumber: MediaIndonesia)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/06/02/cranberries-60b718d38ede4829dc4293a2.jpg?t=o&v=770)
Tiga lagu ini mewakili beragam perasaan masa itu, terpukau dengan suara indah Dolores, sedih dengan masih banyaknya perang kala itu, dan rasa kecewa karena gagal memenuhi harapanku.Â
Aku mengoleksi sebagian albumnya dan semua tembangnya kudengarkan. Lagu yang paling kusuka dan paling favorit adalah "Dreams". Lagu ini menurutku karya masterpiece dari The Cranberries.Â
Musiknya begitu indah, liriknya sederhana namun memikat, vokal Dolores begitu mengesankan. Bagian penutupnya dengan yodel Indian juga membuat lagu ini terasa syahdu dan membuat pikiran melalang buana ke bayangan surga versiku.
Dulu setiap mendengar lagu ini, moodku berubah menjadi baik dan damai. Aku senyum-senyum sendiri, membayangkan menemukan pria idaman seperti dalam lagu ini.Â
Ketika mendengarkan lagu ini kini, emosiku juga tetap senang dan bahagia. Aku teringat dengan sebuah momen mendengarkan Dolores menyanyikan lagu ini di konsernya di Jakarta. Dan saat itu aku menyimak penampilannya bersama pasanganku.Â
Lagu yang membuatku sedih dan teringat akan kematian Dolores yang tragis adalah "In The End". Apabila kalian mengikuti The Cranberries pasti paham band Irlandia ini sering melakukan eksperimen dengan musik-musiknya. Namun entah kenapa dalam album terakhir ini mereka kembali ke 'akarnya'. Musik dalam lagu-lagu ini kembali ke nuansa 90-an, seperti awal-awal The Cranberries hadir.Â
Setiap mendengarkan "In The End", aku tak bisa menahan haruku. Lagu ini adalah salah satu lagu yang dibawakan Dolores menjelang kematiannya. Liriknya jika diperhatikan baik-baik seperti memberikan alarm ini menurutku lagu perpisahan Dolores. Lagu ini memberikanku emosi dan rasa yang pahit dan getir setiap kali aku mendengarkannya.Â
Mendengarkan tembang favorit, turut menghadirkan kenangan dan emosi. Namun merasai kenangan dan emosi itu tak selalu buruk. Ia membuatku ingat bahwa aku pernah melalui momen-momen sedih, gembira, pahit, dan marah. Kenangan dan emosi itu membentukku kini.
Sering kali emosi dan kenangan dari lagu itu membuatku terinspirasi, menuliskan sebuah puisi, prosa, atau sekadar tulisan curhatan seperti tulisan ini. Ketika aku perlu dialog dan nuansa yang sedih dari cerita, aku cukup mendengarkan lagu "In The End" untuk memunculkan emosi itu.Â
Bila aku membuat tokoh ceritaku jatuh cinta, aku bisa mendengarkan "Dreams" dari The Cranberries. Bila ingin menulis puisi yang penuh luapan marah, cukup dengar lagu-lagu dalam album pertama Linkin Park atau Slipknot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H