Jakarta hari ini diselimuti mendung sejak pagi. Hujan lalu mengguyur jelang siang hari. Sampai pukul sebelas siang pun masih gerimis. Untungnya sampai di Kramat Raya, hujan rintik-rintik telah berhenti. Kami berdua siap untuk jajan bubur kampiun dan bungkus gulai itik.
Pusat kuliner kapau di Kramat Raya mulai semarak. Pembeli mulai berdatangan untuk makan siang. Aroma aneka masakan kapau yang sedap menyambut para pejalan. Ayolah berhenti sejenak untuk menikmati hidangan.
Kami berdua sudah lama ingin menyantap bubur kampiun. Aku juga sudah lama tak bersantap di nasi kapau. Akhirnya keturutan juga hari ini, meski langit Jakarta kelabu. Kami pun memesan bubur kampiun dua mangkuk, seorang satu.
Bubur kampiun itu terhidang di hadapan kami berdua. Sebuah bubur yang seperti perkawinan antara kolak pisang, bubur campur, dan ketan sarikaya. Isiannya menarik, kaya rupa. Di dalam kuah manis kecokelatan ada biji salak, sagu mutiara, bubur sumsum, ketan putih, dan sarikaya.
Enak dan mengenyangkan.
Alhasil aku tak bakal sanggup untuk menyatap nasi dan lauk-pauk. Akhirnya aku memilih bungkus.
Oh iya lokasi kami makan di Nasi Kapau Umi Upik. Di sebelahnya ada penjual bubur kampiun dan aneka kue seperti kelepon, lemang tapai, lemang baluo, ketan sarikaya, lemper, ketupat santan, Â dan lupis.Â
Namanya Lemang Tapai dan Bubur Kampiun Uda Hery. Kami mengeluarkan uang sejumlah Rp 50 ribu untuk dua mangkuk bubur kampiun dan dua buah kue lupis.
Ketika memilih menu lauk pauk di Uni Upik untuk dibungkus, kami berdua pun kebingungan. Pilihannya banyak dan semuanya nampak lezat.
Ada telur dadar yang tebal, ayam pop yang gurih, lele goreng yang gemes, perkedel kentang yang endut, ikan bilis yang imut, udang balado yang cerah, rendang yang juara, dendeng batokok yang sedap, kepala kakap yang besar, otak ikan yang bikin melongo, aneka jerohan yang bikin ingat olah raga, dan gulai itik yang membawaku ke sini. Masih banyak lagi.
Itiak lado mudo adalah bebek yang terjerembak di lautan bumbu yang didominasi cabe ijo, sehingga berlumuran bumbu yang kemudian dibiarkan meresap di dalamnya. Ada kunyit, duo bawang, jahe, lengkuas, dan dedaunan aroma, serta rempah-rempah lainnya.
Sekitar jam 15.00-an baru kami menyantapnya. Nasinya porsinya besar dan sayangnya pera sehingga agak kurang nyaman ketika disantap. Ini kali pertama aku menyantap itiak lado mudo dan aku menyukainya. Bumbunya meresap dan daging bebeknya empuk.
Citarasanya lengkap dari bumbu rempah-rempah yang kaya rupa, ada gurih dan pedas, aroma asap, dengan ada tekstur kenyal dari kulit si bebek. Nikmat.
Dendeng batokoknya juga sedap. Daging sapinya empuk dan bumbunya manis pedas. Sedangkan untuk ayam panggangnya, aroma asapnya terasa.
Meski ada sedikit kekurangan di nasinya, aku merasa puas dengan kualitas rasa masakannya. Lain kali jajan ke sini lagi dan coba menu lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H