Asyik paket bukuku sudah datang. Kujajar satu-persatu buku yang kupesan. Kemudian aku membaca secara acak deskripsinya di sampul belakang. Lalu kupilih salah satu buku yang ingin kubaca sambil ngabuburit, menunggu waktu berbuka puasa.
Kulihat tumpukan kardus-kardus paket. Selain paket buku, kopi bubuk, dan makanan kucing, terselip paket untuk pasangan. Melihat ukurannya dan pengirimnya yang dari luar kutebak pasti model kit.
Aku menghela nafas. Koleksi model kit punya pasangan sudah mencapai 300 ratusan lebih. Tumpukannya sudah tinggi dan memenuhi rak di kamar. Belum lagi koleksi miniatur pesawat, tank, dan kesatria abad pertengahan yang ada di ruang tengah. Fiuuh.
Rupanya ia hendak bersaing denganku, siapakah jumlah koleksinya yang paling banyak. Pastinya aku yang menang, koleksi bukuku sudah ribuan hehehe. Tapi ukuran dan nilai buku-bukuku sepertinya memang kalah sih. Pasalnya sebagian bukuku kudapat dari rak obral dan toko buku loakan.
Berbeda Hobi Tapi Ada Minat yang Sama
Aku dan pasangan memang punya hobi yang berbeda. Aku maniak buku dan ia gandrung serba militer.
Ia bercerita menyesal dulu tak bergabung dengan TNI. Ia suka sekali dengan pesawat dan ingin bergabung dengan angkatan udara. Koleksi miniatur dan model kit pesawatnya memang paling banyak dibandingkan koleksi tank dan kapal selamnya.
Hobinya mengumpulkan model kit dan miniatur pesawat membuatnya bergabung dengan komunitas model kita. Namanya SprueMobster. Ia kadang-kadang ikut pelatihannya seperti merakit dan mewarnai model kit.
Merakit model kit alias mokit itu perlu ketekunan dan ketelitian karena kepingan-kepingan yang dirakit itu ukurannya mungil. Aku tak sabaran bila diminta membantunya. Harus presisi.
Mengecatnya juga susah. Ada tekniknya tersendiri sehingga hasilnya nampak seperti nyata.
Gara-gara hobinya ini, ketika dapat hadiah dari Kompasiana ke Macao, aku pun singgah ke Hongkong demi membeli mokit titipannya. Hehehe nggak juga sih. Tapi aku rela jalan-jalan ke tempat yang jauh dan asing seorang diri dan apesnya kemudian nyasar waktu kembali ke hotel.
Kini pada bulan Ramadan, ia memanfaatkan waktu sahur untuk berburu mokit. Jika sedang tak ke kantor, ia pun sibuk menata mokitnya. Ia mendata mokitnya dan menatanya di rak berdasarkan urutan tertentu. Uuuh kamar di tengah penuh mokit dan sudah seperti bengkelnya. Ada cat, kuas, airbrush, dan peralatan merakit lainnya.
Meski hobi kami berbeda, kami disatukan oleh kecintaan kami akan buku dan film. Ia juga suka mengumpulkan buku tentang perang, sejarah, dan militer. Ia juga suka mengajakku nonton film perang.
Pengetahuannya tentang sejarah terutama berkaitan dengan perang memang luas. Kami suka membahas tentang genosida yang pernah terjadi di Banda berkaitan dengan rempah-rempah dan tentang candu yang pernah membuat masalah besar di Jawa pada abad ke-19.
Kini ia jarang merakit. Kadang-kadang kulihat ia hanya memandangi tumpukan koleksinya dengan wajah puas dan damai. Ia membuka kardusnya, memandanginya, dan kemudian menutupnya lagi.
Pasangan memulai hobi model kit dan miniatur kendaraan militer sejak ia menimba ilmu di Jerman. Sekitar tahun 2016. Pulang-pulang ia membawa banyak miniatur kendaraan militer. Sejak itukah ia resmi mengoleksi miniatur dan mokit.
Sementara aku jauh lebih lama. Aku sudah suka buku sejak belum bisa membaca. Ada Tintin; Petualangan Yo, Susi, dan Yoko; Koleksi Robi dan Susi di Hutan, kisah pewayangan, dan buku dongeng Hans Christian Andersen. Tapi semua buku tersebut adalah milik ayahku.
Aku resmi mengoleksi buku ketika duduk di bangku SD. Koleksi pertamaku adalah serial manga "Candy-Candy". Waktu itu aku menghemat uang saku dan setiap dua pekan sekali berkunjung ke toko buku bareng kakak membeli buku.
Favoritku berbelanja buku adalah lapak buku bekas di jalan Majapahit, Malang yang dulu dikenal sebagai Blok M-nya kota Malang. Duh di sini bisa puas beli buku dengan tabungan uang jajanku yang terbatas.
Koleksi bukuku membengkak dari sana.
Rasanya senang sekali bisa mengumpulkan Lima Sekawan, Trio Detektif, Serial Nina, Petualangan Smurf, dan Petualangan Johan & Pirlouit dari sana. Aku juga suka mengoleksi majalah bekas. Buku dan majalah bekas itu lalu kurawat. Kusampuli dengan sampul plastik satu-persatu dan kutaruh rapi di rak buku.
Dari satu rak buku bertambah jadi dua rak buku dan seterusnya. Sayangnya ketika kemudian aku kuliah di Surabaya, sebagian besar koleksi bukuku raib. Ingin marah ke kakak tak bisa karena pelakunya bukan kakak, tapi teman-temannya. Keduanya juga tak ingat siapa teman-temannya yang penjahat buku, mengambil buku-bukuku dan tak mengembalikannya.
Padahal aku rela tak jajan dan kadang-kadang jalan kaki dari sekolah ke rumah demi mengumpulkan uang untuk membeli buku. Padahal cari buku itu juga tak mudah, aku berkeliling dari satu lapak ke lapak lainnya. Bertahun-tahun aku melakukannya.
Koleksi Nina, Enid Blyton dan lainnya lenyap begitu saja. Yang membuatku sedih, nasib serupa juga terjadi di koleksi buku milik ayah. Koleksi Tintin dan Yo, Susi, Yokonya juga raib, hanya tinggal beberapa buah. Koleksi pewayangan ayah dari "Leluhur Hastina" hingga cerita "Prabu Udayana" juga sebagian besar hilang. Yang tersisa lembaran-lembaran bukunya dan buku "Parikesit".
Ingat itu aku jadi sedih. Dulu ayah senang sekali aku merawat bukunya. Buku pewayangan yang protol kulem dan kujilid. Lalu kuberi sampul plastik. Semua petualangan Karl May baik sewaktu bersama Winnetou maupun ketika ia bertualang ke Asia dan Afrika juga kusampulin dan kuberi pita pembatas.
Akhirnya buku koleksiku yang masih ada di Malang, juga buku-buku milik ayah kuboyong semuanya ke Jakarta. Koleksi bukuku, jamanku masih kuliah di Surabaya juga kubawa.
Banyak sekali. Ribuan jumlahnya. Dan sungguh berat. Pasangan kesal ketika kami pindahan. Tiga kali kami pindah hingga di rumah milik kami sekarang dan sebagian besar barang yang kami pindahkan adalah buku. Kardus dibuka, isinya buku. Kardus itu dibuka, isinya buku lagi. Semuanya buku hahaha.
Aku Masih Mengoleksi Buku
Hingga saat ini aku masih mengoleksi buku. Aku membelinya di pameran dan bazaar buku, kebanyakan secara daring. Beberapa hari lalu hingga hari ini Gramedia mengadakan bazaar buku murah. Ada juga bazaar buku berbahasa Inggris.
Mataku langsung berbinar-binar jika melihat ada obralan buku. Aku memasukkan begitu banyak buku ke rak belanja. Baru kemudian kupilah-pilah hingga mencapai bujet yang kusediakan.
Sekarang aku agak membatasi diri, tak seperti ketika masih lajang. Alasannya rumah kami sudah terlalu penuh dengan buku. Aku masih mikir kira-kira rak seperti apa ya yang kokoh, anti rayap, dan mampu menampung semua bukuku.
Nah pada bulan Ramadan ini waktu membacaku cukup banyak. Aku suka membaca sore hari sebelum waktu memasak untuk berbuka dan malam hari menjelang tidur.
Sama dengan pasangan, kadang-kadang aku tak membaca. Hanya memandangi dan menata buku-buku tersebut. Rasanya puas dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H