Larangan mudik itu memang tidak menyenangkan bagi yang punya kampung halaman nun jauh di sana. Tapi di balik kekecewaan karena larangan tersebut, setidaknya masih ada sisi positifnya, setidaknya pengeluaran jadi hemat pada bulan Ramadan ini.
Dulu bila pada sebuah tahun kami merencanakan mudik saat lebaran, maka jauh-jauh hari aku sudah mencari tiket pesawat. Malah pada tahun 2020, aku sudah bergerilya cari tiket pesawat pada bulan Januari.
Pasalnya, tiket pesawat umumnya sangat mahal pada saat jelang lebaran. Yang biasanya tarif normalnya berkisar Rp600 ribuan, bisa jadi naik 100 persen, bahkan lebih untuk sekali jalan bila belinya mepet. Naik kereta? Amboi, begitu kompetitif berebutnya.
Tahun ini aku juga sebenarnya berencana mudik. Kasihan Ibu sekarang sendirian tanpa ayah. Tapi karena larangan mudik, maka bujet untuk transportasi mudik pun kusimpan dulu sambil berharap tarif transportasi nanti normal-normal saja pada bulan Juni atau Juli.
Amplop Digital untuk Atur Keuangan
Dulu waktu masih ngekos jaman mahasiswa, aku menggunakan sistem amplop untuk mengatur uang. Setiap minggu aku mengambil duit di ATM, lalu membaginya di amplop. Amplop bayar sewa kosan bulan, amplop fotokopi, naik angkot, belanja, makan, dan sebagainya.
Tapi kini sejak era digital, tak perlu lagi sering-sering ambil duit ke ATM karena tagihan dan belanja bisa dibayar secara daring. Di beberapa bank juga kini ada fitur untuk membagi simpanan yang ada di rekening tabungan, yang kusebut amplop digital. Tinggal dialokasikan sejumlah dana di tiap amplop tersebut.
Di bank tempat aku menyimpan dana, fitur amplop digital ini sayangnya jumlahnya masih terbatas. Hanya ada tiga amplop untuk setiap akun. Jadinya rata-rata ada tiga kategori besar amplop, yakni amplop tagihan dan kewajiban, amplop kebutuhan sehari-hari dan pengeluaran lainnya, serta amplop darurat.
Untuk subkategori dari tiap amplop aku mengandalkan bantuan aplikasi pencatatan keuangan semacam MS Excel untul membantuku membuat forecasting pengeluaran tiap bulannya. Hehehe sudah seperti divisi perbendaharaan ya, tapi ruang lingkupnya hanya rumah tangga.
Setiap akhir bulan aku membuat forecasting untuk bulan berikutnya. Setiap minggu catatan pengeluaran tersebut kuevaluasi.
Nah setelah amplop siap maka kuisi dana tiap amplop secara mingguan, kecuali untuk tagihan dan kewajiban yang kuisi penuh. Dana pendapatan bulanan tersebut  kusimpan di reksadana pasar uang dan kuambil tiap minggunya. Agak rumit sih di awal, tapi jika dijalani tidak sulit.
Pembagian amplop versiku seperti yang kusebut di atas ada tiga utama, tagihan dan kewajiban; kebutuhan sehari-hari dan pengeluaran lainnya; dan terakhir pos dana darurat.
Pada amplop kebutuhan sehari-hari dan pengeluaran lainnya, subkategorinya ada banyak. Ada pos belanja, makan (beli makanan jadi atau makan di luar), transportasi, pulsa, makanan kucing, hadiah, dan investasi (di luar reksadana, misalnya ORI dan nabung emas).
Amplop Tagihan dan Kewajiban
Di tempat kami biasanya ada patungan warga untuk THR bagi para satpam dan petugas pengangkut sampah. Nantinya THR tersebut dibagikan dalam bentuk uang dan bahan makanan, termasuk kue-kue dan sirop. Oleh karena dipikul rame-rame, besarannya tergolong kecil yabg harus dibayar oleh tiap warga.
Patungan THR satpam ini menjadi agenda pengeluaran Ramadan setiap tahun. Pengeluaran lainnya pada saat Ramadan dan jelang lebaran yang wajib adalah zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal.
Nah, sejak awal Ramadan, hal-hal yang bersifat wajib selain tagihan rutin, sebaiknya dilunasi atau dananya disiapkan dulu. Masukkan zakat, THR, dan tagihan rutin ini di amplop pertama serta sifatnya wajib dan mendesak. Sedekah dan donasi beasiswa juga masuk di amplop ini.
Amplop Kebutuhan Sehari-hari dan Pengeluaran Lainnya
Amplop kebutuhan sehari-hari ini yang paling banyak subkategori dan komponennya. Untuk belanja saja ada banyak yang harus dibeli seperti bahan makanan dan toiletries, belum biaya transport, dan pulsa. Subkategori pengeluaran lainnya sebagai berikut.
Subkategori Makanan
Aku lebih sering memasak di rumah. Jadinya subkategori ini digunakan untuk alokasi beli makanan jadi atau makan di luar, atau makanan lainnya yang insidentil.
Lantas bagaimana dengan makanan seperti kue-kue kering, makanan dalam kaleng, dan sirop? Wah entah kenapa aku tidak seantusias dulu ingin menyantap kue kering dan makanan dalam kaleng. Minum sirop saja sekarang malas.
Aku malah lebih kangen camilan sederhana seperti marie wijen, keripik pisang, donat kentang, dan pisang goreng, daripada kue kering dan kue dalam kaleng.
Subkategori ini selalu kusediakan. Pada bulan Ramadan ini siapa tahu aku malas masak dan ingin beli makanan jadi untuk berbuka. Siapa tahu aku ingin jajan ini dan itu.
Subkategori Kucing
Jangan lupa alokasi dana buat si meong. Ada tujuh kucing sekarang di rumah, belum lagi kucing-kucing liar yang suka ikutan makan juga.
Isi subkategori kucing ini selain belanja makanan juga perawatan mereka, seperti vitamin, obat cacing, pasir kucing, dan shampo buat mereka mandi.
Subkategori Hadiah
Subkategori ini khusus hanya ada pada saat Ramadan atau bila dapat rejeki lebih. Hadiah Ramadan tak harus dalam bentuk pakaian sih, bisa berupa hampers atau uang. Para keponakan pasti inginnya dapat angpau. Lainnya juga bisa berupa paket sembako.
Hadiah buat diri sendiri dan pasangan juga sah-sah saja. Pasangan pasti ingin hadiah yang berkaitan dengan mokitnya. Kalau aku sementara cukup dengan makanan enak dulu saja agar mood tetap baik dan nambah energi untuk nulis-nulis.
Subkategori Investasi
Biasanya aku mengisi subkategori ini di depan sih atau bareng dengan mengisi amplop tagihan. Tapi khusus Ramadan tak apa-apalah mengisinya terakhir, bersamaan dengan mengisi amplop dana darurat. Sekali-kali hidup perlu dinikmati, tidak harus bekerja terus-menerus.
Subkategori investasi ini bisa berupa berinvestasi di obligasi pemerintah jika sedang ada, membeli emas, atau mengalokasikan sedikit di P2P (risikonya besar, sehingga persentasenya kecil saja).
Amplop Dana Darurat
Amplop dana darurat ini buat jaga-jaga bila terjadi sesuatu. Karena sifatnya darurat maka juga perlu ada dalam bentuk uang tunai, tidak semuanya digital. Tidak semua terima uang digital, bukan?!
Pada bulan-bulan lalu amplop darurat ini selalu habis kugunakan saat tiba-tiba harus ke Malang. Tapi ada kalanya juga amplop darurat ini masih utuh. Meski tak selalu digunakan, amplop dana darurat itu penting untuk selalu tersedia.
Itulah tips pengelolaan uang pada saat Ramadan versiku. Memang agak rumit tapi cocok denganku. Biasanya sih berhasil diterapkan alias tidak besar pasak daripada tiang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H