Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Setop Pernikahan di Bawah Umur demi Kesehatan Perempuan yang Lebih Baik

16 April 2021   05:41 Diperbarui: 18 April 2021   20:35 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah benar batas usia perempuan menikah adalah 19 tahun, bahkan kalau perlu sebaiknya ditingkatkan menjadi 21-22 tahun. 

Usia 21 atau 22 tahun adalah usia ketika perempuan selesai menempuh pendidikan diploma atau sarjana. Usia yang cukup matang buat menikah. Pasalnya, menikah bukan hanya urusan cinta dan memiliki anak.

Masih ada orangtua yang menikahkan putrinya di bawah umur yang sepatutnya. Jumlahnya tak sedikit yakni 94 persen dari angka total 1.220.990 atau sekitar 1.147.730 orang berdasarkan data SUSENAS pada tahun 2018 seperti yang kukutip dari web Bisnis (12/2/2021).

Angka tersebut cukup besar, apalagi mengingat saat ini jaman sudah modern dan kesempatan belajar bagi siswa perempuan terbuka lebar. Angka tersebut menempatkan Indonesia di posisi kedelapan sebagai negara yang banyak memiliki perkawinan di bawah usia 18 tahun. Posisi yang buruk, bukan sebuah prestasi.

Di berbagai negara, remaja yang usianya belum tepat 18 tahun masih disebut anak-anak. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tingkat kematangan mental dan organ reproduksi belum sempurna. Di Indonesia, berdasarkan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, seseorang dikategorikan anak jika usianya di bawah 18 tahun.

Kampanye stop pernikahan dini (sumber gambar:beritasatu.com)
Kampanye stop pernikahan dini (sumber gambar:beritasatu.com)
Oleh karenanya sungguh tepat langkah pemerintah untuk menaikkan usia batas minimal pernikahan perempuan dari yang sebelumnya 16 tahun berdasarkan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 menjadi 19 tahun berlandaskan UU No 16 tahun 2019. Tujuannya tak lebih adalah melindungi perempuan dan anak-anak.

Meski sudah ada batas minimal usia pernikahan yang diatur di Undang-Undang, namun dalam praktiknya di lapangan tak sedikit dilangsungkan pernikahan di bawah umur. Bahkan pada saat pandemi, jumlah pernikahan di bawah umur ini meningkat. Ada yang mengajukan dispensasi secara resmi, ada juga yang menikahkannya secara diam-diam.

Jawaban yang kerap dilontarkan oleh orangtua yang menikahkan putrinya sebelum"waktunya", rata-rata dikarenakan ekonomi. Anak perempuan di sebagian kalangan dianggap beban keluarga. 

Mereka merasa "bebas" dan tugas mereka sebagai orangtua pun berakhir setelah anak perempuan mereka dinikahkan. Apalagi jika pelamar berasal dari keluarga kaya raya, maka selain sudah "mentas", mereka juga merasa bangga punya besan dari kalangan berada.

Pernikahan anak meningkat saat masa pandemi (sumber gambar:Kompas.com)
Pernikahan anak meningkat saat masa pandemi (sumber gambar:Kompas.com)
Dari sisi anak, bisa jadi pernikahan dini itu bak sebuah jalan keluar untuk membantu mengurangi beban perekonomian keluarga. Namun pada saat ini, ada saja perempuan yang merasa senang dan bangga karena bisa menikah muda dikarenakan glamorisasi romantisasi juga kampanye pernikahan muda dari kalangan tertentu.

Mereka yang menikah karena terbujuk oleh romantisasi dan kampanye nikah mudah itu belum tahu bahwa menikah bukan hanya soal cinta, namun ada beragam masalah yang menghadang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun