Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kucing Itu Memilih Tuannya

28 Februari 2021   09:46 Diperbarui: 28 Februari 2021   09:56 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nitip anak-anakku lagi ya (dokpri)

Hari itu akhir pekan menjelang Natal, tapi aku lupa persisnya. Kucingku si Mungil yang beberapa hari lalu menghilang, menghambur dari pintu depan menuju dapur. Di mulutnya ada sesuatu. Ketika benar-benar kuperhatikan, mulutnya membawa anak kucing berwarna putih. Itulah pertemuan pertamaku dengan Kidut Jr. alias Cindil.

Anak kucing itu berukuran mungil dan putih, seperti anak tikus. Karenanya aku lebih suka memanggilnya Cindil daripada Kidut Jr. Lalu keterusan hingga sekarang.

Anak kucing ini ibarat kejutan jelang akhir tahun oleh Mungil. Dan yang lebih mengejutkanku wujudnya sangat mirip dengan kucingku sebelumnya, Kidut, yang meninggal awal Desember. Kidut seperti bereinkarnasi dalam wujud Cindil.

Kini Cindil telah berusia 1 tahun 2 bulan. Ia manja dan pilih-pilih makanan. Ia tak suka makanan kering, dan rakus dengan makanan basah. Tapi ia sahabatku, melengkapi keberadaan Nero dan Mungil, dua kucing lainnya.

Cindil tumbuh besar (dokpri)
Cindil tumbuh besar (dokpri)

Ketiga kucing itu tak pernah kuadopsi secara resmi. Mereka muncul-muncul sendiri. Halaman rumahku memang seperti sanctuary kucing. Ada yang asyik leyeh-leyeh, ada pula yang numpang minum dan bermain.

Aku yakin kucing-kucing itu memilih tuannya. Ada beberapa kucing yang bagus tapi mereka enggan disentuh, mungkin mereka tak ingin aku jadi pemiliknya.

Tapi tak sedikit induk kucing liar yang mempercayakan anak-anaknya ke pengasuhanku. Ada begitu banyak anak kucing yang lahir di sekitar halaman dan samping rumah.

Mereka besar di sini sehingga halamanku pun jadi rumah mereka. Namun tak semua berumur panjang. Ketika mereka meninggal, selalu ada rasa sedih yang tersisa. Sepetak tanah di bawah pohon mangga menjadi area pemakaman mereka, kucing-kucing tercinta yang tak berumur panjang. Kidut juga dimakamkan di sana.

Kucing-kucing itulah yang memilih tuannya. Tak semua kucing liar cocok denganku, ada yang memilih hidup di tetangga. Namun, tak sedikit yang percaya padaku, ketika ku tak pedulikan mereka terus datang kepadaku, seolah-olah meminta aku merawatnya.

Kucing-kucing yang ada di rumah rata-rata lahir dan besar di sini. Alhasil rumahku juga jadi rumah mereka. Nero menjadi generasi pertama yang lahir di halaman rumah. Induknya kucing liar yang memilih melahirkan di samping rumah.

Dari Nero muncul sejumlah kucing-kucing lainnya. Ada yang hadir sejak bayi, ada pula yang sudah remaja dan meminta perlindungan. Sebagian besar yang lahir di sini, dititipkan oleh induk-induk kucing liar. Mereka seperti memberikanku amanah, tolong jaga anak-anak.

Kucing-kucing itu memberikanku ujian apakah aku cocok sebagai tuan mereka. Jika aku lolos sebagai tuannya, mereka tak akan meninggalkanku atau tak segan menitipkan anaknya kepadaku.

Nitip anak-anakku lagi ya (dokpri)
Nitip anak-anakku lagi ya (dokpri)
Kamu sudah kupilih sebagai tuan dan sahabat. Oleh karenanya rawat aku sebaik-baiknya dengan makanan dan kasih sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun