Band Nirvana memiliki tembang-tembang yang kontroversial. Tiga di antaranya adalah "Paper Cuts" dalam album "Bleach"; "Polly" dalam "Nevermind" dan "Rape Me" dalam album "In Utero".
Isi dan pesan dalam tembang "Paper Cuts" sudah pernah saya ulas dalam artikel sebelumnya (di sini). Singkatnya, tembang ini diangkat dari kisah tentang anak-anak yang disekap dan ditelantarkan orang tuanya. Lagu ini adalah salah satu tembang Nirvana yang bernuansa gelap. Irama dan liriknya sungguh suram.
Tapi "Paper Cuts" hanyalah salah satu dari tembang Nirvana yang bercerita dan kontroversial. Namun karena tembang ini masuk dalam album pertama Nirvana yang kurang terkenal, maka tembang ini jadi bahasan.
Baru dalam album keduanya yang sangat populer berkat adanya hits "Smells Like Teen Spirit", maka tembang-tembangnya jadi sorotan. "Polly", salah satunya.
"Polly" termasuk tembang balada. Musiknya lebih lembut. Kurt seperti sedang bercerita selama dua menit 57 detik.
Tembang ini diangkat dari sebuah kisah nyata, penculikan seorang gadis remaja pada tahun 1987 di Tacoma. Liriknya diambil dari sudut pandang si penculik.
Polly wants a cracker
Maybe she would like some food
She asked me to untie her
A chase would be nice for a few
"Rape Me" Kelanjutan dari "Polly"
Pada album berikutnya, "In Utero", Kurt Cobain, Krist Novoselic, dan Dave Grohl kembali mengangkat tema-tema kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan. Judulnya langsung membuat orang bertanya-tanya karena nampak intimidatif, "Rape Me".
Waktu itu aku tak tahu maknanya dan memang tembang tersebut easy listening. Musiknya enak didengar. Memang gawat sih kalau liriknya dinyanyikan. Bisa-bisa persepsi pendengarnya berbeda.
Berikut cuplikan liriknya
Rape me...rape me my friend
Rape me...rape me again