Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Mini | Hujan Panas

16 Februari 2021   12:43 Diperbarui: 16 Februari 2021   12:45 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aroma tanah yang tersentuh hujan itu menguar. Hujan rintik rapat nyaris tak terlihat rupanya sedang beraktivitas. Aku menarik nafas panjang. Ah aku suka aroma tanah basah, ia membuatku merasa tenang.

Tak terasa hampir satu jam waktuku terbuang. Aku keasyikan membaca kisah seram. Ia membuatku terlena dan seolah-olah masuk dalam cerita. Untungnya aku membacanya saat siang.

Kisah misteri membuatku was-was. Namun entah kenapa ia membuatku penasaran. Aku tak sabar menuntaskannya. Dan bakal kesal ketika ceritanya belum tamat.

Kuperhatikan sekelilingku. Ruang tunggu rumah sakit ini masih ramai keluarga pasien yang menunggu. Ada yang makan siang, tak sedikit yang pulas tertidur. Aku yang tersedot oleh pusaran kisah horor tak terganggu oleh suasana di sekitarku.

Tahukah kalian ada kisah-kisah tentang gerimis saat siang hari. Hujan ketika sinar matahari masih menyinari. Kisah tentang anak-anak yang diculik. Penculiknya makhluk halus yang menyamar sebagai nenek baik hati.

Horor wewe gombel dulu membuatku bergidik. Aku was-was dan sembunyi dalam ruangan bila hujan panas terjadi.

Aku lalu memerhatikan hujan yang masih turun dalam wujud gerimis. Ia nampaknya bakal awet mengisi suasana sepanjang siang ini.

Angin mulai berayun. Hawa pun sejuk. Seekor kucing lalu melaju, takut air juga waktu makan siang hampir berlalu. Tak lama aku asyik melamun.

Di depanku hujan masih mengguyur. Namun matahari juga enggan berlalu.

Pandanganku makin samar. Oh sepertinya aku dininabobokan. Mataku perlahan-lahan mulai terpejam. Duh enaknya jika aku tidur sejenak.

Aku membuka mata. Alas tidurku telah berubah. Aku hanya berbaring di tanah basah. Sekelilingku pepohonan rapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun