Sedangkan aku memilih makan satu-persatu terlebih dahulu, baru kugabung nantinya.
Yang pertama adalah angsle. Wedang ini berkuah santan dan terasa manis. Di dalamnya ada isian petulo, itulah yang semacam sarang burung berwarna-warni terbuat dari tepung beras; lalu ada ketan putih, pacar cina, dan roti tawar. Biasanya ada kacang hijaunya, tapi ala Pak Min tidak ada.
Ya, wedang angsle ini manis dan mengenyangkan berkat roti tawar, petulo, dan ketan putih yang sama-sama mengandung karbohidrat. Untungnya waktu itu aku belum makan malam.
Nah, babak kedua adalah ronde. Isiannya banyak kacang gorengnya mengapung-apung di kuah jahe yang lumayan agak pedas. Potongan agar-agar berwarna kehijauan ikut berenang menemani kacang goreng dan bulatan ronde berwarna putih.
Dari dulu aku suka wedang ronde. Meski isian bulatan rondenya ternyata hanya gula merah tapi karena banyak kacang gorengnya jadinya termaafkan. Biasanya bulatan ronde di dalamnya campuran gula merah dan kacang tumbuk.
Wah menyantap angsle disusul ronde bikin perut kenyang. Alhasil aku tak jadi makan malam.
Apakah ronde dan angsle ini istimewa? Ada beberapa penjual ronde dan angsle di Malang. Kalau untuk rasa mungkin bukan yang nomor satu. Tapi dari segi harga yang murah, lokasinya yang strategis, ya menurutku lumayanlah.Â
Aku membeli ronde dan angsle ini tahun lalu, ketika kutanyakan ke kakak di Malang, harganya tetap sama. Angsle atau ronde sama-sama Rp 5 ribu rupiah. Hemat dan nikmat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H