Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dari Sumur Resapan hingga Mengumpulkan Jelantah untuk Jaga Lingkungan

17 Desember 2020   21:47 Diperbarui: 17 Desember 2020   22:06 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agar air tetap bersih seperti ini maka juga perlu upaya untuk menjaga dan melestarikannya. Wah jadi kangen tubing di sini (sumber gambar: Danone)

Suami tukang sayur itu melayani pembeli yang ingin ikannya dibersihkan dan dipotong-potong. Dengan pisau yang tajam, jemarinya lincah mengeluarkan isi perut lalu membersihkan sisik ikan itu tak jauh dari selokan. Ia kemudian menguyur ikan tersebut. Air tersebut nampaknya langsung mengalir ke selokan, bersama sejumlah limbah rumah tangga lainnya.

Air bekas mencuci beras, ikan, dan bahan makanan lainnya; busa sisa mencuci pakaian dan alat makan adalah contoh-contoh di antara sekian banyak ragam limbah domestik atau limbah rumah tangga. Limbah domestik turut berperan dalam peningkatan pencemaran lingkungan. Yang mudah terlihat adalah penurunan kualitas air tanah dan pencemaran sungai.

Dulu air tanah di kawasan Kalisari dan Cijantung Jakarta Timur, kawasan tempat tinggalku, dikenal berkualitas bagus. Lahannya masih banyak pepohonan ketika kali pertama aku pindah ke sini. Bahkan berdasarkan uji lab dulu air tanahnya masih layak minum.

Tapi itu dulu. Tahun bertambah tahun jumlah penduduk yang menetap di Kalisari dan Cijantung semakin banyak. Wilayahnya semakin padat pemukiman. Ini juga berdampak ke makin banyaknya limbah pemukiman dan kualitas air tanah.

Sekitar 2-3 tahun terakhir, berdasarkan pengaduan masyarakat di Kelurahan Kalisari yang dikutip untuk penelitian mahasiswa UNJ, terjadi kasus diare yang meningkat dikarenakan mengonsumsi air tanah untuk sumber air minum. Oleh karenanya sebagian masyarakat pun kemudian berpindah menggunakan air pipa dan membeli air kemasan untuk kebutuhan air bersih dan air minum. Aku pun sudah lama bergantung ke air galon Aqua untuk sumber air minum.

Jaga lingkungan bisa dimulai dari bertanam, membuat sumur resapan, membuat kompos, dan mengumpulkan jelantah (dokpri)
Jaga lingkungan bisa dimulai dari bertanam, membuat sumur resapan, membuat kompos, dan mengumpulkan jelantah (dokpri)
Gotong-Royong Jaga Kualitas Air dan Kurangi Pencemaran

Banjir dan pencemaran air menjadi dua momok di kawasan tempat tinggalku. Sebenarnya di kawasanku tak pernah banjir, namun beberapa kali air selokan meluap ketika hujan deras yang lama. Rupanya sampah yang hanyut oleh air menyumbat selokan sehingga air hujan pun meluap.

Kontur di kawasan tempat tinggalku unik, naik turun. Aku kebagian berada di tengah. Dua blok dari rumahku konturnya paling rendah, ada sekitar 2-2,5 meter perbedaan ketinggiannya.

Oleh karenanya blok tempat tinggalku sering terkena limpasan air hujan dan sampah yang hanyut dan masuk ke selokan. Yang paling kasihan adalah mereka yang tinggal di kontur terbawah, kena air limpasan dari mana-mana.

Tak baik saling menyalahkan, akhirnya selokan pun diberi semacam sekat-sekat seperti jeruji. Tiap 2-3 meter selokan diberi jeruji.Tujuannya agar sampah di tempat tersebut bisa menyangkut di sana dan tidak lari ke daerah yang lebih bawah. Sampah yang menyangkut di selokan tersebut menjadi kewajiban bagi penghuni di wilayah tersebut untuk membersihkannya.

Dari pengamatanku sampah yang terbanyak menyangkut di jeruji adalah sampah bungkus plastik dan dedaunan. Sampah plastik ini sepertinya terjatuh dari tong sampah yang mungkin terlalu penuh.

Biasanya sampahnya rata-rata dedaunan (sumber: dokpri)
Biasanya sampahnya rata-rata dedaunan (sumber: dokpri)
 >>Aksi Biopori dan Tanam Minimal Lima Tumbuhan

Berkaitan dengan sampah dedaunan, di lingkungan tempat tinggalku memang sempat digalakkan aksi cinta tanaman. Tiap warga selain diminta memiliki biopori di halamannya, juga dihimbau untuk menanam minimal lima tanaman di tiap rumah. Memang upaya ini cukup sukses membuat lingkungan kami tetap hijau dan menahan laju limpasan permukaan (runoff), tapi sampah dedaunan tetap menjadi pekerjaan rumah.

Para warga pun kemudian diminta untuk menjaga pepohonannya agar daun-daunnya tidak mengotori jalanan dengan rajin memangkasnya. Sampah daun pun dianjurkan dipisahkan ketika membuang sampah. Namun sayangnya petugas sampah kemudian juga mencampurnya lagi karena bak sampahnya yang tak besar.

Masih banyak pekerjaan rumah berkaitan dengan sampah daun ini. Belum ada kebiasaan di kalangan warga untuk membuat pupuk kompos. Padahal pupuk kompos juga bagus untuk tanaman.

Rata-rata tiap rumah ada satu pohon dan beberapa tanaman (sumber: dokpri)
Rata-rata tiap rumah ada satu pohon dan beberapa tanaman (sumber: dokpri)
Di tempatku juga belum ada alat untuk mengolah limbah dedaunan. Aku ingat dulu ketika masih tinggal di Surabaya, beberapa RT disediakan alat khusus untuk mengolah limbah dedaunan. Hasilnya adalah pupuk hijau yang bermanfaat. Ini juga pastinya mengurangi tempat di bak sampah dan bak pengangkut sampah.

Aku sendiri punya komposter mungil. Ukurannya hanya sekitar 5-7 kilogram. Selain dedaunan, aku juga menaruh sisa kulit bahan makanan, pecahan kulit telur di sana. Biasanya sekitar seminggu sekali aku memanen hasilnya yang berupa pupuk cair. Sedangkan air bekas mencuci beras, mencuci ikan dan daging, serta bekas merebus sayur (yang sudah dingin) kusiramkan ke tanaman. Ini juga lebih bermanfaat dibandingkan membuangnya ke selokan.

Komposter mungil di rumah (dokpri)
Komposter mungil di rumah (dokpri)
>>Pembuatan Sumur Resapan

Awal tahun 2020 ini tempat tinggalku pun dibangun sumur resapan. Tiap blok rata-rata ada satu sumur resapan. Tujuannya untuk mencegah banjir, menekan runoff, dan sebagai media konservasi air tanah.

Memang sih setelah ada sumur resapan ini tak ada lagi keluhan dari warga tinggal di bawah tentang 'serbuan' air dari warga yang tinggal lebih di atas. Kami jadi tenang setiap kali hujan deras tiba.

Di tiap gang ada satu sumur resapan (dokpri)
Di tiap gang ada satu sumur resapan (dokpri)
>>Aksi Mengumpulkan Minyak Jelantah

Beberapa kali aku menjumpai air selokan tak hanya berbuih, namun juga keruh dan berminyak, sepertinya ada warga yang membuang minyak jelantah atau minyak bekas penggorengan ke saluran air pembuangan atau langsung ke selokan.

Minyak jelantah rupanya berbahaya bagi lingkungan (sumber: greeners)
Minyak jelantah rupanya berbahaya bagi lingkungan (sumber: greeners)
Nah, aku baru kembali memikirkannya ketika Senin (14/11) Bu RT menyampaikan pengumuman agar warga bersedia mengumpulkan minyak jelantah dalam botol atau kaleng. Eh untuk apa? Banyak warga yang keheranan dan bertanya-tanya.

Bu RT menjelaskan ini adalah arahan ketua PKK Provinsi. Nantinya minyak jelantah dikumpulkan di tiap RW lalu akan ada petugas yayasan yang mengumpulkan dan mengolahnya. Minyak jelantah ini akan diolah menjadi bio diesel dan bisa menjadi bahan pendukung pembuatan sabun. Potensi bio diesel dari minyak jelantah ini sangat besar berdasarkan data dari katadata (7/2020). Ada sekitar 1,6 miliar liter minyak jelantah di Indonesia yang bisa mencukupi 32 persen dari total produksi bio diesel di Indonesia. Wow.

Infografis potensi minyak jelantah (sumber: katadata)
Infografis potensi minyak jelantah (sumber: katadata)
Rupanya berdasarkan sejumlah penelitian, minyak jelantah ini dapat mencemari tanah dan air. Berdasarkan data dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta yang dikutip Greeners (2016) pencemaran di badan-badan air terutama disebabkan oleh peningkatan minyak jelantah yang dibuang sembarangan.

Minyak ini kemudian mengendap di dasar air, merusak ekosistem perairan. Ia juga memacu bau tak sedap dan perubahan warna menurut Budiawan, ahli toksikologi kimia Universitas Indonesia yang dikutip Kompas (9/2020).

Oleh karena banyak masyarakat yang tak sadar bahayanya, termasuk aku, maka sosialisasi pun dilakukan ke tiap-tiap RT. Warga dihimbau mengumpulkan minyak jelantah dan dikumpulkan ke perangkat RT. Aku juga mulai ikut mengumpulkan. Apakah kalian sudah ikut mengumpulkan minyak jelantah?

Akhir-akhir ini jarang masak,jadi masih sedikit minyak jelantahnya (dokpri)
Akhir-akhir ini jarang masak,jadi masih sedikit minyak jelantahnya (dokpri)
Banyak Ilmu di Danone Reunite

Jumat lalu (11/12) kami alumni Danone Blogger I , II, dan Alumni Vlogger Academy mendapatkan undangan untuk kumpul-kumpul dalam acara yang diberi tajuk Danone Reunite. Dipandu oleh Yosh Aditya acara berlangsung seru dari pukul 13.30 hingga jelang pukul 18.00.

Setelah pembukaan oleh Arif Mujahidin, Communication Director Danone Indonesia. Ada tiga materi yang diberikan dan juga games yang menarik, serta doorprize. Materi tersebut adalah materi tentang penulisan oleh Wakil Pimred Kompas Tri Agung Kristanto dengan judul "Berpikir Positif Mulailah dari Bernafas"; materi kesehatan oleh dr Muhammad Soffiudin tentang "Revolusi Gaya Hidup Sehat di Tengah Pandemi Covid-19"; dan materi pembuatan infografis oleh Niko Julius "Membuat Infografis yang Menarik untuk Kontenmu".

Kemudian kami ditantang untuk membuat infografis hanya dalam waktu 25 menit. Wah ini bikin deg-degan karena waktunya begitu singkat.

Materi-materinya menarik dan bermanfaat. Pastinya masa pandemi ini ada perubahan gaya hidup, namun jangan terlena dan tetap perlu melakukan kebiasaan sehat yaitu berolah raga, menyantap makanan sehat, dan jangan lupa untuk beristirahat yang cukup.

Dipandu Yosh Aditya (tangkapan layar webinar)
Dipandu Yosh Aditya (tangkapan layar webinar)
Aku juga senang mendapatkan materi tentang jurnalistik warga dari hal-hal yang dekat di lingkungan kita. Lewat bau dan aroma ada banyak hal yang bisa disampaikan lewat tulisan. Ini sungguh menarik.

Wah semoga acara-acara dari Danone seperti ini terus berlanjut. Yuk terus jaga kesehatan dan jaga lingkungan kita.

Referensi: satu, dua, tiga, empat, lima, enam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun