"Apakah kita masih bisa mendapati batik ratusan tahun lagi"
Batik, telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda sejak 2 Oktober 2009. Setiap tahunnya diadakan peringatan hari batik. Tapi apakah cukup sekadar seremoni untuk melestarikan batik?
Sebuah film dokumenter pendek karya Iwet Ramadhan dan diproduseri oleh James Yohan Tumiwa ini membuatku ikut merenung tentang masa depan batik. Judul dokumenter sepanjang dua menit duapuluh tiga detik ini adalah "Sebuah Persembahan untuk Batik Indonesia". Ia dirilis tahun 2016.
Batik dan cerita yang diangkat dalam film dokumenter ini adalah batik lasem. Batik ini memiliki motif yang unik dan cerita yang tak kalah menarik dengan batik dari daerah lainnya karena merupakan perpaduan dua budaya, Jawa dan Tionghoa.
Nicholas Saputra menjadi sosok yang bernarasi sepanjang film ini. Di sini ia berkeliling ke tempat-tempat sentra perajin batik lasem.
"Batik banyak cerita di dalamnya
Cerita yang diwariskan sejak ratusan tahun lalu untuk kita." Ia mengawali ceritanya.
Kamera lalu menyorot para perajin batik yang sibuk dengan cantingnya. Rata-rata dari mereka perempuan yang telah berusia lanjut.
"Batik sebuah proses penuh dedikasi, kesabaran, dan ketelitian. Setiap titip, setiap garis punya cerita, lanjut bintang "Ada Apa dengan Cinta".
Dua narasumber bercerita tentang pelestarian batik lasem. Parlan bercerita tentang upayanya untuk terus melestarikan batik. Sedangkan Sigit Wicaksono mengajak penonton merenung karena ahli batik telah banyak yang berpulang.Â
Perajin batik rata-rata hanya tinggal yang tua. Yang muda enggan karena upah kecil dan sepanjang hari harus duduk menghadapi asap.