Di kereta ia berjumpa dengan bangsawan yang juga kabur, yaitu Viscount Tewkesbury (Louis Partrige). Rupanya keduanya kemudian memiliki ikatan takdir.
Bagi yang saklek dengan cerita Sherlock Holmes versi Arthur Conan Doyle maka mungkin akan merasa gusar melihat penambahan karakter dalam semesta Sherlock Holmes, serta melihat perubahan fisik dan karakter Sherlock Holmes di dalam film ini.
Novel Nancy sendiri pernah bermasalah dengan tuntutan hukum atas hak cipta tentang aspek kepribadian Sherlock. Bukan hanya Nancy Springer yang digugat, Conan Doyle Estate Ltd juga menggugat Netflix.
Dalam versi orisinil, Sherlock digambarkan sangat kurus sehingga membuatnya nampak lebih jangkung. Matanya tajam dan hidungnya seperti elang.
Ia memiliki ekspresi yang selalu waspada. Sedangkan dalam film yang dirilis oleh Netflix ini, Sherlock digambarkan tinggi dan berotot dengan penampilan yang relatif lebih santai. Emosinya dan karakternya juga berbeda.
Aku sendiri meskipun mengoleksi novel Sherlock versi orisinil, menganggap perubahan ini wajar karena sebagian cerita Enola Holmes memang bergeser dari cerita aslinya. Sherlock Holmes versi Henry Cavill yang lebih flamboyan dan santai, menurutku sah-sah saja dan tetap menarik.
Jane Austen menganggap perempuan juga bisa setara dengan pria, sedangkan Nancy Drew terkenal sebagai detektif remaja perempuan.
Enola digambarkan sebagai gadis cantik yang lebih suka tampil bebas, tanpa harus terikat dengan etiket dan gaun berkorset.
Pada masa Victoria memang penggunaan korset adalah hal umum bagi perempuan yang ingin tampil elegan. Ada korset dari katun, adapula korset dengan penopang logam. Fungsinya untuk memperbaiki dan menjaga postur tubuh.