Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"3 Hari untuk Selamanya" Road Movie Apa Adanya dengan Momen Pendewasaan

12 September 2020   22:00 Diperbarui: 12 September 2020   22:04 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mereka bercanda dan bertengkar (sumber: layar.id)

"Every journey is simultaneously a beginning and an ending: I was leaving my old life behind and starting on a road trip to find a new me." -- Debi Tolbert Duggar


Konon perjalanan panjang darat bukan sekadar mencapai lokasi tujuan. Ada berbagai pengalaman dan momen-momen yang dapat mendewasakan para pelaku perjalanan tersebut. Seperti yang dialami oleh Yusuf dan Ambar dalam film "3 Hari untuk Selamanya".

Dalam film besutan Riri Riza ini Yusuf (Nicholas Saputra) dan Ambar (Adinia Wirasti) dikisahkan adalah saudara sepupu. Kakak Ambar akan menikah di Yogya. Yusuf lalu ditugaskan oleh ibu Ambar untuk membawakan seperangkat piring dan gelas keramik untuk acara serah-serahan nanti dengan mobil agar tidak pecah.

Ambar lalu ikut semobil dengan Yusuf karena bangun kesiangan. Perjalanan yang direncanakan hanya berlangsung kurang dari sehari malah molor menjadi tiga hari. Selama perjalanan, keduanya mengalami berbagai momen.

Peran yang Berbeda untuk Nicholas Saputra
Nicholas Saputra sejak debutnya di "Ada Apa dengan Cinta?", banyak melakukan eksplorasi di dunia seni peran dengan mencoba memerankan berbagai karakter. Setelah menjadi sosok remaja cool di "AADC", ia menjadi sosok aktivis idealis di "Gie" dan pengantar rol film di "Janji Joni". Demikian pula halnya di "3 Hari untuk Selamanya".

Dalam film yang dirilis tahun 2007 ini Nicholas menjadi Yusuf. Deskripsi karakternya sebagian mirip dengan Nicholas di dunia nyata. Ia cerdas, agak pemalu, sopan, dan berkuliah di Universitas Indonesia jurusan teknik.

Karakternya di sini yang berbeda jauh dengan sosok Rangga, yaitu Yusuf digambarkan suka mengisap ganja. Ia dengan santainya mengisap ganja saat berkendara. Ia kemudian juga terlihat mengisapnya dengan santai di pemandian air hangat. Namun ia juga paham dengan kondisi tubuhnya, ketika kesadarannya sudah menghilang, ia memutuskan untuk berhenti menyetir.

Karakter ini menurutku gokil, menyimpang jauh dari sosok Rangga dan Gie. Tapi Nicholas nampak natural dan santai memerankan sosok pemuda yang sembunyi-sembunyi dari orang tuanya melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut.

Mereka bercanda dan bertengkar (sumber: layar.id)
Mereka bercanda dan bertengkar (sumber: layar.id)

Karakter Yusuf ini ditabrakkan dengan Ambar yang berkarakter bebas dan agak liar. Ambar suka bergonta-ganti pacar, suka ke klub malam, agak manja, dan juga doyan mengganja. Adinia Wirasti dengan apik memerankannya.

Aku dulu suka dan kerap memuji kemampuan akting Adinia. Tapi rupanya setelah menonton beberapa film Adinia, karakter-karakternya rata-rata kalau tidak sebagai gadis tomboy, sebagai wanita yang mandiri dan tegas, juga sebagai perempuan yang bebas. Sepertinya Adinia perlu mencoba peran baru lainnya yang berbeda dari tiga jenis peran tersebut untuk lebih mengeksplorasi kemampuan aktingnya.

Pemeran lainnya dalam film ini juga tak kalah menarik. Ada Adi Kurdi sebagai ayah Yusuf yang bangga pada putranya. Tutie Kirana sebagai ibu Ambar yang pencemas. Juga ada Tarzan yang menjadi H. Satimo yang memiliki karakter kontradiktif.

Road Movie yang Realistis dan Menarik
Yusuf dan Ambar berangkat dari Jakarta menuju Yogyakarta. Mereka rupanya buta akan rute menuju ke sana. Mereka pun lalu singgah ke Bandung, Subang, dan daerah lainnya sebelum kemudian tiba di Yogyakarta.

Nah, road movie ini agak berbeda dengan "Kulari ke Pantai" yang juga garapan Miles Films yang lebih banyak menyuguhkan panorama daerah yang indah. "3 Hari untuk Selamanya" lebih realistik, gambar-gambar ditampilkan apa adanya. Jalanan dari Bandung ke Subang kemudian daerah pantura lainnya seperti Tegal, sebelum kemudian berpindah jalur digambarkan dengan warna-warna yang kusam karena debu dan lalu pantai yang panas terik, baru kemudian daerah yang hijau.

Ketika adegan beralih ke pantai yang sepi, penonton seolah-olah diajak ikut merasai hawa yang gerah dan panas terik yang dirasakan para pelaku cerita. Adegan ketika Yusuf melihat penari di situ seperti halusinasi, apakah nyata atau tidak karena hawa yang panas atau ia masih terbawa oleh zat dalam ganja.

Adegan di pantai dan kehadiran penari ini terasa misterius dan menarik (sumber:wego.co.id)
Adegan di pantai dan kehadiran penari ini terasa misterius dan menarik (sumber:wego.co.id)

Melihat situasi jalan-jalan yang ditempuh Yusuf dan Ambar, aku merasakan suasana nostalgia sebelum Tol Cipali hadir. Beberapa kali aku menuju beberapa daerah bermobil, kadang-kadang hingga sampai ke kampung halaman di Malang. Beberapa jalan dan situasi yang muncul di film nampak tak asing membuatku terkenang akan lelah dan senangnya melakukan perjalanan darat.

Adegan ketika Yusuf mengganja adalah adegan yang entah kenapa melekat dalam film ini. Hahaha rasanya aneh melihat sosok Nicholas mengganja meskipun hanya peran dalam film.

Adegan lainnya yang aneh tapi unik ketika mereka menginap di rumah H. Satimo. Dialog Yusuf dan H. Satimo terasa janggal. Konflik yang kemudian muncul selama menginap di rumah warga ini juga nampak ganjil.

Suasana yang misterius, sakral, sekaligus sinematik menurutku ketika mereka menikmati pagi hari di Gua Maria Sendangsono. Terasa damainya tempat ini untuk menyepi dan berdoa.

Serunya perjalanan juga disokong oleh tembang-tembang soundtrack dari Float. Lagu yang pas mengiringi perjalanan dan memiliki irama gitar yang menggelitik yaitu tembang berjudul "3 Hari untuk Selamanya"

Dialog yang Bernas dan Pendewasaan Karakter

Kedua pemeran utama ini digambarkan sebagai sosok yang tak sempurna. Ambar berhasil membuat penonton jengkel akan kemanjaan dan ketidaksopanannya ketika menginap di rumah warga. Yusuf juga nampak kurang berpendirian. Tapi seiring perjalanan, karakter ini tumbuh menjadi lebih matang.

Dialog-dialog dari yang khas anak muda hingga yang bersifat penggalian diri ditampilkan dengan bernas. Aku jadi ingat "Trilogi Before" oleh Ethan Hawke dan Julie Delpy yang sepanjang perjalanan lebih banyak berdialog. Untungnya porsi dialog "3 Hari untuk Selamanya" tidak sebanyak "Trilogi Before" karena tidak semua menyukai konsep tersebut.

Dalam film ini unsur modern, harapan kebebasan, dan tradisi juga seolah-olah dibenturkan dan ditemukan titik temunya lewat dialog dan juga sikap. Pertemuan keluarga besar, seperti persiapan pernikahan salah satu anggota keluarga adalah salah satu bentuk pengorbanan dan ketulusan sebagai bagian keluarga.

Oh iya film ini bisa ditonton di platform Vidio dan Disney+ Hotstar.

"Sebuah road movie yang apa adanya dengan dialog yang bernas. Tiga hari dalam perjalanan tak cukup membuat seseorang berubah sifat, tapi cukup untuk memberikan sebuah pandangan baru".

Skor 7.8/10

Adinia dan Nicholas yang tampil kompak (sumber: montasefilm)
Adinia dan Nicholas yang tampil kompak (sumber: montasefilm)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun